Mewaspadai Konflik di Musim Kampanye

Opini187 Views

 

 

Penulis: Nanik Farida Priatmaja, S. Pd |
Aktivis Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS COM, JAKARTA– Para pasangan calon presiden dan wakil presiden di pemilu 2024 kini tengah memulai masa kampanye. Tak lama lagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun akan menggelar debat capres-cawapres yang akan dilakukan sebanyak lima kali.

Kampanye berlangsung pada 28 November 2023 sampai 10 Januari 2024. Adapun kampanye di media elektronik, media cetak, dan media siber berlangsung pada 21 Januari sampai 10 Februari 2024 (Bawaslu Jambi, 27-11-2023).

Tak dimungkiri para kontestan pemilu akan bersaing ketat berebut dukungan rakyat di masa kampanye. Mengenalkan program kerja dan visi misi serta janji-janji manis untuk rakyat. Pencitraan diri atau saling serang antar paslon pun tak bisa dihindari.

Masa kampanye memang berpotensi memicu konflik antar pendukung paslon. Tak jarang terjadi gontok-gontokan di tengah masyarakat akar rumput secara lisan ataupun fisik akibat berbeda pandangan dan pilihan politik. Sebelum masa kampanye terkadang sudah bermunculan isu-isu panas dugaan kecurangan pemilu.

Bahkan Ketua KPU Hasyim Asy’ari menyebut kampanye sebagai arena konflik (KPU Kab-Gowa, 10-11-2023). Hal hal yang dinilai berpotensi melahirkan konflik di masyarakat adalah kampanye di medsos yang bermuatan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) serta yang mengandung ujaran kebencian.

Kepolisian seperti diberitakan Metro TV News (11-10-2023) telah memetakan 12 daerah rawan konflik Pemilu 2024, yaitu Jawa Timur, Aceh, Sulawesi Tenggara, Maluku, Kalimantan Barat, Bali, Jawa Tengah, Jakarta, Sumatra Utara, Jawa Barat, Sulawesi Utara, dan Papua.

Terwujudnya pemilu yang damai nyatanya hanya sebatas mimpi. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pesta demokrasi penuh tipu daya, kebohongan dan intrik demi meraih dukungan rakyat. Sudah menjadi rahasia umum para kontestan mengumbar janji-janji manis semisal kesejahteraan rakyat. Namun ketika terpilih, janji tinggal janji yang jauh dari harapan rakyat.

Tak jarang para pascalon menyampaikan fitnah dan kebohongan. Hal ini menunjukkan bahwa menghalalkan segala cara dalam memperoleh kemenangan lumrah terjadi.
Meski demikian rakyat masih saja tak menyadari bobroknya tingkah politisi dan tertipu janji-janji palsu masa kampanye. Rakyat masih saja memilih para politisi yang hanya pandai pencitraan meski sudah tahu bahwa janji-janji kampanye hanyalah pemanis yang tak akan terealisasi.

Janji-janji palsu dalam kampanye memang selalu terjadi setiap pemilu, pasalnya pemilu dalam sistem demokrasi sekuler menghalalkan segala cara demi meraih kekuasaan. Sehingga sistem demokrasi liberal yang lahir dari gagasan sekuker tak akan pernah mampu mencetak pemimpin amanah dan adil.

Dalam sistem demokrasi, pencitraan pada masa kampanye dianggap sangat penting. Pasalnya meraih kekuasaan adalah cara merealisasikan kepentingan penguasa meraup materi sebanyak-banyaknya. Wajar para politisi begitu luar biasa bersaing ketat demi mendapat dukungan rakyat.

Kondisi pemilihan pemimpin dalam sistem demokrasi sungguh berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang jabatan sebagai amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban kepemimpinannya. Islam melarang pemimpin yang tidak amanah.

Allah berfirman dalam surat Al Anfal ayat 27, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.”

Dalam upaya mewujudkan pemimpin amanah, Islam memiliki tata cara terbaik. Akidah Islam sebagai asas dalam pemilihan pemimpin yang akan menuntun dan mengarahkan para politisi sehingga berjalan sesuai syariat.

Politisi memahami bahwa setiap perilaku politiknya akan dipertanggung-jawabkan di hadapan Allah Swt. Sehingga politisi dalam sistem Islam akan memiliki profil bertakwa, amanah dan berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Tak akan terjadi pencitraan yang penuh kebohongan ataupun saling fitnah antar politisi.

Pemilihan pemimpin berasaskan akidah Islam akan menjadikan pelaksanaannya berjalan penuh kebaikan. Tidak akan ada konflik ataupun perpecahan antarpendukung. Sehingga, pemilihan pemimpin dalam Islam mampu membawa keberkahan.[]

Comment