Menjadi Pelaku Pelecehan, ke Manakah Hilangnya Fitrah Pengasuhan Ibu?

Opini157 Views

 

 

Penulis:  Rizka Adiatmadja | Praktisi Homeschooling

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Semakin hari, kriminalitas semakin tidak masuk akal dan brutal. Biasanya penjahat itu orang asing, yang tidak mungkin merusak orang yang disayang memiliki masa depan kelabu dan terbuang. Bagaimana bisa, seorang ibu sebagai pemilik kasih sayang dan kelembutan, luas hati menghancurkan anak yang dilahirkannya hingga melupakan moralitas dan kewarasan?

Ibu melecehkan anaknya, kenapa bisa? Meskipun hanya dua peristiwa yang viral, tetapi itu sudah membuktikan jika manusia mengalami kemunduran yang fatal. Bukan lagi orang asing yang membentuk sampah masyarakat, tetapi ibu sang aktor utama pengasuhan yang menjerat.Tega merusak moral darah daging sendiri, langsung dari dalam rumah tanpa rasa bersalah. Naudzubillah, tsuma naudzubillah!

Dikutip dari liputan6.com – Ada dua ibu muda yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. AK (26) dan R (22), keduanya mengaku kepada polisi, tergiur dengan iming-iming sehingga nekat melakukan hal yang tidak bermoral. Ajakan tersebut bermula dari teman Facebook yang bernama Icha Shakila.Tentu dalih yang dijadikan sebagai umpan adalah upah atau bayaran yang tinggi.

Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak sebagai Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, sudah memeriksa pemilik akun Icha Shakila dengan inisial S, seorang wanita yang berdomisili di Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (9 Juni 2024)

Dikutip juga dari detik.news.com – R (22) di Tangerang Selatan, Banten, melecehkan balita laki-laki yang berusia 4 tahun. Kemudian kejadian yang sama dilakukan olek AK (26), yang keji mencabuli putranya sendiri berusia 10 tahun di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Kawiyan sebagai Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan keprihatinannya atas banyaknya kasus pelecehan seksual yang menimpa anak-anak dan dilakukan oleh orang tuanya sendiri. (9 Juni 2024)

Lagi dan lagi kehidupan yang diatur oleh sistem sekularisme dan sistem perekonomian kapitalisme senantiasa meniscayakan kekejian, menghalalkan perbuatan amoral yang menyeramkan, bahkan lebih hewani dari hewan itu sendiri.

Sebelumnya, mayoritas korban kriminalitas adalah ibu dan anak. Kini, ibulah yang menjadi pelaku dan membuat kita tak berhenti kaget alias terbelalak.

Dari kisah menantu laki-laki yang berzina dengan mertua perempuan. Kisahnya sempat viral dan mungkin sampai kini belumlah usai.

Tak sedikit pula ibu yang kejam menjual anak gadisnya sendiri kepada laki-laki hidung belang. Bahkan, ada ibu yang rela mendokumentasikan anak gadisnya yang belasan tahun dizinai oleh sang pacar, demi hasrat seksual si ibu yang kesepian.

Entah berapa banyak lagi kasus serupa yang tersembunyi dan teramat keji. Mengapa seorang ibu yang sejatinya sebagai pusat cinta berubah liar menjadi pengusung malapetaka keluarga dan buah hatinya?

Fitrah indah itu sudah hancur berantakan. Ibu adalah rumah dan tempat pulang sudah berubah menjadi predator yang menyeramkan.

Ibu adalah guru pertama bagi buah hatinya. Sosok yang selalu melindungi dan menjaga sepenuh hati. Tonggak pengasuhan dan pendidikan ada dalam genggamannya. Ibu ibarat ladang yang memiliki tanah gembur sehingga sang anak sebagai tanaman bisa tumbuh dengan subur.

Ibu selalu berjuang untuk cerdas agar bisa menciptakan generasi berkualitas. Cerdas artinya menjadikan iman dan takwa sebagai pijakan dalam menjaga sang penerus masa depan dan keluarga.

