Furqon Bunyamin Husein, Pemred |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Sudah 72 tahun kita peringati hari kemenangan para pahlawan Indonesia merebut kemerdekaan dari musuh dan penjajah Belanda dan Jepang yang telah banyak jatuh korban. Pahlawan tangguh yang lahir dan tumbuh dengan semangat patriotisme kebangsaan itu akhirnya berhasil mengusir penjajah dari bumi pertiwi.
Kemerdekaan yang telah diraih dengan pengorbanan darah dan nyawa para pejuang tanpa pamrih itu telah genap 72 tahun. Generasi muda dan kita semua sudah selayaknya mengisi ruang bebas dan merdeka ini dengan mensyukuri jerih payah para pahlawan yang gugur di medan perang. Bagaima cara mengisi ruang bebas dan merdeka yang telah diwariskan para mujahid dan pahlawan itu?
Dalam Surat Ibrahim ayat 7 Allah dengan gamblang menyatakan, “Bila kamu bersyukur niscaya Aku tambahkan nikmatKu dan bila kamu kufur, maka adzabKu sangat pedih.”
Mensyukuri kemerdekaan tentu saja dengan cara-cara beradab dan beretika yang mengarah kepada pemahaman bagaimana susah dan sengsaranya para pahlawan merebut kemerdekaan itu. Malam mereka jadikan siang dan sebaliknya. Lapar, mengantuk, letih dan lelah menghiasi hari-hari mereka untuk sebuah kemerdekaan yang mereka impikan. Mereka lupakan kepentingan pribadi mereka demi bangsa dan negara ini. Maka wajib bagi kita generasi muda dan para penerus bangsa ini mensyukuri dengan seksama arti perjuangan para pahlawan yang dihiasi dengan derai airmata dan darah bahkan nyawa saudara-saudara mereka.
Sudahkah kita lakukan peringatan yang sarat makna dan mengikat serta menumbuhkan nilai juang dan patriotisme kebangsaan kita? 72 tahun peringatan itu tidak membekas sama sekali. Peringatan itu pada akhirnya hanya sebuah seremonial yang tidak memiliki arah pemahaman dan penghargaan kepada pahlawan. Kita peringati darah para pahlawan itu dengan banyak tertawa, canda, senda gurau bahkan pelecehan nilai perjuangan dan sang saka merah putih.
Peringatan yang telah 72 tahun kita rayakan tetap sepi dari nilai-nilai dan pemahaman terhadap arti nasionalisme. Coba kita tanya anak-anak kita atau kita sendiri, nama-nama pahlawan yang gugur dalam merebut kemerdekaan. Bagaimana Belanda dan Jepang membunuh putra-putri terbaik kita saat itu? Sudah sejauh manakah perhatian dan kepedulian kita berikan kepada keluarga veteran yang kini masih hidup terlunta.
Sadarkah bahwa kita selalu menepis kehadiran mereka dalam setiap peringatan kemerdekaan yang mereka wariskan. Begitu jauh jarak antara peringatan kemerdekaan dengan mereka, para pahlawan yang telah menghadiahkan kemerdekaan kepada kita. Kita hidup berkecukupan sementara veteran hidup dalam keterbatasan. Sadarlah wahai bangsaku. Bersyukurlah dengan kemerdekaan ini dan jangan kau selewengkan sehingga mendatangkan azab yang sangat pedih dengan kesulitan dan bencana yang kian sering terjadi di negeri ini..
Peringatan kemerdekaan sebatas seremonial itu akhirnya tidak membentuk karakter kebangsaan kita yang mencintai negara dan bangsa secara benar. Akar kebangsaan itu tercerabut dari generasi bangsa ini sehingga kita hidup dalam penjajahan berkepanjangan. Karena karakter kebangsaan yang lemah, kita rela hidup dalam nuansa penjajahan yang berbeda.
Indikasi lemahnya nilai kebangsaan itu adalah saat kita membiarkan bangsa lain menggerogoti negeri ini baik dari segi ekonomi maupun politik. Begitu pula bila kita membiarkan rongrongan kemerdekaan dari dalam bangsa sendiri. Patriotisme kebangsan sejati sesungguhnya adalah sikap tidak rela bila bangsa lain menjadi tuan di negeri ini. Patritisme kebangsaan yang benar seperti yang diharapkan para pahlawan adalah bersatunya generasi Inonesia dengan satu bendera merah putih sebagai pengikat bukan bendera dan bangsa lain. We are Indonesia we are the first.
Oleh karena itu harus ada pergeseran orientasi dalam memperingati hari kemerdekaan Indonesia ini, dari seremonial menjadi aktual. Dari model lomba yang hanya melahirkan tawa, canda dan senda gurau menjadi serius dan mendalam. Karena para pahlawan sangat serius dalam berjuang. Mereka tidak main-main dan tertawa saat berperang.
Ayo rubah orientasi peringatan itu dengan membangkitkan semangat nasionalisme kita untuk merebut kembali semua sektor ekonomi yang telah direbut bangsa lain. Kita bisa dikatakan merdeka setelah sektor politik, ekonomi, sosial dan budaya didasari semangat nasionalisme dan diisi oleh bangsa Indonesia bukan bangsa lain.[GF]
Comment