Membangun Validitas Berita Melalui Media

Opini646 Views

 

Oleh: Hasni Tagili, M. Pd*

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Tanggal 9 Februari, setiap tahunnya-  diperingati sebagai Hari Pers Nasional (HPN). Tahun 2021 ini, tema yang diusung adalah “Bangkit dari Pandemi, Jakarta Gerbang Pemulihan Ekonomi dengan Pers sebagai Akselerator Perubahan”.

Setahun belakangan ini memang menjadi ujian berat bagi Indonesia dalam hal penyebaran berita, terkhusus topik Covid-19.

Derasnya arus ‘infodemi’ atau sebaran hoaks selama masa pandemi perlu terus dihalau. Hal ini demi melindungi masyarakat dari terpaan informasi menyesatkan, khususnya mengenai vaksin Covid-19.

Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dedy Permadi mengatakan, dari sisi topik hoaks yang beredar, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat ada lebih dari 2 ribu topik hoaks mengenai Covid-19.

Dedy menyebutkan, tahun lalu ada 1.200 hoaks, kebanyakan terkait dengan Pemilu 2019, maka tahun ini diwarnai dengan hoaks Covid-19 (Liputan6.com, 23/12/2020). Dedy menambahkan, hingga 20 Desember 2020, Kominfo telah menemukan adanya 38 hoaks mengenai vaksin Covid-19 dan 16 di antaranya muncul di bulan Desember.

Angka tersebut cukup banyak. Mengingat, di era digital informasi seperti saat ini, satu hoaks yang muncul dapat dengan cepat tersebar melalui media sosial atau aplikasi pesan singkat. Sehingga, dapat mempengaruhi persepsi masyarakat. Hal ini tentu saja sifatnya membahayakan.

Pertanyaannya, mengapa berita hoaks tersebut bisa masif tersebar? Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Iqrak Sulhin menilai, munculnya hoaks baru karena adanya kesenjangan (gap) antara ekspektasi publik dengan ketersediaan informasi yang absah atau dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam situasi saat ini, ada ekspektasi atau harapan besar di masyarakat yang ingin pandemi segera selesai. Pun, keadaan dan aktivitas bisa kembali berjalan normal.

Ekspektasi itu bisa dalam arti yang positif konstruktif maupun menjadi berbahaya. Ketika itu muncul, namun di saat yang bersamaan, informasi yang dapat diakses dan diserap dengan mudah oleh publik ternyata tidak tersedia dengan baik.

Iqrak mencontohkan, hoaks terkait kebijakan pemerintah pada Maret 2020 yang memberikan asimilasi atau pembebasan hukuman terhadap sekitar 38.000 narapidana dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan. Ternyata, yang terjadi justru ada sejumlah napi yang kembali ditangkap lantaran berbuat kejahatan setelah dibebaskan.

Iqrak menilai, asimilasi pada dasarnya merupakan kebijakan yang normal dilakukan pemerintah. Namun, kebijakan itu dilakukan saat pandemi, maka banyak respons di media sosial yang cenderung menganggap kebijakan itu tidak tepat, bodoh, dan makin memperparah.

Sementara, pemerintah berpandangan kebijakan itu dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 terjadi di lapas. Apalagi, kondisi lapas secara keseluruhan sudah semakin sesak dan melebihi kapasitas (over capacity). Publik punya ekspektasi, tapi di saat yang sama, informasi yang disediakan tentang kebijakan-kebijakan yang diambil itu tidak tersedia dengan baik. Di situlah letak kenapa hoaks itu bisa berkembang. Jadi, gap antara imajinasi dengan informasi absah terlalu lebar.

Menyikapi posisi media dalam membangun validitas berita, dalam tausiahnya, Ustaz Abdul Somad memaparkan 10 poin yang berhubungan dengan kode etik jurnalis dalam perspektif Islam (Telisik.id, 08/02/2021).

Pertama, dalam Islam, manusia dipandang suci, bersih tidak ada dosa. Hal ini dalam bahasa hukumnya adalah asas praduga tidak bersalah. Maka, jurnalis mestinya memandang siapa pun dia, apa pun agamanya harus berangkat dari objektivitas bahwa hukum asalnya adalah bersih.

Kedua, Islam itu datang untuk menjaga lima perkara. Pertama, menjaga akal, menjaga nyawa, menjaga harta, menjaga keturunan, dan menjaga kehormatan orang. Menjaga kehormatan orang ini yang terkait dengan kode etik jurnalistik. Kehormatan manusia mesti dijaga tidak boleh dirusak, karena dasar tujuan kedatangan Islam menjaga 5 poin salah satunya adalah menjaga kehormatan orang.

Ketiga, dalam Islam, kalau ada suatu berita harus chekc and re-chekc. Di mana poin ketiga ini tidak boleh ada orang yang hanya mendengar berita dari satu arah. Makanya, diajarkan dalam Islam ada klarifikasi, dan hal ini sudah lumrah dikenal dengan istilah tabayyun.

Keempat, jangan mencaci maki orang yang menyembah selain Allah. Meskipun, menyembah selain Allah itu dalam Islam merupakan dosa paling besar, syirik, dan itu tidak terampuni. Tetapi, mencaci maki yang menyembah selain Allah juga tidak boleh.

Kenapa? Sebab, kalau mencaci maki yang tidak menyembah Allah, nanti mereka akan balas mencaci Allah tanpa ilmu dan akan terjadi konflik yang luar biasa.

Kelima, tidak boleh ada generalisasi. Hal itu terlihat dalam piagam madinah yang salah satu poinnya disebutkan bahwa jika ada orang yahudi yang melakukan kesalahan maka yang disebutkan adalah personnya, tidak menyebut secara general atau umum.

Keenam, tidak dibenarkan ada ghibah atau gosip. Ya, sebagian orang tidak bisa membedakan kapan seseorang memberitakan sesuatu dan kapan dia menjadi ghibah atau gosip.

Maka, dalam hukum Islam, setelah diteliti, sebenarnya seseorang boleh menceritakan sesuatu yang tidak baik dengan tiga alasan. Yakni saksi yang ditanya hakim saat di pengadilan, pada saat orang ingin bertanya suatu hukum, atau ketika ingin menunjukan yang hak dan batil.

Ketujuh, menghindari pornografi. Di lihat dari bahasa Al-Qur’an, dijelaskan macam-macam hukum, tapi bahasa kata, kalimat, diksi, harus dipilih dengan amat sangat lembut.

Kedelapan, bagaimana melihat Islam itu berkembang melalui jaringan-jaringan, orang-orang yang datang kepada Nabi. Lalu kemudian, orang-orang itu pulang ke kampung halaman, dan dia sebagai media, yang menyebarkan ajaran-ajaran Islam.

Kesembilan, orang yang menyampaikan berita yang benar akan mendapatkan pahala dan ketika menyampaikan yang tidak benar, maka sesungghnya ada dua hukuman.

Terakhir, kesepuluh, bahwa setiap orang yang beriman, maka dia akan mendapat balasan segala perbuatannya yang dia terima hari ini.

Demikianlah Islam mengajarkan membangun validitas berita melalui media. Maka, insan pers memang memiliki porsi besar dalam memberitakan kebenaran atau sebaliknya.

Semoga hanya kebenaran yang akan dijadikan goal. Selamat Hari Pers Nasional![]

*Relawan Media dan Opini

Comment