Penulis: Devi Fitriani Kusnadi | Mahasiswi Ma’had Pengkaderan Da’i Cinta Quran Center
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Ibu, Bunda, Emak, Umi, Mamah dan banyak lagi sebutan untuknya, sosok penuh kelembutan yang rela berkorban segalanya bahkan nyawa sekalipun untuk anak-anaknya. Ibu memiliki peran sentral yang luar biasa bagi keluarga bahkan bagi peradaban, sama halnya dengan ayah. Keduanya memiliki peran yang luar biasa demi keberlangsungan semuah keluarga.
Hingga ada hari khusus yang diperingati sebagai hari ayah dan hari ibu. Hari Ibu di Indonesia merupakan salah satu agenda nasional yang diperingati setiap 22 Desember setiap tahunnya. Asal usulnya bearasal dari Kongres Perempuan ketiga di Bandung tahun 1938.
Peringatan Hari Ibu tahun 2023 masih bertemakan pemberdayaan ekonomi ibu, “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”. Setidaknya sudah 6 tahun sejak 2017, peringatan hari ibu selalu bertemakan demikian. Ini karena perempuan kini dianggap sebagai tulang punggung perekonomian keluarga, juga negara. Bahkan di tahun 2022 selain tema utama, ada subtema lainnya. Subtema satu, ”Kewirausahaan Perempuan: Mempercepat Kesetaraan, Mempercepat Pemulihan“, subtema dua, “Perempuan dan Digital Economy”, subtema tiga, “Perempuan dan Kepemimpinan”, dan subtema empat, “Perempuan Terlindungi, Perempuan Berdaya”.
Dilansir dari laman www.muslimahnews.net, aktivis muslimah Ustadzah Ratu Erma Rahmayanti memberikan tiga catatan kritis terhadap tema peringatan Hari Ibu ke-94, tahun lalu.
Pertama, dari tema tersebut kita melihat bahwa ada cara pandang pragmatisme melihat persoalan bangsa, yaitu suatu cara berpikir yang menjadikan fakta sebagai sumber hukum.
Beliau menyatakan apa yang mereka ajukan sebagai sebuah persoalan bangsa, yaitu rendahnya akses perempuan terhadap ekonomi, perempuan terdiskriminasi, kemiskinan keluarga dan lain-lain, fakta-fakta tersebut yang dijadikan sumber berpikir untuk kemudian melakukan tindakan penyelesaian.
Kedua, perempuan difokuskan kepada aktivitas publik serta tidak menganggap penting fungsi domestik. Fungsi domestiknya tidak dianggap penting, justru malah dipersoalkan. Fungsi melayani suami, mengurusi keperluan anak, menata rumah tangga, dan lain-lain itu dianggap sebagai penyia-nyiaan waktu dan tenaga perempuan karena pekerjaan itu tidak dibayar.
Saat perempuan berpaling pada fungsi publik justru di situlah banyak masalah terjadi, seperti masalah hubungan suami istri, masalah anak dan orang tua, dan masalah kualitas generasi. Tidak sedikit latar belakang anak-anak yang melakukan kriminalitas itu karena tidak utuhnya kondisi keluarga. Ibunya kerja ,ayahnya kerja, tidak fokus pada pendidikan.
Ketiga, perempuan dipandang sebagai aset ekonomi, hampir setengah rakyat Indonesia adalah perempuan. Kalau ditinjau dari segi ekonomi tentu ini akan menjadi aset bagi bangsa.
Jadi, perempuan ditempatkan sebagai faktor produksi. Maraknya perempuan bekerja disambut baik oleh pemerintah dengan memandangnya sebagai bentuk kontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan skill atau kemampuan pada kaum perempuan bekerja tersebut.
Peran aktif peran perempuan dalam dunia kerja dianggap menjadi kunci kemakmuran dan kesuksesan di sektor privat dan publik, namun apakah kontribusi perempuan harus diarahkan pada bekerja.
Dikutip dari salah satu video di youtube Muslimah Media Center (MMC), Kesejahteraan dan perlindungan terhadap kaum perempuan di negeri ini masih menjadi persoalan, pasalnya tidak sedikit perempuan yang harus mengadu nasib dengan bekerja menjadi buruh, pembantu rumah tangga hingga menjadi tenaga kerja wanita (TKW) demi bertahan hidup.
