RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)
Sungguh mulia kedudukan ulama hingga bergelar pewaris para nabi. Ulama adalah orang-orang yang Allah Swt. pilih untuk menegakkan Al Qur’an, menjelaskan hukum-hukum syariat serta mengemban tugas untuk kemaslahatan Islam dan muslimin.
Ulama adalah penyambung umat dengan Rabb, agama dan Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Merekalah yang seharusnya menjadi pembimbing umat untuk menempuh jalan yang lurus., jalan yang dirahmati dan diridhai oleh Allah Swt.
Ulama lebih utama dari pada ahli ibadah dan lebih tinggi derajatnya dari pada orang-orang zuhud. Maka sudah sepantasnya seorang ulama dihormati dan dimuliakan.
Ternyata hal ini tidak berlaku di negeri ini. Negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam malah tidak memiliki sikap tawaduk kepada ulamanya. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus persekusi terhadap ulama. Pemerintah pun tidak menanggapi permasalahan ini dengan serius. Sehingga, kejadian seperti ini terus berulang.
Seperti peristiwa yang baru saja terjadi. Ulama Syekh Moh Ali Jaber ditusuk orang tak dikenal saat mengisi kajian di Masjid di Masjid Falahudin, Tanjung Karang, Bandar Lampung, pada Minggu 13 September 2020. Ia mengalami luka tusuk di lengan kanan. Motifnya masih diselidiki. Pelaku yang sempat dinyatakan tidak waras tersebut ternyata tidak mengalami gangguan kejiwaan.
Musibah yang dialami Syekh Ali Jaber ini mengingatkan kita pada peristiwa di awal tahun 2018. Penganiayaan terhadap KH Umar Basri, pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Al Hidayah di Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Pelakunya bernama Asep yang dikabarkan sakit jiwa. Beberapa hari kemudian, Komandan Brigade PP Persatuan Islam (Persis) ustaz Prawoto juga mengalami penganiayaan.
Pelakunya adalah Asep Maftuh yang tak lain tetangganya sendiri. Ustaz Prawoto meninggal dunia akibat insiden tersebut. Dan yang lebih memprihatinkan adalah kasus tuduhan palsu yang diarahkan kepada ulama dan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab.
Peristiwa-peristiwa semacam ini hanya mungkin terjadi di negara dengan paham sekulerisme dan komunisme. Sekulerisme akan memisahkan agama dari kehidupan berpolitik dan bernegara. Meletakkan agama dan semua yang berhubungan dengannya di dalam rumah ibadah saja.
Ideologi dari barat ini menentang suatu agama diberi hak istimewa sebagai suatu pengambil keputusan dalam bernegara.
Pun tampaknya sekulerisme menjangkiti negeri ini. Setiap organisasi yang ingin menerapkan syariat Islam pasti dicap radikal. Segala kegiatan yang mampu menggerakkan massa untuk mendakwahkan syariat pasti dihalangi.
Ulama-ulama yang mendakwahkan syariat utuh dan mengkritisi pemerintah dipersekusi. Semua dilakukan untuk mengkerdilkan kebangkitan Islam yang bisa mengancam eksistensi pemerintahan saat ini.
Komunisme memiliki aplikasi yang hampir sama dengan liberalisme dan sekulerisme. Sama-sama tidak menyetujui keberadaan agama dalam struktur pemerintahan dan bernegara. Komunisme menganggap bahwa agama adalah candu. Bahkan dalam skala yang lebih ekstrim beranggapan bahwa komunisme tidak mempercayai adanya Tuhan.
Kebencian komunis dengan Islam di Indonesia dapat dilihat dari sejarah Partai Komunis Indonesia (PKI) yang selalu menganiaya dan membunuh para ulama.
Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh ulama akhir-akhir ini pun kembali dikaitkan dengan keberadaan partai komunis yang dianggap belum mati di negeri ini. Apalagi bertepatan dengan bulan September yang identik dengan peristiwa G30S PKI.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجاَتٍ
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberikan ilmu ke beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11)
Hanya dalam negara yang menerapkan syariat Islam, ulama akan dimuliakan. Ulama akan diberi tempat tertinggi.
Al-Imam Al-Ajurri rahimahullah dalam muqaddimah kitab Akhlaq Al-Ulama mengatakan, seluruh makhluk butuh kepada ilmu mereka. Orang yang menyelisihi ucapan mereka adalah penentang, ketaatan kepada mereka atas seluruh makhluk adalah wajib dan bermaksiat kepada mereka adalah haram. Barangsiapa yang mentaati mereka akan mendapatkan petunjuk, dan barang siapa yang memaksiati mereka akan sesat.
Dalam perkara-perkara yang rancu, ucapan para ulama merupakan landasan mereka berbuat. Dan kepada pendapat mereka akan dikembalikan segala bentuk perkara yang menimpa pemimpin-pemimpin kaum muslimin terhadap sebuah hukum yang tidak mereka ketahui.
Maka dengan ucapan ulama pula mereka berbuat dan kepada pendapat ulama mereka kembali.
Seorang pemimpin atau khalifah yang menjadikan syariat Islam sebagai tuntunan kehidupan dalam menjalankan amanahnya pasti akan memuliakan ulama.
Segala kebijakan yang diambil akan selalu berlandaskan syariat Islam. Sedangkan penerapan syariat secara utuh hanya bisa terwujud dalam sebuah daulah Islam. Wallahu a’lam bishshowab.[]
*Anggota AMK
Comment