Masalah Kesehatan Mental Remaja, Tanggung Jawab Siapa?

Opini453 Views

 

Oleh Ranti Nuarita, S.Sos, Aktivis Muslimah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan University of Queensland di Australia dan John Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat (AS) seperti ditulis Kumparan.com (14/10/2022) menemukan bahwa 1 dari 20 remaja di Indonesia terdiagnosis memiliki gangguan mental, mengacu pada Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-V) keluaran American Psychological Association (APA). Ini berarti, sekitar 2,45 juta remaja di seluruh Indonesia masuk dalam kelompok orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Masalah kesehatan mental bukanlah masalah sederhana terlebih isu ini sudah menjadi isu yang mengglobal. Miris memang, remaja sebagai harapan akan menjadi generasi penerus justru malah terjangkiti masalah kesehatan mental. Bukan tanpa alasan isu kesehatan mental remaja hari ini seakan-akan sudah menjadi hal yang tidak tabu, karena kondisi lingkungan yang ada memang mendorong remaja menjadi pribadi yang lemah secara mental.

Kapitalisme dan sekularisme yang diakui ataupun tidak menjadi sistem yang dianut negara hari ini meniscayakan remaja mengalami masalah kesehatan mental. Mindset sistem ini yang memisahkan agama dari kehidupan dan menjadikan materi sebagai tujuan utama membuat manusia hidup hanya untuk berlomba-lomba mengumpulkan materi.

Standar kesuksesan dalam sistem ini adalah ketika dapat meraih materi sebanyak-banyaknya. Hal ini tentu mendorong tergadainya mental manusia dengan nilai-nilai hedonisme, konsumerisme, materialisme. Seseorang akan dikatakan sukses jika memiliki mobil mewah, ponsel terbaru, kemampuan membeli barang bermerek.

Bahkan negara dalam sistem ini hanya berfokus kepada pembangunan infrastruktur, sementara pembangunan mental manusia tidak menjadi fokus utama. Begitupun media yang terus-menerus memproduksi, mengumbar tayangan-tayangan flexing yang semakin menambah dorongan untuk remaja mengikuti tren yang ada.

Maka ketika remaja tidak punya kemampuan dalam hal ini, akan terjebak dalam kesenjangan ekonomi antara kaya dan miskin. Inilah yang akan mendatangkan tekanan dan mempengaruhi keseimbangan mental.

Belum cukup sampai di situ, remaja juga kehilangan sosok orang tua yang disibukkan oleh pekerjaan demi memenuhi kebutuhan hidup. Pemerintah tidak signifikan menjamin kebutuhan pokok warga negaranya.

Ketidakhadiran bimbingan dan pembinaan dari orang tua untuk menguatkan jiwa anak-anak mereka semakin menambah beban beratnya tekanan terhadap kejiwaan remaja hari ini. Muatan pendidikan di sekolah juga kampus pun tidak membantu baik kalangan anak-anak ataupun pelajar memiliki mental yang sehat dan kuat.

Menyedihkan memang, semakin mengguruhnya gangguan kesehatan mental pada remaja adalah sebuah bukti bahwa negeri ini memang sedang tidak baik-baik saja. Meningkatnya masalah kesehatan mental ini pun menjadi bukti bahwa di bawah sistem kapitalisme sekular, pemerintah dan para pemangku kekuasaan gagal menjalankan fungsi kepemimpinannya secara tepa karena memang tidak memiliki landasan yang benar.

Jauh berbeda jika yang diterapkan adalah sistem Islam. Salah satu tujuan agung diterapkannya syariat Islam adalah tercapainya maqashid syariah, yang di dalamnya terdapat hifzun nafs (menjaga jiwa).

Pemeritahan yang menerapkan sistem Islam juga memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab mengurus rakyatnya. Kesejahteraan masyarakat terjamin, kebutuhan pendidikan dan kesehatan mudah diakses dengan gratis, masalah sandang, pangan, papan masyarakat terpenuhi secara maksimal.

Inilah yang akhirnya memberi dampak positif sehingga masyarakat dapat hidup dengan nyaman dan sejahtera karena segala kebutuhan pokok diurusi oleh negara melalui dana yang didapatkan dari kekayaan alam yang diurus langsung oleh negara dan tidak menyerahkannya pada asing.

Masyarakat yang hidup di dalam sistem Islam pun sangat paham bahwa dunia bukanlah akhir tetapi sebagai sarana untuk meraih kebahagiaan di kehidupan akhirat. Orientasi hidup bukan pada materi tetapi kepada rida Allah semata. Sukses hakiki adalah dapat masuk ke dalam surga.

Akidah Islam menjadi landasan hidup dan menjadikan masyarakat memahami konsep rezeki bahwa ada hal-hal yang sudah ditetapkan Allah dan ada pula yang bisa diusahakan. Masyarakat memahami konsep qada dan qadar dengan baik, memahami makna kesabaran, ikhtiar dan tawakal.

Konsep itulah yang membuat masyarakat senantiasa berupaya semaksimal mungkin dalam menjalankan kehidupan. Kondisi kehidupan masyarakat dengan sistem Islam dihiasi iman sehingga selalu disibukkan untuk saling membantu, mengingatkan kepada kebaikan berdakwah amar ma’ruf nahi munkar. Begitu pun media, hanya digunakan untuk dakwah Islam itu sendiri.

Sungguh, telah nyata kerusakan sistem kapitalisme sekular yang telah memicu masalah kesehatan mental. Satu-satunya solusi untuk mengentaskan masalah ini hanya kembali kepada sistem Islam yang bersumber dari Allah.

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar-rum :41). Wallahualam bissawab.[]

Comment