Masih Anak Sekolahan jadi Predator Mematikan, Akibat Salah Asuhan?

Opini105 Views

 

 

Penulis: Ummi Cahaya, S.Pd | Aktivis Dakwah Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Warga Palembang digegerkan dengan temuan mayat siswi SMP berinisial AA akibat diperkosa oleh empat orang. Tiga di antaranya meski berstatus tersangka namun tidak ditahan dengan alasan masih di bawah umur.

Dilansir oleh kompas.com, Kapolrestabes Palembang menyebutkan, motif keempat pelaku melakukan tindakan bejatnya itu lantaran tak kuat menahan hawa nafsu. Ditemukan pula sejumlah video porno di semua ponsel pelaku yang telah disita oleh kepolisian.

Kemalangan serupa juga menimpa siswi SMK di Labuhan Batu, Sumatera Utara. Kasat Reskrim Polres Labuhanbatu, AKP Teuku Rivanda seperti ditulis tvonenews.com (10/9/24) mengatakan bahwa korban digilir oleh 10 orang dan tiga pelaku masih di bawah umur sedang dua pelaku berusia 21 dan 23 tahun sudah diamankan setelah dihakimi warga.

Masih di provinsi Sumatera, tepatnya Padang Pariaman, Sumbar. Seorang gadis berusia 18 tahun ditemukan terkubur tanpa busana setelah tiga hari dinyatakan menghilang. Kapolres Padang Pariaman, AKBP Ahmad Faisol Amir mengatakan bahwa motif pelaku bukanlah perampokan mengingat masih utuhnya barang berharga korban, melainkan tindak asusila yaitu pemerkosaan.

Meski masih dalam tahap pendalaman, kepolisian sudah mengantongi beberapa nama pelaku yang salah satunya diduga masih berseragam sekolah. Bagaimana bisa?

Anak Indonesia Darurat Narkolema

Kemenkes dalam laman resminya telah memuat ragam konten seputar Narkolema alias Narkoba Lewat Mata sebagai bentuk penyuluhan akan seriusnya ancaman pornografi hari ini. Sebuah survei menyatakan bahwa setiap tahunnya ada 72 juta pengunjung website pornografi.

Dalam setiap detiknya 28,000 pengguna internet melihat konten pornografi. Dua per tiga para penikmat pornografi di internet ini adalah laki-laki dan sisanya adalah perempuan. Kelompok usia 12-17 tahun adalah konsumen terbesar pornografi di internet.

Narkolema memiliki sejuta pengaruh buruk terhadap kesehatan mental maupun fisik. Kencanduan pornografi bisa memberikan pengaruh terhadap kegagalan adaptasi, serta merusak fungsi otak dan struktur otak. Pola kerusakan yang terjadi menyerupai gejala fisiologi seseorang yang mengkonsumsi alkohol dan narkoba.

Maka tak heran ketika kita melihat ragam kasus kriminal remaja yang sangat sadis dan tidak manusiawi khususnya pemerkosaan bergilir hingga korban meregang nyawa.

Anak dengan Kekosongan Hati itu Mencari Pengisinya

Jika kesuksesan tidak datang dengan tiba-tiba, maka kehancuran seseorang juga demikian. Ada sebab di mana seseorang yang mulanya sehat jiwa malah melakukan tindak asusila bak orang yang sakit jiwa.

Elly Risman, dalam seminar yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Sekretariat Negara menyatakan, ada 10 ciri anak yang kecanduan akan pornografi.

Ciri tersebut adalah; mengurung diri dan menghabiskan waktu dengan games dan internet dalam kamar. Bila ditegur dan batasi bermain gadget, maka anak akan marah, melawan, berkata kasar, keji, mulai impulsive, berbohong, jorok, mencuri, sulit berkonsentrasi, prestasi akademis menurun. Jika bicara menghindari kontak mata, malu tidak pada tempatnya, main dengan kelompok tertentu saja, menyalahkan orang, hilang empati dan apa yang diminta harus diperoleh.

