Memaknai Ramadan Ala Milenial

Opini1089 Views

 

Oleh: Mala Oktavia, Mahasiswi Universitas Negeri Malang

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA— “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada bari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barang siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 183-184).

Kewajiban berpuasa sebagaimana yang terdapat dalam Surah Al-Baqarah ayat 183 di atas tentunya memiliki implikasi yang besar terhadap umat Muslim.

Ibadah puasa bukan hanya ibadah ritual yang diagendakan setiap tahun, tetapi juga sebagai penanda bertambahnya ketakwaan dan ketaatan yang hakiki.

Pada permulaan Islam, puasa dilakukan tiga hari pada setiap bulan. Kemudian hal itu di-nasakh (dihapus) dengan puasa satu bulan penuh, yaitu pada bulan Ramadan.

Diriwayatkan dari Mu’adz, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Atha’, Qatadah, dan adh-Dhahhak bin Muzahim, bahwa puasa itu pertama kali dijalankan seperti yang diwajibkan kepada umat-umat sebelumnya, yaitu tiga hari setiap bulannya.

Ditambahkan oleh adh-Dhahhak, bahwa pelaksanaan puasa seperti ini masih tetap disyariatkan pada permulaan Islam sejak Nabi Nuh as. sampai Allah me-nasakh-nya dengan puasa Ramadan.

Maka sudah semestinya Ramadan ini dipersiapkan khususnya oleh kaum milenial sebagai penduduk yang paling mendominasi di negeri ini. Meskipun jenuh dalam kegiatan yang serba online, tidak menjadikan bulan Ramadan ini menjadi sesuatu yang biasa saja. Rasulullah saw. bersabda saat Ramadan menjelang:

ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ

“Sungguh telah datang bulan Ramadhan yang penuh keberkahan. Allah mewajibkan kalian berpuasa di dalamnya. Di dalamnya pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan (Lailatul Qadar). Siapa saja yang terhalangi (untuk mendapatkan) kebaikan malam itu maka sungguh dia telah dihalangi (dari keutamaan yang agung).” (HR Ahmad dan an-Nasa’i).

Setidaknya ada sembilan keutamaan bulan Ramadan yang perlu diketahui kaum milenial agar semakin semangat dalam menyiapkan ibadah di hadapan Allah SWT.

Sembilan keutamaan itu ialah bahwa bulan Ramadan adalah bulan diturunkan Al-Qur’an. Sebagai petunjuk dan pedoman hidup manusia secara keseluruhan, Al-Quran yang mulia pun turun di bulan mulia, yakni di bulan Ramadan.

Kedua, ialah bulan di mana Allah mengampuni dosa-dosa yang dipanjatkan oleh kamu Muslim. Maka, hal ini menjadi suatu motivasi besar bagi kaum milenial agar memperbanyak bertaubat dan mendekatkan diri kepada Allah karena Allah membuka lebar pintu taubat dan menghapus dosa ketika bulan Ramadan itu datang.

Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Siapa saja yang berpuasa pada Bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Ketiga, bulan Ramadan merupakan bulan pembebasan dari api neraka. Keempat, pengabulan doa. Kelima, bulan Ramadan juga menjadi bulan kedermawanan, artinya sebagai umat Muslim kita dianjurkan dalam menginfakkan harta di jalan Allah kepada setiap nyawa yang berhak mendapatkannya. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW dahulu ketika di bulan Ramadan dengan memperbanyak bersedekah dan membagikan harta kepada kaum Muslim.

Keutamaan bulan Ramadan yang keenam yakni pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu.

Maka hal ini harusnya mampu membangkitkan sikap optimis kaum milenial bahwa sebetulnya kita bisa memperbaiki diri dengan baik di bulan Ramadan, karena kesempatan itu terbuka lebar dan dipermudah oleh Allah.

Jika dengan bulan Ramadan tidak bisa menjadikan kita lebih baik, maka di bulan mana lagi kita akan lebih baik? Padahal di bulan ini Allah telah membelenggu setan dan berbagai macam hal yang membuat kita bermaksiat.