Ada yang spesial dari PHI (Peringatan Hari Ibu) tahun ini. Kementerian PPPA menggelar kegiatan “merayakan perempuan” di Istora Senayan pada 14-11-2023 sebagai kickoff PHI dengan menghadirkan 7.000 perempuan dari berbagai profesi, kalangan, dan usia, sebagai ekspose kemajuan perempuan dan sebagai sumber daya potensial pembangunan.
Menurut Menteri PPPA, kegiatan “merayakan perempuan” ini diharapkan menjadi ruang untuk menunjukkan kepada publik tentang kekuatan perempuan sebagai pilar yang berkontribusi mencapai kemajuan dan kejayaan bangsa. Bahwa dari waktu ke waktu sudah banyak kemajuan dan prestasi yang ditorehkan dan dicapai oleh perempuan.
Perempuan merupakan pilar kemajuan dan kejayaan suatu bangsa. Akan tetapi, dengan berbondong-bondongnya perempuan ke ranah publik dan meninggalkan peran domestik mereka sebagai ibu pendidik generasi, justru yang akan didapatkan bukanlah kemajuan, melainkan kemunduran. Artinya, bukan memperkuat bangsa, tetapi justru melemahkannya.
PHI seharusnya mengingatkan kita semua betapa besar jasa seorang ibu yang sudah berjuang sejak anak masih berada di dalam rahimnya, kemudian berjuang melahirkannya. Sungguh itu merupakan perjuangan antara hidup dan mati. Tidak berhenti sampai di situ, ibu juga masih harus berjuang untuk mengasuh, merawat, menjaga, mendidik, dan membesarkan anaknya hingga dewasa. Inilah peran utama seorang perempuan, yakni menjadi ibu, pengasuh, penjaga, sekaligus pendidik generasi. Sungguh peran yang sangat mulia.
Namun nyatanya, PHI justru diarahkan agar kaum ibu tidak fokus pada perannya sebagai pendidik generasi. Ini tampak jelas dari tema yang diusung pada PHI, yakni “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”. Perempuan berdaya yang dimaksud tentu saja bukan berdaya menjadi ibu dan pendidik generasi, melainkan menjadi perempuan produktif dari sisi memiliki penghasilan, punya karier, jabatan, kedudukan secara sosial ekonomi ataupun politik, dan mampu bersaing dengan kaum laki-laki di berbagai sektor kehidupan.
Pemberdayaan ibu dalam Islam bukan semata dengan menjadikan mereka produktif menghasilkan materi, melainkan menjadikan para ibu optimal dalam seluruh perannya yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunah. Inilah sudut pandang yang lahir dari akidah Islam bahwa tolak ukur perbuatan seseorang bukan berdasarkan keuntungan materi, tetapi berdasarkan halal dan haram.
Setidaknya ada tiga peran ibu yang jika amanah ini maksimal dijalankan, niscaya persoalan akan terselesaikan. Peran ummun wa robbatul bait, yaitu seorang ibu dan manager rumah tangga. Perempuan telah Allah Taala titipkan rahim untuk mengandung dan melahirkan seorang anak, maka pengasuhan kepada anak-anaknya adalah perkara yang wajib.
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS At-Tahriim: 6).
Begitu pun fungsinya sebagai robbatul bait, yaitu mengatur rumah tangga. Ibu harus menciptakan rumah agar nyaman dan kondusif bagi penghuninya untuk beribadah dengan optimal. Di bahu ibulah seluruh anggota keluarga mendapatkan aliran kasih sayang yang melimpah.
Kedua, peran ibu sebagai madrosatul ula. Hafiz Ibrahim mengungkapkan “Al-Ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq”. Artinya, ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.
Ketiga, peran ibu sebagai ummu ajyal atau ibu generasi. Seorang ibu pun harus juga peduli dengan anak-anak kaum muslim lainnya. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa bangun di pagi hari tidak memikirkan urusan kaum muslimin maka dia bukan golonganku.” (HR Ath-Thabrani). Wallahu’alam bishowab.]]
Comment