Penulis : Hardita Amalia Sriayu Lestari, M.Pd.I | Penulis, Dosen, Fasilitator Sekolah Penggerak Kemdikbudristek
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Massifnya fenomena Bullying masih meningkat di Indonesia. Tahun 2023, KPAI menerima laporan pengaduan sebanyak 3877 kasus, dengan 329 kasus di antaranya terkait kekerasan pada Klaster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama.
Tiga aduan tertinggi melibatkan anak korban perundungan di satuan pendidikan (tanpa LP), anak korban kebijakan, dan anak korban pemenuhan hak fasilitas pendidikan.
Tidak hanya itu,pada 10 Januari 2024, seorang siswi salah satu SMA di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, menjadi korban perundungan atau bullying oleh alumni hingga didorong dan jatuh ke tempat sampah.
Aksi bullying ini seperti ditulis kompas (16/1/2024), direkam oleh diduga teman-teman pelaku. Alih-alih menolong, perekam video justru menertawakan korban. Kapolsek Ciputat Timur Kompol Kemas Arifin mengatakan peristiwa tersebut terjadi pada Rabu (10/1). Korban sudah melapor ke pihak kepolisian.
Sungguh begitu ironis, fakta bullying yang massif terjadi di satuan pendidikan di Indonesia. Menurut penulis, ada faktor penyebab yang masib terjadi di Indonesia yakni kondisi keluarga yang tidak sehat.
Pengalaman negatif di lingkungan keluarga, seperti kekerasan, konflik berkelanjutan, atau pengabaian, dapat mempengaruhi cara individu memperlakukan orang lain di luar keluarga. Anak-anak yang mengalami kekerasan atau pengabaian di rumah cenderung menunjukkan perilaku agresif atau bullying.
Individu dapat terpengaruh oleh orang-orang di sekitar mereka yang terlibat bullying, baik itu dalam lingkungan sekolah, masyarakat, atau media.
Menjadi bagian dari kelompok atau lingkungan di mana bullying dianggap sebagai norma dapat mendorong seseorang untuk mengikuti contoh tersebut.
Perilaku bullying dapat memberikan rasa kuasa dan pengendalian kepada pelaku. Mereka mungkin merasa puas ketika dapat mendominasi atau mempengaruhi orang lain, bahkan jika itu mengakibatkan penderitaan bagi korban.
Beberapa orang mungkin kurang memahami dampak emosional dan psikologis dari perilaku bullying terhadap korban. Kurangnya empati dan pengetahuan tentang bagaimana tindakan mereka mempengaruhi orang lain dapat memicu perilaku bullying.
Beberapa gangguan mental, seperti gangguan perilaku, gangguan kepribadian, atau kecenderungan psikopatik, dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk mengontrol perilaku agresif dan menghasilkan perilaku bullying.
Budaya atau lingkungan yang mendorong persaingan yang ekstrem, ketidaktoleran terhadap perbedaan, atau penolakan terhadap kelompok atau individu tertentu dapat memperkuat perilaku bullying dan masih banyak lagi faktor lain.
Penguatan akidah Islam dan akhlak bagi peserta didik sangat penting, maka perlu kerjasama orang tua di rumah, guru di sekolah dan aturan yang komprehensif oleh pemerintah menjadi solusi bagi tuntasnya permasalahan bullying di Indonesia.[]
Comment