Mengambil Hikmah Dari Kisah Pengorbanan Nabi Ibrahim Terhadap Ismail

Opini1019 Views

 

Oleh: Meizura Mochtar, Employee of Masjid Muslim Billionaire

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Cara masing-masing insan mengambil ilmu kehidupan dari hikmah keikhlasan Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim, tentu berbeda.

Mungkin ada yang menganggap biasa saja, bahkan mungkin juga ada yang menilai cerita keteladanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail cuma sekedar dongeng belaka. Na’udzubillah.

Namun adakah sedikit terlintas di benak kita untuk sejenak merenungkan ada apa di bbalik hikmah terbesar dari kisah istimewa di sepanjang sejarah pengorbanan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail?

Mari kita telisik. Ismail adalah cerminan seluruh harapan dan cinta dari Nabi Ibrahim. Benar. Karena Nabi Ismail adalah anak yang kehadirannya teramat sangat diharapkan oleh Nabi Ibrahim, dengan masa dan rentang penantian yang begitu panjang.

Bayangkan saja, seorang anak yang paling dicintai sepenuh jiwa raga dan telah lama dinanti-nanti kehadirannya.  Nabi Ismail terlahir saat usia Nabi Ibrahim hampir 100 tahun.

Tiba-tiba saja anak yang diharapkan itu diperintahkan oleh ALLAH untuk disembelih. Bagaimana kira-kira remuk redamnya hati Nabi Ibrahim AS mendengar perintah itu?

Namun luar biasa, di tengah kehancuran hati yang menghantam Nabi Ibrahim, ia tetap mengabaikan kepedihan perasaannya dengan mengutamakan ketaatannya kepada Allah SWT.

Sungguh Nabi Ibrahim adalah wujud hamba Allah yang hatinya penuh dengan keikhlasan dan ketaatan kepadaNya.
Tanpa alasan. Tanpa nanti. Tanpa tapi.
Ibrahim AS patuh dengan ketundukan mutlak.

Setuju. Maka saya mengajak para pembaca untuk mengambil hikmah istimewa dari kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ini melalui sudut pandang yang lain.

Bahwa sebenarnya, masing-masing dari kita pasti memiliki Ismail. Ismail di sini kita ibaratkan sebagai segala sesuatu yang sangat melekat dan paling dicintai oleh diri sendiri.

Misalnya zona nyaman seseorang.
Bisa jadi itulah ismail bagi dirinya.
Ia sangat mencintai zona nyamannya, tidak mau terlepas dari sana dan berharap selalu terikat dengan zona nyamannya kapan dan di mana pun.

Atau seorang ibu yang terlalu mudah untuk mengiyakan setiap keinginan anaknya. Tidak bisa bilang tidak, sehingga jika sang anak sudah meminta pasti diusahakan untuk dituruti.

Maka ismail mana dari diri kita yang sekiranya sudah tiba saatnya untuk disembelih?

Contoh yang paling dekat adalah sifat atau rasa tidak tegaan dalam diri kita. Terkadang sifat ini begitu kuat menempel dalam diri seseorang hingga  mendarah daging dan teramat sangat nyaman dengan sifat tersebut.

Hal ini bisa disebut Ismail dalam diri seseorang. Maka sudah waktunya sifat tersebut disembelih dan dikorbankan agar memiliki ketegasan dalam bersikap.

Menolong orang lain memang wajib, tapi jangan sampai kelemahan dari sifat tidak tegaan itu menjadi boomerang karena seringkali disalahgunakan.
Nah, apa ismail yang kalian miliki?
Sembelihlah ismail mu dan jangan ada keraguan.

Bismillaah. Semoga ismail yang ada pada diri kita masing-masing, yang sudah kita sembelih penuh keyakinan, akan digantikan oleh Allah dengan pribadi baru yang lebih baik lagi.

Sebagaimana ketika Nabi Ibrahim diperintahkan untuk menyembelih Nabi Ismail, Allah menggantinya dengan seekor Domba. Selamatlah Nabi Ismail dan Nabi Ibrahim dari pengaruh hawa nafsu yang terlalu mencintai dunia. Wallahu ‘Alam Bishawab.[]

Comment