Kasus demi kasus mengerikan di atas, teramat melanggar batas. Lepas norma dan juga agungnya pemahaman agama. Begitulah tujuan sekularisme dan kapitalisme menguasai hidup manusia.

Agama menjadi hal tabu dan kolot jika dilibatkan dalam mengatur hidup manusia. Sebab, bagi sekularisme kebebasan adalah tujuan dan pusatnya kebahagiaan. Tak sadar, jika semua adalah semu dan palsu yang menjerat manusia masuk pada lingkaran sesatnya fitrah kehidupan. Tak terkecuali ibu, sang pemilik kelembutan kalbu.

Aturan diciptakan, ternyata tak satu pun masalah bisa dituntaskan. Tayangan pornoaksi dan pornografi bisa diakses tanpa hambatan. Undang-undang diciptakan, bongkar pasang tidak karuan. Ujung-ujungnya, manusia semakin ada di titik kemunduran.

Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sudah disahkan, tetapi tak sedikit pun menuntaskan permasalahan. Tindakan kekerasan seksual semakin tinggi, bahkan yang dilakukan oleh seorang ibu yang seharusnya menjadi pemilik cinta sejati.

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, dari Malik dari Abdullah bin Dinar, dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah ﷺ berkata.

“Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka, seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka, seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan ia bertanggung jawab atas mereka.

Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya, dan ia bertanggung jawab atasnya. Maka setiap dari kalian adalah adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Abu Daud No. 2539, sanad sahih menurut Muhammad Nashiruddin Al Albani).

Sistem Islam memandang bahwa kaum ibu adalah sosok mulia yang mengemban tugas penting dan luar biasa. Peranan laki-laki sebagai pencari nafkah akan senantiasa ditopang dengan lapangan kerja yang leluasa oleh negara sehingga tak akan ada kisah ibu yang terpaksa melakukan aksi amoral demi menutupi kebutuhan finansial.

Islam membentuk tatanan ekonomi yang melahirkan keberkahan. Tidak menjadikan kaum ibu ibarat sapi perahan. Harus taat kepada suami dan mengurus rumah tanpa keluh kesah. Mengasuh harus paripurna dan tidak boleh lelah. Berjuang mencukupkan keuangan seperti layaknya pencari nafkah. Jika suami dan ahli waris tidak sanggup memberi nafkah maka negaralah yang bertanggung jawab memenuhinya.

Tak akan ada mental dan kewarasan yang lenyap seketika. Perbuatan keji dan kejam tak akan dipilih untuk meniadakan derita. Keimanan tidak rentan tanggal karena peranan laki-laki dan perempuan tidak terbalik. Sehingga tak akan ada fitrah utama yang tercabik-cabik. Sebab, negara menuntaskan semua kewajibannya dengan maksimal dan optimal.

Betapa sejarah keemasan kenabian, telah membuktikan mampu membentuk kaum ibu yang berkualitas dan penuh keteladanan. Seorang ibu yang pertama kali beriman kepada risalah Rasulullah adalah Khadijah binti Khuwailid, istri beliau tercinta. Ibu yang pertama kali mati syahid adalah Sumayyah, ibunda sahabat ‘Ammar bin Yasir.

Banyak kisah yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Tentang sosok ibu luar biasa. Tentang Maryam binti Imran, ibunda dari Nabi Isa alaihi salam, prinsip akidah Islam yang diajarkan begitu mendalam. Pun Asiyah binti Muzahim, istri Firaun. Keteguhan yang luar biasa karena iman menjadi pijakan utama. Tak ketinggalan kisah yang mengajak kaumnya pada kemilau tauhid.

Sistem Islam benar-benar memuliakan kaum ibu, memberikan porsi keadilan tanpa ketimpangan. Sehingga membuat para ibu berlomba-lomba dalam tugasnya sepenuh ketakwaan tanpa rasa beban yang membelenggu.

Maka, sudah seharusnya kita semua sadar untuk mengembalikan tatanan kehidupan pada aturan yang hakiki agar bisa mengembalikan fitrah ibu kembali pada posisinya sebagai pengemban sejati. Wallahu a’lam bisshowab.[]

Comment