Mengkritisi Makna Pemberdayaan Perempuan

Opini274 Views

 

 

Penulis: Zehra Hatun | Aktivis Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Di zaman serba susah ini banyak perempuan bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup. Perempuan harus siberdayakan dengan bekerja.

Pimpinan cabang Fatayat Nadlatul Utama (NU) seperti ditulis jabar.nu.or.id (29/2/2024) mengatakan, perlunya perempuan masakini berdaya dan memiliki kualitas hidup yang lebih unggul serta memiliki wawasan yang lebih luas.

Lalu, apakah ide tersebut merupakan dorongan yang tepat untuk meningkatkan kualitas hidup? Tentu saja hal ini patut kita kritisi mengingat sistem yang digunakan mengacu pada materialisme. Apakah ide ini hanya untuk mengamankan ekonomi negara dalam rangka mewujudkan agenda kapitalis Barat?

Dengan demikian, perempuan menjadi target untuk bekerja demi kepentingan ekonomi negara itu sendiri. Semakin banyak wanita bekerja tentunya pemasukan negara akan bertambah seiring bertambahnya wajib pajak. Sehingga tidak peduli perempuan yang bekerja, yang penting pendapatan negara semakin bertambah.

Banyak perempuan berbondong melamar pekerjaan demi memenuhi tuntutan kehidupan sementara masih banyak laki laki yang bertanggung jawab mencari nafkah sulit mendapatkan pekerjaan. Ide kesetaraan gender tanpa disadari masuk ke dalam pikiran kaum muslimah.

Hal itu menjadi pembenaran bagi perempuan untuk menghabiskan waktunya dari pagi hingga malam hanya untuk bekerja.

Kapitalisme juga telah merubah cara pandang perempuan masa kini. Sebagian bekerja bukan hanya untuk alasan ekonomi, tapi juga untuk mendapatkan prestise dan kepuasan pribadi.

Islam tidak mengharamkan perempuan bekerja. Dalam Islam, mubah bagi perempuan bekerja. Tentunya dengan beberapa syarat, yaitu adanya izin dari suami atau wali, terpenuhinya kewajiban utama perempuan sebagai ummun warobbatul bayt (ibu dan pengurus rumah tangga), dan tidak melanggar hukum syara’ lainnya seperti menutup aurat, tidak khalwat (berduaan dengan lawan jenis) dan tidak ikhtilat (campur baur dengan lawan jenis).

Pada kenyataannya, banyak kaum muslimah tidak memperhatikan syarat tersebut. Banyak dari kaum muslimah yang melalaikan tugas utamanya di rumah sehingga banyak menimbulkan mudhorot daripada manfaatnya.

Mereka hanya disibukkan dengan kerja yang harusnya diemban oleh laki laki. Tujuan bekerja bergeser bukan lagi membangun peradaban, tapi memenuhi tuntutan kehidupan dan memenuhi hawa nafsu.

Dalam sistem kapitalis jam kerja untuk perempuan tidak ada bedanya dengan laki laki.  Waktu dalam konsep kapitalisme adalah uang. Dampaknya, seorang ibu tentu tidak maksimal memberi perhatian dan kasih sayang kepada anaknya.

Waktunya habis untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup yang makin sulit. Tentu saja ini mempengaruhi fitrah perempuan yang sesungguh memiliki tugas mulia dan penting dalam upaya  membangun peradaban.

Islam sangat memuliakan perempuan. Dalam Islam perempuan tidak perlu pusing terhadap masalah nafkah karna itu kewajiban seorang suami. Jika seorang perempuan belum menikah maka kewajiban itu jatuh kepada walinya. Jika bekerjapun pastinya pada bidang yang memang diperuntukkan bagi perempuan seperti perawat, bidan, guru dan lainnya.

Dalam Islam perempuan juga didorong untuk memiliki wawasan yang luas dan tentu berbeda tujuan dari sistem kapitalisme yakni untuk mencetak generasi emas yang akan melanjutkan kehidupan berlandaskan ideologi Islam kaffah.

Dengan begitu barulah tereujud kehidupan yang berkualitas dan mampu memberdayakan perempuan. Wallahu a’lam bishowab.[]

Comment