Mengaktivasi Peran Gen Z Dalam Perjuangan dan Dakwah Islam 

Opini97 Views

 

Penulis: Anisa | Aktivis Remaja

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sejatinya, pemuda atau yang sering disebut Gen Z itu merupakan generasi yang penuh dengan semangat, generasi penerus dan generasi yang identik dengan perubahan. Mereka mempunyai banyak peran sebagai agen pengubah (Agen Of Change). Harusnya mereka mampu untuk melakukan perubahan hakiki dan mendakwahkan Islam kaffah di tengah umat.

Namun seperti yang kita lihat pada hari ini, generasi tersebut jauh dari kata mampu bahkan sangat jauh dari nilai nilai Islam itu sendiri, karena banyaknya persoalan yang mereka hadapi.

Dilansir dari laman kompas.id (24/10/2024), identitas remaja yang diduga bunuh diri di area parkir Metropolitan Mall, Bekasi, Selasa (22/10/2024), hingga kini masih ditelusuri. Terlepas dari siapa sosoknya dan apapun motifnya, insiden remaja bunuh diri ini memberikan gambaran adanya problem kerapuhan mental generasi muda.

Generasi muda saat ini tumbuh di tengah arus teknologi yang begitu deras, dari ponsel pintar hingga media sosial, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Teknologi membawa banyak kemudahan, memperluas akses informasi, dan membuka peluang baru dalam berbagai bidang.

Namun, di balik segala manfaatnya, muncul pertanyaan yang semakin penting: apa dampak penggunaan teknologi ini terhadap kesehatan mental generasi muda?

Banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan teknologi berlebih dengan peningkatan stres, kecemasan, hingga depresi seperti ditulus kumpran.com, Senin (2110/ 2024).

Di balik layar kehidupan sosial media yang tampak sempurna, tersimpan jeritan diam yang tak terdengar. Krisis kesehatan mental pada remaja Indonesia semakin mengkhawatirkan, menjadi ancaman serius bagi generasi penerus bangsa.

Data Badan Pusat Statistik mencatat populasi remaja dan dewasa muda yang signifikan: 22,12 juta jiwa berusia 15-19 tahun dan 22,28 juta jiwa berusia 20-24 tahun, angka yang menunjukkan besarnya potensi sekaligus tantangan yang dihadapi bangsa (BPS, 2024).

Realitas mengejutkan terungkap melalui Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS). Survei kesehatan mental nasional pertama untuk remaja 10-17 tahun di Indonesia. Hasil survei menunjukkan satu dari tiga remaja Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental, setara dengan 15,5 juta remaja sebagaimana dikutip dari laman TIMESINDONESIA.CO.ID Kamis, 17 Oktober 2024.

Di samping itu, pengangguran di kalangan Gen Z juga telah mencapai titik kritikal. Dikutip dari laman RADARJOGJA.JAWAPOS.COM, Rabu (23/10/2024), angka pengangguran di kalangan Generasi Z (Gen Z) di Indonesia telah mencapai titik kritikal, yaitu sebanyak 9,9 juta orang (22/10/2024).

Ini berarti sekitar 22,25% dari total penduduk usia 15-24 tahun masih belum memiliki pekerjaan stabil. Fenomena ini menimbulkan perdebatan apakah mereka adalah korban ekonomi atau beban bagi negara.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka penganngguran di kalangan Gen Z meliputi:

– Kesenjangan Keterampilan. Kurikulum sekolah-sekolah masih fokus pada teori, sehingga lulusan SMA/SMK seringkali tidak memiliki keterampilan praktis yang dibutuhkan oleh industri saat ini.

– Biaya Pendidikan Tinggi. Biaya pendidikan tinggi menjadi penghalang bagi banyak generasi muda untuk melanjutkan studi lebih lanjut, sehingga mereka harus memilih antara mencari kerja atau melanjutkan kuliah.

– Perubahan Ekonomi dan Teknologi. Perubahan ekonomi dan teknologi yang cepat menuntut keterampilan baru yang belum sepenuhnya terintegrasi dalam kurikulum pendidikan tradisional.

Dari fakta di atas dapat kita lihat ada banyak persoalan yang dihadapi Gen Z, mulai dari gangguan kesehatan mental, UKT yang mahal hingga meningkatnya angka pengangguran. Persoalan tersebut sebagai dampak dari sistem demokrasi kapitalisme yang banyak melahirkan aturan rusak – tentunya juga melahirkan generasi rusak.

Di sisi lain, Gen Z terjebak dalam gaya hidup rusak, mulai dari FOMO (Fear Of Missing Out) yang berarti ketakutan jika ketinggalan informasi atau momen di media sosial. Juga konsumerisme, merupakan perilaku konsumsi berlebihan terhadap pemakaian barang-barang produksi.

Begitu juga hedonisme, yaitu gaya hidup yang berfokus mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas. Alhasil, Gen Z dilalaikan oleh kesenangan dunia semata.

Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, Gen Z memiliki modal besar sebagai agen perubahan, termasuk membangun sistem kehidupan yang shahih sesuai dengan Islam. Faktanya demokrasi liberal menjauhkan Gen Z dari perubahan hakiki dengan Islam kaffah, padahal hanya dengan sistem islam generasi dan umat manusia akan selamat dan sejahtera.

Untuk itu, Gen Z membutuhkan adanya partai yang mampu membina Gen Z secara shahih yang mendorong terbentuknya Gen Z berkepribadian islam; yang akan membela dan membangun peradaban Islam. Sehingga terwujudlah perubahan hakiki menuju Islam kaffah (sempurna). Wallahu a’lam bisshawab.[]

Comment