Maulinda Rawitra Pradanti*: Pelegalan Arak Di Bali Bagaikan Pisau Bermata Dua

Opini640 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Gubernur Bali I Wayan Koster menggelar sosialisasi di rumah jabatannya tentang Pergub No 1 Tahun 2020 yang berisi Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Aturan itu membuat arak dan minuman tradisional Bali lainnya menjadi legal di pasaran Bali.

Kebijakan ini diambil dengan alasan bahwa minuman tersebut bisa menunjang perekonomian rakyat.

Sebagian besar pengrajin arak ataupun tuak Bali akan mengalami kesejahteraan. Pasalnya, pengrajin tuak asal Kabupaten Klungkung, Karangasem, dan Bangli mengandalkan nasibnya dari usaha pembuatan tuak dan arak Bali ini.

Koster juga menyebut bahwa arak dan tuak Bali sudah terkenal oleh para wisatawan baik lokal atau internasional. Sampai-sampai ada slogan bahwa “Belum ke Bali jika belum bawa arak”. Ia menyebut bahwa arak dan tuak ini akan menjadi daya tarik wisatawan untuk mengunjungi Bali.

Namun, adanya Pergub ini membuat sebagian masyarakat di Bali kembali di buat geleng-geleng kepala. Miris dengan kebijakan yang diambil. Meskipun peredaran arak dan minuman khas Bali ini juga ada aturannya, namun pemerintah daerah tidak bisa memastikan 100% siapa saja yang akan meminumnya.

Apalagi jika rencana gubernur Bali yang akan mengadakan Festival Minum Arak Bali akan segera dilaksanakan.

Syarat orang boleh minum arak tak dipermasalahkan, asalkan bukan anak di bawah umur.

Disebutkan pula yang akan menjadi juara dalam Festival Minum Arak Bali ini adalah siapa saja yang mampu minum arak sebanyak-banyaknya dan tidak mabuk.

Dengan demikian, siapapun ia pasti dibolehkan untuk minum arak, termasuk wanita dan agama apapun.

Lantas, jika yang meminum arak dan tuak ini adalah generasi muda yang notabene masih memiliki masa depan yang panjang, apakah pemerintah daerah bisa membatasi peredaran arak dan tuak ini?

Jika tidak ada pengawasan yang ketat, maka kebijakan ini akan menjadi dua mata pisau yang saling berlawanan. Bisa jadi banyak generasi muda di bawah umur juga ikut mencoba minum arak dan menjadi ketagihan.

Dengan kebijakan ini, yang terjadi bukan menciptakan kesejahteraan justeru mendatangkan dampak negatif yang dapat menghancurkan masa depan generasi muda.

Islam adalah satu-satunya agama yang mengharamkan umatnya untuk tidak meminum arak ataupun tuak. Karena minuman tersebut disamakan dengan khamr yang akan membuat peminumnya mabuk dan tak bisa berpikir jernih. Keharaman ini langsung dituangkan dalam ayat Al-Qur’an yakni di QS. Al-Maidah:90

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung.

Disampaikan pula dalam hadist Rasulullah

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ، وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ» (رواه مسلم)

Dari Ibnu Umar r.a. bahwasannya Nabi saw. bersabda, “Setiap hal yang memabukkan itu khamr, dan setiap yang memabukkan itu haram.” (H.R. Muslim)

Dengan 2 ayat tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat menjaga akal agar selalu jernih dan dapat berpikir sesuai jalan yang sudah diajarkan oleh sang Pencipta.

Maka pelegalan arak dan tuak ini perlu ditinjau kembali dengan mempertimbangkan masa depan generasi muda.[]

* Mahasiswi Universitas Negei Malang

Comment