RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — “Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat) (HR. Ibnu Majah no. 1846, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383).
Berdasarkan hadist di atas maka menikah adalah sesuatu yang sangat dianjurkan oleh Allah dan juga Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam, bahkan hukumnya menjadi wajib apabila seseorang telah siap serta takut akan terjerumus pada perbuatan maksiat dan zina.
Namun lagi-lagi dalam negara yang menerapkan sistem kapitalis menikah muda seolah menjadi permasalahan yang menakutkan, sehingga usia minimal pernikahan dibatasi agar tidak terjadi pernikahan dini.
Namun faktanya praktik pernikahan dini didapati tetap marak meski pemerintah sudah merevisi batas usia minimal perkawinan di Indonesia menjadi 19 tahun melalui Undang-undang Nomor 19 tahun 2019.
Seperti dilansir Kompas.com pada Rabu, 08/07 angka pernikahan dini di Indonesia melonjak selama masa pandemi Covid-19.
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi penyumbang angka perkawinan bawah umur tertinggi di Indonesia berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional tahun 2020. Dosen Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Susilowati Suparto mengatakan, peningkatan angka pernikahan dini di masa pandemi Covid-19 salah satunya ditengarai akibat masalah ekonomi.
Adanya aturan yang menetapkan penyimpangan batas usia minimal dalam pernikahan hanya bisa dimohonkan dispensasi ke pengadilan. Namun faktanya, regulasi ini belum menekan praktik pernikahan dini di Indonesia. Dispensasi ke pengadilan semakin meningkat.
Ratusan siswa SMA di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah mengajukan permohonan dispensasi nikah selama periode Januari-Juni 2020. Pasalnya sebanyak 240 pelajar SMA kedapatan hamil diluar nikah.
Ritual pernikahan merupakan jalan satu-satunya untuk menutupi kasus tersebut. Fakta itu terkuak tatkala para orangtua siswa menghadiri proses sidang dispensasi nikah di kantor Pengadilan Agama Jepara.(Jepara, 5NEWS.CO.ID/27/07/20).
Untuk apa sebenarnya kebijakan dispensasi nikah? Mencegah pernikahan dini atau melegalisasi seks bebas?
Data ratusan siswa yang mengajukan dispensasi nikah di berbagai daerah menegaskan dua problema yang lahir dari kebijakan ini yaitu:
Pertama, dijalankan bersamaan dengan pendewasaan usia perkawinan dengan harapan menurunkan angka pernikahan dini.
Kedua, tanpa disadari menjadi ‘jalan keluar’ untuk memaklumi fenomena seks bebas di kalangan remaja.
Buruknya sistem pendidikan dalam aturan liberal melahirkan generasi-generasi yang tak bermoral, kehilangan rasa malu, terpengaruh lingkungan dengan gaya hidup tanpa aturan, dan terjerumus pada seks bebas.
Hal ini disebabkan oleh sistem pendidikan dalam sistem kapitalis yang hanya berorientasi melahirkan generasi siap kerja bukan generasi yang siap membangun bangsa dan taat terhadap Rab-Nya.
Sistem yang lemah ini pula yang telah mengubah pola pikir orang tua dan masyarakat kebanyakan untuk bersikap masa bodoh, menganggap bahwa pergaulan dan tren pacaran saat ini adalah hal yang biasa di kalangan remaja.
Mereka tidak sadar bahwa kemajuan dan atau kehancuran suatu bangsa terletak pada generasi penerusnya.
Maka sangat jelas yang dibutuhkan saat ini bukan larangan pernikahan dini dan dispensasi nikah.
Bangsa ini membutuhkan pemberlakuan sistem ijtimaiy Islam, yaitu dengan cara menerapkan aturan Islam secara kaffah. Aturan yang berasal dari sang pencipta yang mengatur segalanya, mulai dari bangun tidur, bangun keluarga hingga bangun negara, memberikan pendidikan dan bimbingan agar generasi siap memasuki gerbang keluarga dan mencegah seks bebas remaja.
Sebab dispensasi nikah karena seks bebas tidak hanya berdampak terhadap individual tapi juga berpotensi melahirkan keluarga tanpa ketahanan, dan generasi yang lemah waLlahu ‘alam.[]
*Member Revowriter & KAM / Muslimah Perindu syurga
Comment