RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sejak kemunculan wabah covid-19 di Indonesia, pemerintah tanpa pikir panjang menerapkan kebijakan home learning bagi para pelajar, work from home bagi para pekerja, dan kuliah daring atau online bagi mahasiswa. Hal ini dilakukan demi memutus rantai penularan virus corona dan agar aktivitas belajar mengajar tetap terlaksana meskipun dalam situasi pandemi.
Rupanya tak sedikit yang menyambut baik keputusan pemerintah yang menerapkan kebijakan tersebut, khususnya di kalangan mahasiswa, sebab kuliah daring membutuhkan koneksi internet yang kuat dan quota data yang besar agar tetap bisa face to face dengan dosen melalui aplikasi yang available dengan aktivitas perkuliahan.
Keluhan dari mahasiswa pun mulai berdatangan, seperti boros paket data. Keluhan ini dilampiaskan didalam sosial media mereka masing-masing. Ada yang mengatakan, “Jika kuliah online terus diadakan tolong suplay kami data internet karena kami membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal) apa gunanya kami membayar jika kami hanya kuliah online terus?”.
Bahkan adanya yang memasang status dengan caption “Kampus LockDown, Tugas SmackDown, Mahasiswa Down, Kuota Sekarat, Ilmu tak dapat”. Bahkan ada juga yang mengupload video mengenai tanggapan kuliah online yang kira-kira isi videonya seperti ini “Buntu, Buntu, Buntu, Kuliah online Buntu atau dungu”. (https://www.kompasiana.com/)
Selain boros paket data, keluhan susah sinyal pun dirasakan oleh sejumlah mahasiswa di berbagai daerah yang memilih pulang kampung lantaran kebijakan kuliah daring tersebut tidak harus bertatap muka dengan dosen pengampu. Seperti mahasiswa warga Desa Kirak, Kecamatan Rantebulahan Timur, Kabupaten Mamasa, itu pun memutuskan membangun rumah pohon demi mendapat sinyal internet yang bagus.
“Jaringan baru bagus kalau berada di ketinggian,” kata Yeyen kepada Liputan6.com, Selasa (14/4/2020).
Mereka juga harus berjalan kaki berkilo-kilo meter untuk bisa mencapai puncak gunung di Desa Ratte, Kecamatan Tutar, Kabupaten Polman, untuk mendapat sinyal internet yang bagus demi bisa mengikuti kuliah online. Bahkan mereka harus menempuh medan yang sulit, termasuk jalan yang curam agar bisa sampai ke lokasi. (https://m.liputan6.com/)
Selain itu ada juga kisah mahasiswa di Yogya berjuang penuhi kuota internet demi kuliah daring, rela makan sekali sehari. Selama lebih kurang dua bulan dirinya sudah terbiasa dengan perut kosong. Bagi mahasiswi MMTC Yogyakarta ini justru lebih mementingkan ketersediaan kuota internet, daripada urusan perut. (https://0www.jogja.tribunnews.com/)
Dan yang paling menyisakan pilu teramat dalam adalah kisah seorang mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar berinisial RS meninggal dunia setelah dikabarkan terjatuh dari menara masjid di Kabupaten Sinjai, Sulsel. Mahasiswa asal Tana Ejaya, Kecamatan Tellulimpoe, Kabupaten Sinjai ini terjatuh saat berusaha mencari sinyal atau jaringan internet demi mengerjakan tugas kuliah secara online. (https://www.makassar.sindonews.com/)
Berbagai keluhan yang dirasakan oleh mahasiswa hingga berujung tragis, patut menjadi bahan evaluasi pemerintah bahawasanya kuliah daring kurang efektif dilaksanakan sebab kebijakan ini membebani mahasiswa bagi yang kesulitan mengakses internet.
Kebijakan ini juga tidak didukung dengan fasilitas yang memadai seperti jaringan internet yang belum menjangkau semua daerah. Belum lagi fasilitas laptop dan paket data yang dibutuhkan saat belajar dari rumah, karena tidak semua memiliki perangkat tersebut.
Kebijakan kuliah daring yang diterapkan selain membebani mahasiswa, mereka juga dibuat dilema, lantaran anjuran membatasi jarak, namun banyaknya tugas kuliah yang menumpuk menuntut segera diselesaikan. Alhasil, mengharuskan mereka keluar mencari koneksi internet.
Persoalan ini tentu menyita perhatian publik, apalagi sudah ada yang menjadi korban dari kuliah daring tersebut. Pemerintah harus mencari jalan keluar agar tidak ada lagi korban selanjutnya. Pemerintah sebagai pemilik tanggung jawab harus kembali pada terciptanya tujuan pendidikan yang ideal tanpa ada keluhan, beban, dan korban nyawa.
