Mariana, S.Sos: Sengkarut Pengelolaan SDA

Opini650 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Lagi penjualan pulau di salah satu wilayah Indonesia viral di media sosial dan mengundang perdebatan publik. Tentu masyarakat di kepulauan tersebut tidak terima dengan adanya penjualan pulau tempat mereka hidup termasuk leluhurnya.

Dilansir oleh detik.com, 30 Agustus 2020, Pulau di Buton Sultra Dijual di Situs Jual Beli, Warga Tak Terima!

Sengkarut pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) akan terus terjadi, jika tidak ada upaya yang tegas dan jelas mengenai regulasi pengelolaannya, bisa jadi SDA negeri ini akan terus digadaikan hingga tidak tersisa sedikitpun untuk anak cucunya.

Maka harus ada upaya memutus mata rantai kejahatan penjualan pulau atau SDA dengan cara sebagai berikut : Pertama, Stop membuka keran Investasi, harus fokus mengelola SDA milik sendiri. Semangat untuk mengelola SDA sendiri tentu bukan hanya sekadar narasi yang di gaungkan tapi harus di realisasikan hingga menjadi fakta yang dapat di lihat oleh masyarakat. Sayangnya negara yang independen alias berdikari dalam pengelolaan SDA nampaknya belum terwujud hingga saat ini.

Tentu masyarakat sudah sangat familiar dengan Freeport McMoran, Newmont, Chevron, Conoco Philips, Exxon Mobil, PT Heng Fung Mining, Petro China, British Petroleum, Total E&P, Canadian International Development Agency (CIDA), dan perusahaan asing lainnya yang menguasai SDA Indonesia. Sangat miris padahal amanat UUD pasal 33 menegaskan bahwa SDA yang menjadi kepemilikan umum harus dikelola oleh negara dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat.

Jika Negara tidak hadir, dalam hal ini penguasanya untuk mengurusi kepentingan rakyat dan mengamankan SDA termasuk wilayah maupun pulaunya maka bukan tidak mingkin negeri ini akan dikelola atau bahkan akan terjual semuanya ke tangan para pemilik modal, tentu para pemilik modal yang dimaksud kebanyakan dari asing sebab merekalah yang paling memungkinkan dari aspek kapital. Daratan, Lautan, Hutan bahkan Pulau dapat tergadai jika tidak segera di tindaki.

Kedua, Dibutuhkan peran Negara, karena negeri ini ada yang pimpin. Maka tugas pemimpin adalah mengurusi dan melindungi rakyatnya dari gangguan termasuk mengamankan wilayah yang menjadi tempat hidup rakyatnya. Sebagaimana yang dilakukan Khalifah Sultan Hamid II ketika ia menolak permintaan tokoh pendiri negara Zionis Israel, Theodere Herzl, agar memberikan sebagian wilayahnya di Palestina untuk bangsa Yahudi.

Maka sikap tegas pemimpin negara sekaligus regulasi yang di terapkan berperan dalam menjaga wilayah atau pulau yang akan di perjual belikan, ketegasan pemimpin negara akan menjadi refleksi bagaimana bawahan ataupun rakyatnya akan bertindak.

Jika atasannya sering melakukan penjualan aset publik maka dapat dipastikan bawahan ataupun rakyatnya akan jadi para makelar atau agen jual beli begitupun sebaliknya jika pemimpin negaranya punya konsep yang jelas dalam menjaga negaranya maka bawahan dan rakyatnya akan menirunya, wajar saja sebab pemimpin itu adalah contoh seperti orang tua yang memberikan contoh pada anak-anaknya, apa yang dilakukan oleh orang tua maka itulah yang akan diperbuat oleh anak-anaknya.

Maka tidak bisa disalahkan sepenuhnya kepada oknum yang melakukan jual beli aset publik sebab selama ini tidak ada contoh dari pemimpin sekaligus ketegasan peraturan mengenai hak kepemilikan umum, bahkan terkesan terjadi pembiaran dalam hal pengelolaan aset publik atau penjualannya.

