Menyoal Kenaikan Harga Pangan Jelang Ramadan

Opini173 Views

 

Penulis: Yuni Damayanti | Pemerhati Sosial

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan peringatan dini terkait potensi kenaikan harga sejumlah komoditas pangan menjelang bulan Ramadan 2025. Adapun komoditas pangan yang menjadi perhatian utama adalah telur ayam ras, daging ayam ras, cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng.

Pasalnya, seperti ditulis rubricnews (7/2/2025), sejumlah pangan tersebut diprediksi akan mengalami lonjakan harga akibat meningkatnya permintaan selama bulan puasa dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Kenaikan harga bahan pokok di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin), Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, terpantau mengalami lonjakan signifikan. Kenaikan harga paling mencolok terjadi pada minyak goreng dan gula, yang terus naik dalam beberapa minggu terakhir.

Syamsiah, seorang pedagang di Pasar Tamrin, mengungkapkan bahwa kenaikan harga sudah mulai terjadi sejak dua minggu lalu. Menurutnya, kondisi tahun ini jauh lebih parah dibanding tahun-tahun sebelumnya.

“Setiap menjelang Ramadhan memang selalu ada kenaikan harga, tapi kali ini terasa paling parah,” ujarnya sebagaimana diuangkap tribunkaltim.com (7/2/25).

Mengapa kenaikan harga menjelang Ramadhan selalu berulang seolah tidak bisa diantisipasi? Hal ini menunjukkan adanya masalah pada pendistribusian barang sehingga berpotensi terjadi kelangkaan dan menyebabkan kenaikan harga barang. Meningkatnya jumlah permintaan menjadi alasan klise meningkatnya harga barang.

Negara juga absen dalam pengaturan rantai distribusi pangan sehingga para spekulan/mafia pangan yang notabene sebagiannya korporasi pangan itu sendiri menjadi tumbuh subur. Praktik spekulasi dan kartel pangan sukar dihilangkan karena regulasi yang ada condong memihak korporasi untuk tidak mengatakan lebih memiliki power daripada pemerintah.

Penimbunan bahan pangan yang berakibat melambungnya harga pun sangat sulit ditertibkan. Melonjaknya harga telur saat ini tidak terlepas dari keberadaan korporasi integrator yang menguasai rantai penjualan produk-produk peternakan sehingga merusak harga pasar.

Dengan dominasi sektor pangan di tangan semua korporasi tersebut, bagaimana mungkin pemerintah mampu menstabilkan harga pangan ketika mayoritas pasokan pangan tidak berada dalam kendali negara?

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan pernah menyatakan, sulit bagi pemerintah menstabilkan harga sebab pemerintah tidak dapat menguasai 100% produk pangan. Bahkan, sebaliknya, pemerintah justru menunjukkan dependensi pada korporasi.

Selain itu, penegakan sanksi yang lemah makin meleluasakan para pelaku kejahatan pangan untuk beroperasi. Sanksi yang dijatuhkan tidak berefek jera dan sifatnya pun tebang pilih. Hukum hanya menjerat pelaku kecil, tetapi para kartel dan mafia kelas kakap sangat sulit ditindak secara tegas. Kalau pun ada, hal itu tidak lepas dari kepentingan politis.

Belajar menjaga kestabilan pangan dengan Islam, secara prinpsip kunci kestabilan pangan dan ketersediaanya terletak pada berjalannya fungsi negara. Dalam Islam, pemimpin adalah rain (pengurus rakyat) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Dalam hadits dikatan, “Khalifah itu laksana perisai tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim)

Pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan, baik kuantitas maupun kualitas. Artinya, sebagai pelindung rakyat, negara harus hadir menghilangkan dharar (bahaya) di hadapan rakyat, termasuk ancaman hegemoni ekonomi. Negara dalam konsep islam, tidak akan membiarkan korporasi menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan sepihak.

Kedua fungsi ini harus diemban oleh seluruh struktur negara hingga unit pelaksana teknis. Oleh karenanya, keberadaan badan pangan seperti Bulog pun harus menjalankan fungsi pelayanan bukan menjadi unit bisnis. Kalaupun lembaga pangan ini melaksanakan fungsi stabilisator harga dengan operasi pasar, harus steril dari tujuan mencari profit dan atau politis.

Beberapa kebijakan yang diambil negara dalam konsep Islam – untuk menjaga stabilitas harga adalah pertama, menjaga ketersediaan stok pangan agar supply and demand stabil, di antaranya dengan menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal, baik dengan intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian ataupun dengan impor yang memenuhi syarat sesuai panduan syariat.

Kedua, menjaga rantai tata niaga, yaitu dengan mencegah dan menghilangkan distorsi pasar. Di antaranya melarang penimbunan, melarang riba, melarang praktik tengkulak, kartel, dsb. Disertai penegakan hukum yang tegas dan berefek jera sesuai aturan Islam.

Islam memiliki struktur khusus untuk dan dalam hal ini, yaitu Kadi Hisbah yang di antaranya bertugas mengawasi tata niaga di pasar dan menjaga agar bahan makanan yang beredar adalah makanan yang halal dan thayib.

Hal yang tidak kalah penting adalah peran negara mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat bermuamalah. Dengan pemahaman tentang konsep bermuamalah, masyarakat akan terhindar dari riba, konsumsi makanan haram, serta tidak panic buying yang bisa merugikan orang lain.

Dengan peran dan fungsi yang diimplementasikan tersebut, harga pangan akan stabil.[]

Comment