Pendidikan adalah Kebutuhan Dasar dan Hak Warga Negara
Bagi sebuah negara tentu mendambakan generasinya dapat menikmati layanan pendidikan dengan fasilitas memadai tanpa harus merogoh kocek untuk membayar biaya sekolah yang mahal dari jenjang sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Apalagi di situasi pandemi, negara harus memperhatikan dari segi biaya untuk memberi kemudahan pada rakyatnya agar tetap melaksanakan belajar mengajar tanpa ada keluhan dan beban.
Negara tidak boleh berlepas tangan dari kewajiban utamanya sebagai pelayan rakyat termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan yang menjadi kebutuhan dasar warga negaranya.
Negara harus tegas pada pihak-pihak yang ingin mengeruk keuntungan dari dunia pendidikan sebab bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan pada tingkat pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan tinggi semuanya harus terpenuhi baik ilmu maupun fasilitas pendidikan.
Sebagaimana yang tergambar dalam sistem pendidikan Islam, negara menyediakan fasilitas terbaik sebab pendidikan adalah salah satu kebutuhan primer bagi masyarakat. Negara akan menyediakan buku-buku terbaik, sarana dan perangkat pembelajaran terbaik, termasuk di dalamnya jaringan internet untuk akses online.
Negara akan menjamin tercegahnya pendidikan sebagai industri bisnis atau komoditi ekonomi, sebab pendidikan adalah investasi masa depan.
Oleh karena itu, negara akan fokus pada kebutuhan pendidikan, baik pendidik, peserta didik, maupun menyediakan fasilitas dan infrastruktur memadai dengan cuma-cuma alias tidak memungut biaya pendidikan, semuanya disalurkan secara gratis, sebab sudah menjadi tanggung jawab negara dalam memenuhi kebutuhan dasar (primer) warga negaranya.
Pendidikan dalam Situasi Pandemi
Negara harus bisa memastikan kemudahan dalam mengakses pembelajaran hingga kemaslahatan dalam pendidikan tercapai tanpa membebani biaya pendidikan yang mahal yang membuat rakyat mengelus dada.
Islam akan membuat semua komponen siap melayani kebutuhan primer masyarakat. Islam tidak akan memberi kesulitan akses terhadap pendidikan di tengah pandemi yang mengharuskan social dan physical distancing.
Sarana dan prasarana yang menjadi pendukung kebutuhan pada instansi pendidikan akan diberikan secara gratis oleh negara, termasuk perangkat pembelajaran dan akses internet secara online dari rumah.
Negara akan menyuplai quota data bagi setiap warga negara yang terkena dampak wabah agar tetap bisa fokus belajar dari rumah tanpa harus khawatir dengan jaringan internet yang memberikan layanan online, tanpa harus keluar rumah mencari sinyal internet, mereka akan tetap berada di rumah sebab negara telah menjamin apa-apa yang menjadi kebutuhan rakyat di masa pandemi sehingga masyarakat akan tetap terjaga dari wabah covid-19.
Di dalam Islam, negara bahkan menjadi pilar utama suksesnya pendidikan dan akan bertanggungjawab penuh dengan semua yang berkaitan dengan ilmu dan fasilitas pendidikan.
Islam tidak akan memberatkan warganegaranya dalam menyerap ilmu dan sains sebab dalam kurikulum pendidikan Islam, pengetahuan dan pelajaran diberikan sesuai dengan jenjang pendidikan, tidak seperti hari ini, baik siswa maupun mahasiswa diberi bahan ajar yang berat plus tugas menumpuk yang membuat mereka kewalahan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
Terlebih dalam situasi pandemi, baik pendidik maupun peserta didik akan tetap menjalankan fungsinya masing² tanpa ada rasa stress massal, keluhan hingga berujung kematian akibat dari beratnya tugas dan minimnya layanan akses internet.
Negara akan memastikan semua daerah terjangkau dengan layanan internet, sehingga mahasiswa yang menjadi subjek pendidikan akan merasa bersemangat mengerjakan tugas tanpa harus melalui drama membuat rumah pohon, berjalan berkilo-kilo meter ke puncak melewati medan terjal dan curam, bahkan memanjat menara masjid bertaruh nyawa hanya untuk mendapat sinyal atau jaringan internet yang berujung pada kematian.
Negara akan sungguh-sungguh menyiapkan generasi emas yang bahkan nyawa setiap rakyatnya akan dilindungi secara terhormat, sebab seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa saja yang dipimpinnya.Wallaahu a’lam bi ash-shawab.[]
*Aktivis Muslimah Papua
Comment