Sebagai orang terdekat, orang tua adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas penyimpangan seorang anak. Nahasnya, orangtua hari ini juga diuji lewat kebutuhan hidup hingga kesulitan membagi waktu antara mencari nafkah dan perannya dalam keluarga. Tanpa sadar “kecolongan” dan lambat mendeteksi perubahan sikap pada ananda sampai kronis akhirnya.

Anak sibuk dengan dunianya, begitu pula ayah ibunya. Hal ini terus berlanjut sampai anak bertemu “hobi baru” yang tak jarang didapat dari teman sepermainan atau gawai yang difasilitasi sendiri oleh orang tuanya.

Kontrol Sosial yang Telah Lama Mati

Sejak arus liberalisasi merebak, sikap individualis menjadi hal biasa. Saling menasihati bahkan dianggap sikap negatif yang terlalu mencampuri ranah privat orang lain. Membahas halal haram soal interaksi sosial kepada kerabat, tetangga, atau kolega yang menyalahi interaksi dengan lawan jenis bahkan dianggap tabu.

Ketika mendapati orang lain melakukan kemaksiatan, jika tidak menjadi penonton masyarakat memilih menghindar dan hanya memastikan agar dirinya dan orang terdekatnya tidak melakukan hal serupa. Tatkala legislasi tentang kontrasepsi remaja pun bahkan tak sedikit yang memilih diam, tak ingin ikut campur dalam penerapan hukum yang ada.

Padahal masyarakat ibarat satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Cepat atau lambat tak ada yang akan aman dengan kerusakan yang ada. Buktinya kita membaca kasus pemerkosaan sekaligus pembunuhan sadis dahulunya hanya di luar negeri namun kini kasus serupa malah ditemukan di negeri kita, provinsi kita, bahkan sampai kelurahan atau desa kita. Tidakkah ini mengerikan?

Negara Garda Terdepan Hadirkan Keamanan

Jika merujuk sistem Islam, negara adalah peran kunci mencegah terjadinya tindak asusila semua kalangan khususnya para anak. Negara memiliki wewenang menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah yang kurikulumnya menjaga para lulusan dari aktivitas haram atas dasar ketakwaan. Di rumah sudah dididik orangtua, lingkungan sekolah pun sinergis menjaga.

Selain itu negara memiliki kecakapan dalam upaya memberantas konten pornografi baik lewat sosial media maupun media massa. Mampu mengerahkan para ahli untuk menutup situs porno, melacak identitas pelaku, memblokir seluruh aktivitasnya dan melacak keberadaannya. Setelah tertangkap, maka diterapkan sanksi yang tegas padanya karena telah merusak aset negara bernama anak-anak.

Terakhir, Islam sangat ketat mengatur sistem hukum apalagi bagi pihak yang menjadikan konten pornografi ini sebagai lahan bisnis. Tak kira berkaitan dengan tokoh pejabat atau tidak, tak peduli membayar pajak hiburan atau tidak. Negara tak boleh berhitung soal materi jika berhadapan dengan kasus halal haram yang mengancam generasi sendiri.

Selain itu, Islam punya standar tentang mukalaf (orang yang sudah dibebani hukum) tidak lagi masuk kategori anak. Defenisi anak adalah orang yang belum baligh. Sehingga jika ia melakukan kejahatan pelecehan, pemerkosaan sampai pembunuhan, tak ada lagi pembelaan dan penangguhan tahanan dengan alasan ‘masih di bawah umur’.

Negara harus menerapkan hudud atasnya, yaitu sanksi yang telah ditetapkan kadarnya atas tindak kemaksiatan agar masyarakat luas tercegah dari kemaksiatan yang sama (lih: al-Maliki,Abdurrahman, Sistem Sanksi dalam Islam, Thariqul Izzah, 2018)

Sejatinya setiap anak adalah hasil asuhan individu, lingkungan masyarakat, dan negara. Jika anak tidak dinaungi dengan peradaban yang berlandaskan keimanan maka kerusakannya pun tidak hanya mewabahi individu melainkan sampai seluruh alam.[]

Comment