Mempertanyakan Kembali Kebebasan Berpendapat yang Dijanjikan

Opini308 Views

 

Oleh : Rantika Nur Assiva, Mahasiswi

__________

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–  Kini publik marak mempertanyakan  kebebasan berpendapat yang tercantum dalam Undang-undang di negeri ini. Kebebasan yang seharusnya dimiliki oleh setiap warga negara, kini seakan-akan menghilang hanya demi mempertahankan kepentingan pribadi.

Seperti Bima pemuda asal Lampung Timur kerap mengunggah video berisikan kritikan pedas terhadap kampung halamannya itu yang dinilai tidak maju-maju. Pemuda yang kini tengah menempuh pendidikan di Australia itu merilis video-video kritikannya di akun TikToknya.

Dalam beberapa video, Bima menyampaikan kekecewaannya terhadap kondisi di Lampung yang menurutnya tidak mengalami kemajuan. Mulai dari persoalan infrastruktur yang bobrok seperti jalan rusak, proyek Kota Baru Lampung yang mangkrak, tata kelola birokrasi, pertanian hingga sistem pendidikan.

Atas konten tersebut, Bima diadukan ke Polda Lampung terkait pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ia dituduh menyampaikan hoaks.

Menanggapi hal itu, Direktur LBH Bandar Lampung, Sumaindra Jarwadi menjelaskan, kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh konstitusi. Negara, wajib untuk memenuhi dan melindungi hak tersebut.

“LBH Bandar Lampung menyatakan siap menjadi pendamping hukum untuk Bima,” kata Sumaindra, Sabtu (15/4).
“Kebebasan itu tercantum dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD RI Tahun 1945 yang menyatakan, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat,” paparnya lagi, seperti ditulis CNNIndonesia (15/4/2023).

Upaya rakyat mengkritik penguasa tentunya berbanding lurus dengan ketidaksejahteraan yang dirasakan rakyat. Termasuk hal yang wajar jika rakyat menanyakan hak-haknya sebagai warga negara mengenai seluruh aspek kehidupan. Mulai dari aspek ekonomi, pendidikan, dan lainnya termasuk infrastruktur.

Rakyat sebagai elemen dari struktur negara yang merasakan buah dari kebijakan tentunya memiliki kepekaan secara langsung terkait yang terjadi di akar rumput wilayahnya. Bila rakyat hanya diam dengan keadaan buruk yang ada, maka bagaimana penguasa dapat memberikan perbaikan? Justru negara membutuhkan rakyat yang kritis, dengan begitu rakyat berpartisipasi aktif dalam upaya menuju perbaikan.

Kritik yang membangun sejatinya sangat dibutuhkan dan merupakan mekanisme kontrol masyarakat. Terlebih bagi penguasa yang mendapatkan amanah mengurusi rakyat.

Lain halnya dengan Islam, yang mengakomodir adanya kritik dari umat dan memberikan tuntunan mekanisme muhasabah yang benar.[]

Comment