Oleh: Hasriati,S.Pi, Relawan Media
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA— Kondisi perekonomian bangsa belum juga pulih bahkan makin terjun bebas akibat isu covid dan persoalan lain.
Meskipun pemerintah telah menggelontorkan dana stimulus, yang diharapkan dapat menggerakkan perekonomian melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Badan Pusat Statistik telah merilis, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 terkontraksi 2,07 persen dan di tahun 2021 kuartal I masih mengalami kontraksi 0,74 persen. Dengan demikian, selama empat kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonomi Indonesia minus.
Kontraksi pertumbuhan terdalam pada sektor transportasi dan pergudangan sebesar 15,04 persen selama 2020. Hal ini disebabkan pergerakan mobilitas masyarakat yang terbatas, dipicu oleh langkah PSBB yang diambil oleh pemerintah dan ketakutan masyarakat terpapar virus korona. Sektor selanjutnya yang sangat perpukul adalah akomodasi dan makan minum. Sektor ini tercatat kontraksi 10,22 persen sepanjang tahun 2020.
Pada tahun 2020 ekonomi di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara kontraksi 5,01 persen dan Pulau Jawa kontraksi 2,51 persen. Kedalaman kontraksi terbesar dialami oleh Provinsi Bali sebesar 9,31 persen. Disebabkan terhantamnya sektor pariwisata di masa pandemi. Pada tahun 2021 kuartal I pun, Bali yang sangat tergantung pada sektor pariwisata perekonomiannya masih terkontraksi cukup dalam yakni 5,16 persen.
Sektor akomodasi dan makan minum yang merupakan turunan usaha sektor pariwisata nampaknya lebih lama pulih. Tercatat pada kuartal I 2021 masih -7,26 persen.
Dari sinilah pemerintah menggaungkan upaya pemulihan pariwisata Dewata dengan Work From Bali (WFB). Sebanyak 25 persen ASN dari 7 kementerian diusulkan WFB. Kepala Biro Komunikasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menilai bahwa kebijakan WFB akan meningkatkan tingkat okupansi (keterisian kamar hotel) di wilayah tersebut.
Pihak Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi pun sudah melakukan nota kesepahaman sebagai upaya dalam mendukung peningkatan pariwisata The Nusa Dua Bali dengan prisip-prinsip Good Corporate Governance.
Namun kebijakan tesebut menuai kritikan dari berbagai kalangan. Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubuh Rahadiansyah (CNNIndonesia.com,22/05/2021) mengungkapkan bahwa Work From Bali bila diukur dengan cost dan benefit, biaya dan risikonya besar, karena menyangkut perkara kesehatan. Pasalnya penyebaran Covid-19 masih berkembang, ditambah bahaya adanya mutasi virus yang dibawa oleh wisatawan atau transmisi lokal.
Pernyataan yang sama berasal dari Ekonom Instititute for Development of Economics dan Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, bahwa anggaran APBN lebih baik digunakan untuk mendukung belanja kesehatan dan perlindungan sosial. Ini akan lebih membantu daripada digunakan untuk melakukan perjalanan dinas pegawai kementerian. Bhima memperediksi bahwa rencana Work From Bali hanya memberikan dampak kecil terhadap ekonomi Bali. Mengingat basis ekonomi di Bali merupakan pariwisata khususnya wisatawan manca negara (TribunBali.com, 24/05/2021).
Di samping itu, wacana WFB menjadi pro kontra lantaran kondisi keuangan negara yang sedang minim. Di tengah defisit APBN yang kian lebar, pemerintah berkomitmen melakukan pemangkasan pada anggran yang tidak prioritas, termasuk belanja perjalanan dinas. Efisiensi belanja perjalanan dinas dihemat untuk mengatasi pandemi. Karenanya kebijakan WFB tidak sejalan dengan kebijakan pemangkasan anggaran tersebut.
Pemangkasan anggaran perjalanan dinas 2021 menurut Menteri keuangan Sri Mulyani (Tribunnews.com,22/04/2021), mengalami penurunan tajam 35,6 persen. Dari Rp 3,1 triliun menjadi Rp 4,9 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya.
Oleh karena itu dari rencana pemerintah menggenjot pariwisata Bali, dengan jargon menyelamatkan Bali, mengirim ASN untuk ‘wisata sambil bekerja’ dinilai telah mengabaikan beban defisit APBN.
Dengan demikian wajar ketika muncul pertanyaan publik, benarkah kebijakan tersebut demi menyelamatkan ekonomi rakyat atau bisnis pengusaha?
Meski pemerintah mengklaim bahwa tujuan WFB memiliki maksud baik, yaitu untuk menghidupkan sektor wisata dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali yang terpuruk namun WFB perlu dikaji ulang.
Karena seyogianya, fokus penuntasan mengatasi wabah yang solutif, menjadi kunci mengatasi kelesuan ekonomi karena pandemi di seluruh wilayah nusantara.Wallahu A’lam bishshawab.[]
Comment