Ketika ramai dibicarakan dan menjadi tren, baru pemimpinnya beretorika untuk meredam kemarahan publik. Karena ketidakpedulian terhadap aset publik sehingga sering kali menjadi konflik di masyarakat yang bisa jadi berujung pada ancaman disintegrasi.

Ketiga, seluruh rakyat harus bersatu menyuarakan kebenaran dan menjaga seluruh aset penting milik publik yang tidak boleh dirampas dan direbut oleh siapapun. Jadi pentingnya muhasabah alias melakukan kontrol sosial dan kritik terhadap kebijakan publik jika hal itu dapat membahayakan negara.

Terlebih lagi jika hal itu menyangkut penjualan pulau, meski pulau itu kecil tapi jika di biarkan maka bukan tidak mungkin akan muncul penjualan pulau- pulau yang lain, lama-kelamaan semua pulau bisa dicaplok dan dijual kemanapun dan kepada siapapun.

Ini sangat berbahaya, makanya penting untuk melakukan pengawasan sosial dan kritik jika terjadi perdagangan aset milik publik, dengan begitu penjualan pulau ataupun SDA kepada para pemilik modal tidak lagi terjadi.

Yang lebih penting, oknum tidak dapat mengkalim pulau tersebut adalah miliknya dan kemudian memperdagangkan sebab pulau itu milik seluruh masyarakat yang ada di tempat itu, tidak dapat diklaim menjadi kepemilikan sepihak oleh oknum tertentu.

Karena itulah pentingnya peran pemimpin beserta keteraturan sistem yang di ambilnya, dengan kejelasan pemimpin dan kepastian hukum yang di terapkan, maka akan dapat menjaga keutuhan wilayah agar tidak dijual dan dicaplok oleh pihak lain terlebih jika pihak itu adalah negara asing yang serakah dengani motif menjajah dan menguasai wilayah negara lain.

Sudah seharusnya pulau yang menjadi kepemilikan umum seluruh warga yang ada di wilayah itu, pengelolaannya diserahkan pada negara dan dipergunakan untuk kepentingan rakyat, tidak boleh diklaim oleh pihak tertentu apalagi di jual.

Sebab pulau itu bukan hak milik individu yang bebas di perjual belikan, kacaunya lagi penjualan di lakukan secara bebas seperti barang dagangan lain padahal ini menyangkut pulau di suatu wilayah, akan sangat berbahaya apabila yang beli adalah korporasi atau negara yang memang mau menancapkan hegemoni kekuasaannya di negara tersebut, sangat mungkin pulau tersebut justru dimanfaatkan untuk kepentingan lain.

Selain itu, sebelum melakukan penjualan pulau maka penting untuk dipikirkan dampak yang akan terjadi pada masyarakat yang ada disekitar wilayah atau yang punya warisan sejarah di pulau tersebut, jika pulau itu di jual apakah mereka akan leluasa untuk menginjakkan kaki di pulau tersebut bahkan sekadar untuk mengunjungi makam leluhur mereka?

Faktanya saat ini, jangankan di jual, baru diolah saja oleh korporasi atau negara asing, rakyat bahkan pejabat publik sangat sulit masuk di wilayah tersebut bahkan harus dengan izin yang berbelit-belit jika tidak ingin di usir. Apalagi ketika sudah dijual! selain itu harus dipikirkan juga adalah dampak penjualan pulau terkait ekologi dan tentu permasalahan sosial yang akan timbul yang bisa jadi berujung pada konflik sehingga dapat membahayakan integritas.

Bagaimana mungkin pulau di negeri ini akan dijual sementara banyak dari rakyatnya yang justru tidak memiliki tanah untuk tempat tinggal?

Oleh karena itu agar tidak terjadi klaim sepihak terhadap pulau sehingga menimbulkan konflik dimasyarakat maka di perlukan kehadiran negara untuk menanganinya dengan regulasi yang tepat sehingga tidak menimbulkan problematik yang berkepanjangan dan tidak akan ada lagi penjualan pulau-pulau yang lain ataupun SDA yang menjadi hajat hidup publik. Wallahu a’lam (***)

Comment