Ketujuh, di bulan Ramadan Allah melipatgandakan pahala dalam semua amalan kebaikan dan ibadah manusia. Itulah sebabnya orang-orang yang beriman senantiasa berlomba melakukan amal ibadah, baik secara kuantitas maupun kualitas, sebab Allah telah memberikan pahala yang berlipat ganda. Selanjutnya, kedelapan yakni bulan yang terdapat malam Lailatul Qadar. Malam ini merupakan malam yang kebaikannya melebihi seribu bulan.

Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ هَذَا الشَّهْرَ قَدْ حَضَرَكُمْ، وَفِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَهَا، فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْرَ كُلَّهُ، وَلاَ يُحْرَمُ خَيْرَهَا إِلاَّ مَحْرُومٌ.

“Sungguh bulan ini (Ramadhan) telah hadir di tengah-tengah kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang terhalangi dari malam itu, sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan secara keseluruhan. Tidaklah terhalangi dari kebaikannya kecuali seorang yang rugi.” (HR Ibn Majah).

Kesembilan, dan inilah yang harus betul-betul disiapkan oleh kaum milenial, yakni bulan Ramadan adalah bulan yang diwajibkan atas kaum Muslim untuk melakukan ibadah puasa sebagai orang-orang terdahulu melaksankan agar ketakwaan dan ketaatan itu bisa diraih (cek di Al-Baqarah ayat 183).

Ketakwaan inilah yang mesti bisa diraih, sehingga dalam pengaplikasiannya butuh persiapan yang matang dan terkonsep secara tepat secara lahir maupun batin.

Karena itu, penting memahami kembali hakikat takwa serta menerapkan nilai-nilai ketakwaan agar mampu diraih oleh kaum milenial saat ini. Ketakwaan seorang individu adalah ketika ia mampu menjadikan hukum-hukum Allah sebagai timbangan sikap dan perilakunya.

Timbangan hukum dalam Islam ada lima: wajib, sunah, mubah, makruh dan haram. Kehati-hatian dalam berperilaku, agar selalu dalam ketundukan kepada hukum Allah serta terhindar dari jerat kemaksiatan dan pelanggaran hukum syariat, itulah yang disebut sebagai takwa. Hal ini sejalan dengan pengertian takwa menurut Abu Hurairah yang dijelaskan Ibn Abi ad-Dunya dalam kitab At-Taqwâ.

Menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk atas seluruh perilaku dalam kehidupan di dunia adalah refleksi ketakwaan.

Perilaku dalam kehidupan di dunia yang harus merujuk pada al-Qur’an di antaranya dalam hal kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan dalam Islam adalah untuk mengatur urusan rakyat agar tertib sejalan dengan nas Al-Qur’an serta tidak terjadi kekacauan dan perselisihan.

Islam mewajibkan kita untuk taat kepada Allah, Rasulullah dan ulil amri, yakni orang yang diamanahi untuk mengatur urusan umat, tentu selama pemimpin itu tunduk pada al-Qur’an dan as-Sunah.

Karena itu, bulan suci Ramadan ini hendaknya melahirkan bukan hanya ketakwaan individual, melainkan juga ketakwaan kolektif yang mewujud dalam penerapan sistem dan perundang-undangan syar’i.

Kini, saatnya milenial membuka mata terhadap kondisi ketakwaan individu dan umat, karena sejatinya – yang perlu diraih di bulan Ramadan bukan sebatas ketakwaan individu semata tetapi juga meraih ketakwaaan sempurna dalam tubuh umat Islam.

Ketakwaan ini tidak akan pernah diraih jika mileniial menjauhi Islam dan tidak pernah tahu hakikat islam yang sesungguhnya.

Maka, wahai saudara seimanku, seluruh kaum milenial, tentunya ketakwaan itu tidak dicukupkan pada diri ini saja, tetapi bagaimana usaha dan perjuangan kita sampai pada membangun ketakwaan secara sempurna dalam tubuh umat dengan kepemimpinan Islam.Wallahu ‘a’lam bii ash-sawab.[]

 

 

Comment