Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd, Lingkar Studi Muslimah Bali
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Memilih seorang wanita untuk dijadikan seorang istri adalah sebuah proses yang harus dilalui oleh seorang laki-laki. Entah dirinya sebagai orang yang melamar atau yang dilamar.
Bagaimanapun hasil prosesnya, keputusan tetaplah ada di tangannya. Sebab dialah yang akan menjalani proses ijab dan qabul dengan wali si perempuan. Dia juga yang akan menjadi al qowwam (pemimpin) di dalam rumah tangga.
Sebagai al qowwam, seorang laki-laki wajib bertanggung jawab atas segala tindakan yang terjadi di dalam rumah tangganya. Bahkan kelakuan istri dan anak-anaknya nanti.
Oleh karenanya, jika ingin menciptakan suasana rumah yang penuh dengan aturan Islam, seorang laki-laki harus memillih wanita yang sejalan dengan visi misinya. Berjalan beriringan demi terwujudnya keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Lantas, pertimbangan apa saja yang harus dipikirkan oleh laki-laki dalam memilih wanita?
Seringkali muncul pertanyaan, wanita itu sebaiknya dibina dulu lalu dibini atau dibini dulu lalu dibina?
Pertanyaan semacam ini tidak muncul sekali-dua kali saja, tetapi hampir menjadi pertanyaan rutin yang dilontarkan oleh lelaki yang akan melanjutkan ke jenjang yang serius, yakni pernikahan.
Katakanlah semua materi tentang kriteria memilih calon pasangan dan visi misi rumah tangga sudah dipahami. Bahkan urutannya pun sudah hapal di luar kepala.
“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR. Bukhari Muslim)
Namun, teori kadangkala tidaklah sama dengan realita. Wajar saja, jika ada laki-laki yang tertarik pada wanita karena melihat fisiknya, kecantikannya, hartanya, atau hal-hal yang lainnya. Tak masalah, namun perlu hati-hati dalam menjaga dan mengekspresikannya.
Rasulullah pun mengingatkan salah seorang sahabat yang ingin menikah, beliau berpesan;
“Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya itu merusak mereka dan janganlah pula menikahi wanita karena harta-harta mereka, karena bisa jadi hartanya menjadikan mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya, seorang wanita budak berkulit hitam yang telinganya sobek tetapi memiliki agama adalah lebih utama dari mereka.” (HR Ibnu Majah).
Banyak yang mengira, memilih adalah awal dari pernikahan, padahal bukan. Memilih adalah hasil daripada persepsi yang kita miliki tentang pernikahan seperti apa yang kita inginkan. Juga tentang bagaimana gambaran rumah tangga yang kita miliki.
Oleh karena itu, pertanyaan lebih baik memilih wanita yang sudah dibina lalu dibini atau dibini dulu lalu dibina adalah pertanyaan yang mungkin saja muncul bagi diri lelaki. Namun sekali lagi, bahwa jawaban tersebut akan dipengaruhi oleh persepsi si laki-laki.
Persepsi yang sudah mereka miliki akan menggiring pada apa yang akan mereka tentukan. Dengan sendirinya akan terfilter pilihan yang mereka anggap paling baik.
Ada kekuatan dan kelemahan di setiap pilihan. Jika memilih wanita yang sudah dibina, maka ia akan lebih mudah mengarahkan biduk rumah tangganya. Sebab adanya kesamaan di visi, misi, dan pemahaman tentang rumah tangga.
Meski begitu, ada kalanya mereka saling adu pendapat dan saling menaikkan ego demi pendapatnya diterima di seluruh anggota keluarga.
Jika sudah demikian, maka antara suami dan istri harus membuat keputusan. Jika masih beradu argumen dan belum menemukan titik terang, sebaiknya datangkan orang lain untuk menilai keputusan mana yang terbaik.
Adapun yang memilih wanita belum terbina dan berjanji akan membina setelah menikah, juga memiliki konsekuensi.
Salah satu kelebihannya adalah pemahaman tentang aqidah bisa dituntun dari awal dan bisa mengarahkan sesuai dengan keinginan sang suami. Jika keadaan sang istri bisa menjadi lebih taat, sang suami akan kecipratan pahala jariyah.
Namun, kelemahannya pun juga perlu diperhatikan. Jika selama pembinaan tersebut, ternyata sang istri tidak mau menuruti dan mentaati hukum Islam yang telah diajarkan, bisa jadi akan menjadi dosa jariyah bagi suami. Alhasil banyak suami yang tidak tahan dan memutuskan untuk bercerai.
Banyak kasus perceraian yang salah satu alasannya adalah tidak tahan dengan kelakuan, sikap, atau sifat si pasangan. Tentu ini akan menjadi boomerang bagi ketahanan keluarga. Hal ini juga bisa dipengaruhi oleh pemahaman Islam yang belum utuh.
Inilah yang ditakutkan jika antara suami dan istri belum sama-sama kuat dalam aqidah. Apalagi memilih pilihan yang kedua, seolah ini menjadi gambling. Uji coba dan mengundi nasib. Naudzubillah.
Lebih dari pada itu, bagaimanapun keadaan si wanita, baik yang sudah terbina ataupun belum, maka si lelaki wajib untuk terus mempelajari ilmu agama. Mengasah dan mempraktikannya di kehidupan. Dengan begitu, ia akan bisa menentukan pilihan yang terbaik bagi dirinya dan keluarganya kelak.
Semoga Allah memilihkan pasangan yang terbaik menurutNya.
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (TQS. An-Nur:26)
Wallahu a’lam bish showab.
Comment