RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Saat sedang mengisolasi diri selama 14 hari. Saya menyimak musik dari tetangga kamar saya. Musik tetangga, bukan selimut tetangga. Tak lama kemudian, saya membuka whatsapp dan menemukan ia sedang mengunggah status cover lagu Aisyah Isteri nabi. Saya cukup menikmati hingga membuka status itu secara berulang.
Awalnya saya tidak fokus pada lirik lagunya. Saya cuma kagum pada suara Anisa Rahman yang menyanyi dengan raut gembira, berbeda dengan versi Nissa Sabyan; terlihat sedikit “sedih” dan memang sangat mendalami lagu ini.
Bersamaan dengan viralnya lagu ini, pun tak kalah ramainya novel best seller Aisyah ra. versi pdf, dibagikan. Saya juga punya, tapi belum selesai saya baca.
Dari lagu Aisyah Istri Rasulullah, semangat membaca saya pada novel ini bertambah. Namun, di kemudian hari saya menemukan berbagai kontroversi dari lagu tersebut.
Ada yang memposting tentang keharaman musik, terlalu berlebihannya lirik lagu ini menggambarkan sosok Istri Rasulullah, Ummu Mukminin. Meskipun begitu, tak sedikit pula yang menyukainya dan merasa aman-aman saja.
Keharaman musik
tak dapat diingkari, tak semua orang menyukai musik bahkan ada yang mengharamkannya. Selama lagu Aisyah Istri Rasulullah viral, larangan musik kembali muncul dan ramai diposting di sosial media dengan berbagai sumber dalil.
Di sisi lain, ada juga yang masih menerimanya dan mengganggap bahwa musik boleh saja didengar. Tentunya juga berdasar pada dalil yang ditunjukkannya.
Kedua pendapat ini masing-masing memiliki sumber hukum. Lantas apakah kita akan saling menyalahkan dengan menguatkan salah satunya lalu menolak yang lain?
Karena adanya kontradiksi, maka perlu melihat dari segi usul fiqh (yang menjadi jalan para ulama untuk menyikapi sesuatu yang terlihat bertentangan).
Sebagaimana Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani menyatakan “pada dasarnya dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan” (1994:239). Sehingga berdasarkan kaidah usul fiqh, jembatan yang mengantarkan pada keharaman maka itu adalah haram. Dari pandangan-pandangan tersebut hukum musik atau nyanyian terpilah menjadi dua.
Musik yang mengarah pada keharaman (terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran) maka barulah musik itu dikatakan haram. Musik atau nyanyian itu diperbolehkan (pada kondisi atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syara’).
Dari sini dapat dipahami bahwa musik atau nyayian ada yang diharamkan dan ada pula yang dihalalkan. Wallahu a’lam bis-shawab.
Semoga kita terus membuka diri untuk terus belajar dan membuka cakrawala pemikiran kita.
Wujud fisik Aisyah ra.
Di luar dari haram atau tidaknya musik. Kontra yang muncul adalah adanya sebagian orang yang tidak menerima jika Aisyah terlalu digambarkan dari segi fisik. Dikhawatirkan orang-orang yang mendengar lagu tersebut (terutama lelaki) hanya membayangkan wujud fisik Aisyah ra.
Bagaimana warna kulitnya, pipinya dan lain sebagainya. Juga para calon istri atau yang sudah menjadi isteri malah sibuk berdandan agar terlihat cantik.
Apalagi definisi cantik dari banyak orang adalah harus putih, mulus dan glowing. Tapi luput memperbaiki diri dari segi akhlak.
Aisyah istri Rasulullah, Ummu mukminin. Ada banyak hal yang bisa digambarkan dari Beliau, adalah sosok perempuan yang perangainya bagus, cerdas, dan patuh pada Rasulullah. Tentang kepatuhannya, Aisyah ra. selalu mengikuti anjuran utama Rasululah, yaitu dengan hidup sederhana.
Nah, semoga para calon isteri atau isteri senantiasa dapat meniru isteri Rasulullah dengan tidak berlebih-lebihan baik dari segi berpakaian, mengoleksi benda-benda yang jarang digunakan dan sebagainya.
Memperoleh Pengetahuan
Viralnya lagu Aisyah Isteri Rasulullah tak semua dipandang buruk. Karena keseringan mendengar lagu ini, anak saudara sepupu saya yang berusia enam tahu jadi tahu siapa itu Rasulullah saw. dan Aisyah ra.
Tentunya ia merasa penasaran dan bertanya siapa sih Beliau, sehebat apa Rasulullah dan isteri Beliau sehingga dijadikan lagu dan diputar berulang-ulang lalu menjadi lagu yang viral. Dari lagu ini, saya juga menjadi tahu, sekalipun lagu tersebut mengisahkan tentang sosok yang mulia, masih saja ada pro dan kontra di dalamnya.
Karena setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda namun sifat manusia ada yang kekeh pada perbedaan. Mengutip kata dari Buya Hamka “Kita bergaul dengan manusia, bukan malaikat. Sehingga jika menemukan kekeliruan di dalamya maka diperingati, dinasihati. Jangan keras langsung disalahkan”. Wallahu a’lam.[]
*Kader FLP Ranting UIN Alauddin Makassar
Comment