Memetik Hikmah di Tengah Ragam Musibah

Opini636 Views

 

 

Oleh: Mala Oktavia*

RADARINDONESIANEWS.COM Virus Corona mulai merebak di Indonesia sekitar awal bulan Maret 2020 dan disusul dengan penyebaran yang begitu cepat ke beberapa daerah di Indonesia.

Tak lama kemudian, beberapa daerah menjadi zona merah, di antaranya Jakarta, Surabaya, Malang, dan sebagian besar daerah di pulau Jawa.

Virus mewabah dan menyebabkan aktivitas di Indonesia sempat stag untuk sementara waktu pada masa PSSB (Pembatasan Sosial Skala Besar).

Kini, setelah dibuka masa New Normal, wabah tak lantas berhenti tetapi malah semakin menjadi. Menurut data dari laman Satgas Penanganan Covid-19, setidaknya per 7 Januari 2021 terdapat 788.402 kasus terkonfirmasi, dari kasus terkonfirmasi 112.593 kasus positif/aktif artinya dalam perawatan dokter dan nakes, 652.513 orang dinyatakan sembuh, dan 23.296 dinyatakan meninggal dunia.

Bencana di negeri ini tidak hanya sebatas pandemi Covid-19.

Menurut data Badan Penanggulangan Pusat Bencana (BNPB) sepanjang tahun 2020 (1 Januari-29 Desember 2020) mengonfirmasi setidaknya ada 2.925 kasus bencana di negeri ini.

Kuantitas bencana alam paling banyak adalah bencana banjir, disusul dengan banjir bandang, tanah longsor, dan angin puting beliung.

Dengan beragam bencana ini, 370 korban jiwa meninggal dunia, 39 orang yang hilang, dan 536 korban jiwa mengalami luka-luka.

Ditambah beragam musibah yang hadir di awal tahun 2021, di antaranya jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di Kep. Seribu dan longsor di Sumedang, Jawa Barat (9/1/2021), banjir di Kep. Riau (10/1/2021), banjir di Sumatera Barat dan Kalimantan Barat (11/1/2021), banjir di Kalimantan Selatan dan Jember, Jawa Timur (12/1/2021), gempa bumi di Majene, Sulawesi Barat (15/1/2021). Lalu, tanggal 16/1/2021 dua gunung mengalami erupsi, yakni Gunung Semeru, Jawa Timur dan Gunung Merapi, Jawa Tengah serta longsor disetai banjir di Manado, Sulawesi Utara. Air laut meluap di Makassar, Sulawesi Selatan dan erupsi Gunung Sinabung, Sumatera Utara (17/1/2021). Tanggal 18/1/2021 terjadi banjir di Malang, Jawa Timur dan banjing bandang di Puncak Cisarua, Bogor pada 19/1/2021.

Tentu hal ini kian menambah pilu dan derita masyarakat Indonesia, pandemi Covid-19 yang belum usai ditambah sederet bencana yang terjadi.

Namun, dengan beragam bencana atau musibah yang kita hadapi saat ini tidak seharusnya membuat kita bersedih hati dan menyerah kepada keadaan. Tetap harus ada sikap optimis yang kita miliki untuk bangkit dan sembuh dari wabah maupun bangkit dari bencana.

Dalam Islam, bencana atau musibah apapun sejatinya adalah kehendak dari Sang Maha Pencipta. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 51 sebagai berikut.

قُل لَّن يُصِيبَنَآ إِلَّا مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَنَا هُوَ مَوۡلَىٰنَاۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ [51]

Katakanlah (Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.”(TQS At-Taubah [9]: 51).

Itulah sebabnya, untuk menghadapi bencana yang tidak bisa kita tolak ini harusnya tetap disikapi dengan positif.

Pertama, harusnya tumbuh sikap sabar yang semakin kokoh, apalagi di masa yang penuh ujian ini. Kesabaran senantiasa harus dipupuk dan dipelihara. Bukankah beragam ujian itu Allah uji kepada hamba-Nya untuk menguji kesabaran mereka?

Hingga ketika hamba-hamba ini lulus dalam setiap ujian, Allah akan memberikan keberkahan dan petunjuk.

….. وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ [155] ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ [156] أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ صَلَوَٰتٞ مِّن رَّبِّهِمۡ وَرَحۡمَةٞۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُهۡتَدُونَ [157]

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(TQS Al-Baqarah [2]: 155-157).

Kesabaran yang dibangun ini tentunya bukan sebatas ucapan semata atau kesabaran pasif, tetapi juga kesabaran yang aktif. Yakni kesabaran yang menarik kita untuk melakukan intropeksi diri dan mengambil pelajaran untuk membangun sebuah sikap, tindakan, dan aksi ke depan untuk melakukan hal-hal yang lebih baik lagi.

Di dalamnya misalnya sikap untuk bisa melakukan mitigasi bencana dengan lebih baik, menyikapi wabah dengan tidak main-main dan digunakan bahan bercandaan, dan lain sebagainya. Dengan demikian, dampak dan kerugian yang ditimbulkan dalam berbagai aspek bisa diminimalisasi.

