Mewaspadai dan Solusi Gen-Z Terpapar FOMO

Opini52 Views

 

Penulis: Anti Riyanti, S.Pt | Praktisi Pendidikan

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Saat ini fenomena Fear of Missing Out (FOMO) telah menjadi salah satu tren signifikan di kalangan generasi Z. Dengan kehadiran teknologi digital, terutama media sosial, kecenderungan untuk merasa tertinggal atau tidak terlibat dalam kegiatan yang dianggap penting menjadi semakin nyata.

FOMO pada Generasi Z juga memiliki dampak signifikan pada kesehatan mental mereka. Tekanan untuk selalu online dan terlibat secara aktif di media sosial dapat menyebabkan stres, kecemasan, dan perasaan tidak memadai.

Mereka cenderung membandingkan diri mereka dengan orang lain yang mereka lihat dalam kehidupan daring. Sering kali melupakan bahwa banyak aspek kehidupan yang diposting di media sosial adalah representasi yang disaring dari realitas.

Mewaspadai FOMO

Beberapa ciri seseorang yang mengalami FOMO di antaranya selalu mengecek ponsel saat bangun tidur dan sebelum tidur, lebih peduli dengan media sosial daripada kehidupan nyata, selalu ingin tahu kehidupan orang lain dan tertekan untuk selalu hadir di setiap acara atau tren terbaru.

Survei UNICEF 2019 menemukan 35% remaja Indonesia mengalami kecanduan internet yang berdampak pada kesehatan mental. FOMO membuat remaja selalu merasa perlu memeriksa media sosial bahkan saat belajar dan bersosialisasi. Akibatnya muncul perasaan cemas, depresi, hingga gangguan tidur karena terbebani konten media sosial. Remaja perempuan rentan mengalami FOMO dan perbandingan diri yang merusak harga diri.

Beberapa studi menunjukkan korelasi antara tingginya tingkat FOMO dengan depresi, kecemasan, bermasalah dalam relasi sosial, gangguan tidur, dan berkurangnya konsentrasi pada remaja. Penelitian di Universitas Penn State pada 2018 menemukan bahwa remaja dengan FOMO tinggi, lebih mungkin mengalami kesedihan dan isolasi sosial. FOMO juga dikaitkan dengan ‘body image issues’ karena perbandingan diri yang berlebihan di media sosial.

Depresi dan kecemasan berasal dari FOMO membuat para remaja merasa tidak puas dengan pencapaian dalam kehidupan mereka saat ini dan merasa tertinggal dari orang lain. Perasaan ini dapat memicu atau memperburuk kecemasan dan depresi.

Remaja yang terlarut dalam FOMO biasanya lebih asyik berselancar dalam media sosial dan berada di dunia maya. Hal ini menyebabkan kurang berinteraksi secara langsung. Sehingga, bisa membuat hubungan sosial menjadi renggang dan menimbulkan masalah dalam relasi sosial.

Sementara gangguan tidur dipicu dari perilaku kecanduan dalam bermedia sosial. Seperti scroll TikTok sampai lupa waktu dan menyebabkan susah tidur atau sering terbangun untuk memeriksa ponsel. Ini berdampak pada kualitas tidur para remaja.

Kualitas tidur yang buruk dan masih adanya pikiran untuk bermedia sosial membuat seseorang sulit berkonsentrasi pada tugas atau aktivitas lainnya. Selain masalah mental emosional, kecanduan media sosial akibat FOMO juga berisiko menyebabkan gangguan fisik seperti sakit kepala, leher, dan mata, karena terlalu lama menatap layar gawai.

FOMO sendiri bisa terjadi karena beberapa faktor. Faktor utamanya karena para remaja ini kurang memiliki aktivitas positif, dan terlalu banyak menghabiskan waktunya dalam bermedia sosial.

Akhirnya mengalami ketergantungan bermedia sosial, lama-kelamaan menjadi kecanduan, dan sulit untuk lepas dari keberadaan media sosial.

Kecanduan bermedia sosial juga bisa memengaruhi para remaja untuk terlalu terpaku pada tren baru yang banyak bermunculan, dan takut untuk dianggap ‘kuno’ karena tidak mengikuti perkembangan tren yang ada.

Terfokuskan untuk mengikuti tren, akhirnya tertanam pada pemikiran mereka untuk selalu standby bermedia sosial, terutama dalam menyambut tren baru yang akan datang nantinya.

Berantas FOMO dari Akarnya

Sejatinya, akar munculnya gaya hidup FOMO adalah sistem liberal kapitalisme demokrasi. Sistem rusak ini mengakibatkan gen Z bergaya hidup bebas, hedonis, dan konsumtif. Semua kesenangan dunia mendominasi dan menjadi prioritas utama.

Akibatnya terjadi pengabaian potensi gen Z untuk berprestasi dan berkarya yang lebih baik, juga menghalangi potensinya sebagai agen perubahan menuju kebaikan.

Apalagi regulasi dalam sistem hari ini tidak memberikan perlindungan bagi gen Z, namun justru menjerumuskan gen Z pada lingkaran materiaslistik melalui sosial media yang menciptakan gaya hidup FOMO.

Untuk memberantas FOMO, edukasi mengenai dampak FOMO dan penggunaan media sosial yang sehat dan bijak mutlak diperlukan. Remaja perlu didorong untuk menemukan identitas dan kepercayaan diri mereka tanpa dibayang-bayangi perbandingan di media sosial. Dukungan teman sebaya dan keluarga juga diperlukan untuk saling mengingatkan bahaya FOMO.

Islam memandang Pemuda memiliki potensi luar biasa dan kekuatan yang dibutuhkan umat terlebih sebagai agen perubahan menuju kebangkitan Islam. Dengan disiplin dan kerja sama semua pihak, remaja dapat tetap menikmati kemudahan teknologi digital tanpa dibelenggu FOMO.

Kesehatan mental remaja harus dijaga agar mereka dapat berkembang optimal menjadi generasi emas bangsa. Dengan strategi yang tepat dan dukungan sosial, remaja dapat menikmati manfaat media sosial tanpa risiko FOMO yang merusak mental.

Islam memiliki sistem terbaik untuk melejitkan potensi gen Z, mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuan penciptaan dan mempersembahkan karya terbaik untuk umat dan Islam. Potensi ini dibutuhkan untuk membangun kembali peradaban gemilang yang pernah dicapai umat Islam pada masa lalu. Wallahualam bissawab.[]

Comment