Membangun Visi Perubahan Hakiki

Opini86 Views

 

Penulis: Ummu Rasyid | Aktivis Muslimah, Pegiat Literasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Sudah berkali-kali dikecewakan oleh demokrasi namun masih saja berharap padanya, padahal apa yang ditawarkan oleh demokrasi sejatinya hanyalah ilusi. Telah nyata Fakta hipokrisi demokrasi.

Demokrasi yang mengecewakan itu dapat kita lihat dalam kasus mantan ketua MK terkait batas minimal calon presiden dan wakil presiden dan yang paling hot baru-baru ini terkait pengesahan sekejap mata Undang-Undang Pilkada.

Dua wajah demokrasi memicu gejolak penolakan di berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari komika, artis, mahasiswa, elit politik ramaikan demo tolak revisi UU Pilkada di DPR/MPR (voa indonesia 22/08/2024).

Malapetaka kehancuran kaum muslim adalah ketika menyandarkan hidup pada sesuatu yang salah dan rusak dari asas. Suara rakyat suara Tuhan begitu menurut Demokrasi.

Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Demokrasi merupakan “anak haram” yang lahir dari sistem kapitalisme dengan ideologi sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Ini jelas keliru karena menafikkan Sang Pencipta sebagai pembuat hukum.

Kesalahan dalam menafsirkan kesadaran politik hanya sekedar ikut meramaikan Pemilu dan musyawarah, membuat ummat kehilangan arah menuju perubahan hakiki.

Dalam Islam, yang berhak membuat hukum hanya Allah. Kedaulatan ada pada hukum-hukum syara’ tidak bergantung pada akal manusia yang lemah dan terbatas. Apa-apa yang sudah jelas haram maka tidak akan dimusyawarahkan, hanya perkara-perkara yang mubah sajalah yang boleh dimusyawarahkan.

Jika Sistem Kapitalisme sudah carut marut, apa salahnya kita melirik dan mencari alternatif lain dengan penerapan Islam kaffah. Tentu bukan dengan cara kekerasan, apalagi kudeta. Hanya dengan dakwah pemikiran seperti  yang sudah Rosulullah contohkan akan mewujudkan  perubahan hakiki itu.

Caranya? Yaitu dengan mengedukasi masyarakat tentang politik Islam,  bagaimana konsep Islam dalam persoalan aqidah, akhlak /moral, keluarga, sistem sosial, sistem ekonomi, sistem pendidikan, sistem kesehatan, sistem keamanan, sistem pengadilan, sistem keuangan, dst.

Begitu juga tentang bagaimana tatacara/mekanisme pelaksanaan konsep Islam tersebut dalam kehidupan serta bagaimana penyebarannya ke seluruh penjuru dunia hingga Islam menjadi rahmat bagi semesta alam.

Tafa’ul ma’al ummah atau sosialisasi masif tentang konsep tersebut di tengah masyarakat hingga menjadi opini umum karena kesadaran publik akan pentingnya penerapan Islam dalam setiap sendi kehidupan.

Sehingga masyarakat menjadikan Islam sebagai way of life. Masyarakat bersatu dalam satu ukhuwah perjuangan berusaha mewujudkan politik Islam di tengah masyarakat tanpa paksaan, namun dilakukan secara sukarela.

Secara alami umat akan rindu dan menginginkan institusi politik dengan metode mengangakat khalifah yang akan menerapkan sistem Islam secara keseluruhan tanpa kekerasan atau pun kudeta militer. Melalui uslub (teknis), bisa dengan kesepakatan para tokoh (ahlu ahli wa al aqd), bisa melalui pemilu yang didukung oleh ahlu nushroh.

Oleh karena itu, membangun visi perubahan politik membutuhkan kelompok dakwah yang shahih lagi Istiqamah yang senantiasa mengikuti metode dakwah Rosulullah.

Membutuhkan kesadaran dan dukungan ummat. Maka perhatian kita mestinya fokus pada proses edukasi dan sosialisasi konsep politik Islam yang sebenarnya hingga masyarakat wala dan tsiqahnya hanya pada Islam kaffah. Wallahu’alam.[]

Comment