![]() |
Dewan pakar ICMI, H.Anton T Digdoyo.[Ist] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Beredar berita di media aksi penghadangan bersenjata tajam oleh klompok pro Jokowi terhadap Habib Bahar dan Habib Hanif di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, (15/10/18) terus mendapat sorotan publik karena ketika peristiwa tersebut terjadi banyak aparat polisi namun diam saja tanpa tindakan apapun.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan lengkap, redaksi telah minta tanggapan via telpon pada Dewan Pakar ICMI Pusat Anton T Digdoyo, Jumat (19/10/2018).
“Penghadangan di manapun apalagi di area bandara, jelas-pelanggaran UU sangat berat, baik pelaku maupun aparat yang melakukan pembiaran hal itu terjadi.” Ujar mantan Jenderal ini tegas.
Anton menambahkan, unjuk rasa dimanapun dilarang keras membawa senjata tajam apalagi di bandara areal yang sangat terlarang untuk berunjuk rasa.
“Dalam UU No1 Tahun 2009 tentang Penerbangan; area bandara, wilayah yang harus aman steril dari unjuk rasa, steril dari selain petugas.” Sambungnya.
Ditegaskan Anton, UU Nomor 9 Tahun 1998, pasal 9 ayat 1,2 dan 3, UU No1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pasal 210; “setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di bandara, membuat halangan (obstacle), dan/atau lakukan kegiatan lain yang membahayakan keselamatan penerbangan, kecuali atas izin otoritas bandara.
“Pidana dan denda bagi yang membawa senjata di bandara juga cukup berat baca pasal 421 (2) 3th penjara dan denda Rp 1 miliar,” jelasnya.
Selain itu tambahnya, Surat Edaran Menhub RI 15/2017 bahwa bandara, pelabuhan, stasiun kereta api, terminal angkutan itu obyek vital transportasi harus dilindungi dari gangguan keamanan dan unjukrasa. Sangat jelas UUnya namun kenapa di era ini UU mudah dilanggar bahkan berulang-ulang?
“Saya ingatkan yang diancam hukum cukup berat baik pidana maupun sanksi administratif di KUHP dan UU lainnya, bukan hanya pelakunya tapi juga aparat yang membiarkan hal itu terjadi.” Ujar Anton.
Bahkan lanjut Anton, di Perkap Kapolri nomor 14 Th 2011 Ttg Kode Etik Profesi Polri (KEPP) hukuman bagi anggota polri yang melakukan pembiaran terjadinya pelanggaran hukum di depan mata mulai dari teguran tertulis pidana demosi hingga pemecatan atau PTDH. Demikian mantan Jendral Polri ini mengingatkan dengan keras. [Red]
“Saya ingatkan yang diancam hukum cukup berat baik pidana maupun sanksi administratif di KUHP dan UU lainnya, bukan hanya pelakunya tapi juga aparat yang membiarkan hal itu terjadi.” Ujar Anton.
Bahkan lanjut Anton, di Perkap Kapolri nomor 14 Th 2011 Ttg Kode Etik Profesi Polri (KEPP) hukuman bagi anggota polri yang melakukan pembiaran terjadinya pelanggaran hukum di depan mata mulai dari teguran tertulis pidana demosi hingga pemecatan atau PTDH. Demikian mantan Jendral Polri ini mengingatkan dengan keras. [Red]
Comment