Kedua, sikap yang harus lahir ketika menghadapi ujian adalah sikap ridha atau berlapang dada. Sikap ridha ini akan membuat individu senantiasa memandang setiap ujian sebagai suatu hal baik yang akan dihadapi.

Terlebih akan membuat tetap semangat untuk menghadapi ujian tersebut karena ia yakin bahwa dirinya pasti mampu melampui ujian yang diberikan.

Dengan dimilikinya sikap sabar dan ridha atas ujian yang menimpa inilah, manusia bisa mengambil banyak hikmah meskipun di tengah ragam musibah yang melanda. Sebab, di balik rasa sakit, penderitaan, kecewa, dan duka lainnya akibat musibah, Allah telah menyimpan limpahan hikmah bagi hamba-Nya.

Hikmah pertama adalah bahwa musibah yang dihapai oleh manusia akan menghapus dosa, sebagaimana hadits yang disampaikan oleh Rasulullah saw.

“Tidaklah seorang Mukmin tertusuk duri atau lebih dari itu, kecuali dengan itu Allah meninggikan dia satu derajat atau Allah akan menghapuskan dari dirinya satu dosa”(HR Muslim, at-Tirmidzi, dan Ahmad).

Hikmah kedua, bahwa melalui musibah yang Allah turunkan di muka bumi, Allah menunjukkan kekuasaan-Nya kepada manusia.

Hal itu membuktikan bahwa segala sesuatu teramat mudah bagi Allah untuk menetapkan, tak terkecuali adalah bencana Covid-19 yang mewabah di seluruh dunia, ataupun bencana alam yang bertubi-tubi di negeri kita. Allah ingin mengingatkan manusia bahwa manusia adalah makhluk lemah dan akalnya terbatas yang selalu membutuhkan pertolongan-Nya.

Dalam kasus Covid-19 misalnya, faktanya akal dan pengetahuan manusia tetap kalah dengan kecepatan penyebaran virus meskipun manusia sudah melakukan berbagai persiapan untuk menghadapinya. Namun, manusia tetap tidak bisa mengendalikannya.

Maka dari itu, sungguh tidak pantas rasanya jika manusia merasa sombong di hadapan kekuasaan Allah SWT. Tidak sepantasnya manusia merasa telah mampu menguasai dan mengatur dunia seraya meninggalkan petunjuk Allah Yang Mahabijaksana, dengan meninggalkan syariah/aturan-Nya.

Allah mendatangkan musibah kepada manusia, di antara hikmah paling besar adalah untuk mengingatkan dan mengembalikan kesadaran spiritual manusia akan azab Allah SWT.

أَمۡ أَمِنتُم مَّن فِي ٱلسَّمَآءِ أَن يُرۡسِلَ عَلَيۡكُمۡ حَاصِبٗاۖ فَسَتَعۡلَمُونَ كَيۡفَ نَذِيرِ [17]

“Atau sudah merasa amankah kamu, bahwa Dia yang di langit tidak akan mengirimkan badai yang berbatu kepadamu? Namun kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku.”(TQS al-Mulk [67]: 17).

Dalam akhir ayat tersebut, Allah memberitahukan: “fasata’lamuuna kayfa nadziir[in]”.

Dalam tafsir yang dijelaskan oleh Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsir al-Qur’an al-Azhiim, makna dari akhir ayat tersebut adalah “bagaimana peringatan-Ku dan kesudahan orang yang menyimpang dan mendustakan peringatan itu”.

Jadi, musibah yang menimpa manusia pada dasarnya untuk memberikan peringatan kepada manusia agar manusia kembali kepada kemahakuasaan Allah SWT.

Dengan musibah ini pula diharapkan manusia menyadari betapa lemah dirinya dan terbatas kemampuannya di hadapan Sang Kuasa.

Manusia menyadari bahwa sebagai makhluk ciptaan Allah tidak selayaknya ia bermaksiat kepada-Nya, menyimpang, atau menyalahi wahyu-Nya serta mengabaikan syariah/aturan-Nya.

Kesadaran spiritual ini harus dibuktikan dengan bangkitnya energi dan sikap taat di hadapan-Nya. Energi ini akan membangun sikap penghambaan dan semakin meningkatkan ibadah kepada Allah SWT dalam bentuk ibadah yang luas, bukan sebatas ibadah ritual saja.

Ketaatan juga diwujudkan dengan benar-benar tunduk, patuh, dan serius dalam menjalankan syariah/aturan-Nya di muka bumi.

Kesadaran spiritual ini harus menggerakkan kita untuk senantiasa melakukan perbaikan dan jauh dari penyimpangan aturan Allah.

Itulah sebabnya, musibah yang terjadi di negeri ini haruslah menumbuhkan keasadaran dan keberanian untuk meluruskan yang salah, membenarkan yang keliru, dan keberanian untuk melakukan perbaikan atas berbagai kerusakan.

Baik perbaikan kepada individu, masyarakat, ataupun kepada penguasa/para pemimpin negeri ini, pun perbaikan sistem yang semakin hari semkain menyengsarakan dan terlihat cacatnya. Wallahu a’lam bi ash-shawab.[]

*Mahasiswi UN Malang

___

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment