Penulis: Rizki Utami Handayani, S.ST | Pengajar di Ma’had Pengkaderan Da’i Quran
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Penyakit menular seksual menjadi momok bagi setiap orang. Data yang setiap hari kian bertambah seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua. Menurut data tahun 2022 tercatat sebanyak 16.283 kasus sifilis yang diterima oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Sekitar sepuluh wilayah di Indonesia yang terkena kasus sifilis terbanyak yaitu: Papua: 3.864 kasus, Jawa Barat: 3.186 kasus, DKI Jakarta: 1.897 kasus, Papua Barat: 1.816 kasus, Bali: 1.300 kasus, Banten: 1.145 kasus, Jawa Timur: 1.003 kasus. Sifilis atau disebut juga raja singa adalah infeksi menular seksual (IMS) yang ditularkan melalui kontak seksual dengan seseorang yang terinfeksi.
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri treponema pallidum, yang masuk dan menginfeksi seseorang melalui luka di vagina, penis, anus, bibir, atau mulut.
Laman www.yankes.kemkes.go.id menulis bahwa infeksi sifilis yang terjadi sejak dalam kandungan dapat melahirkan bayi dengan sifilis yang disebut sifilis kongenital. Infeksi ini mengancam nyawa karena dapat menyerang berbagai sistem organ tubuh janin yang sedang berkembang. Infeksi ini juga dapat meningkatkan risiko keguguran pada ibu hamil, dan dapat mengakibatkan berat badan lahir rendah, lahir prematur, ataupun lahir mati pada bayi.
Halodoc.com menulis, gejala yang dapat muncul pada balita dan anak seperti gangguan pada kornea mata yang menyebabkan kebutaan, gangguan tulang, pembengkakan pada persendian, terjadinya gangguan pendengaran yang mengakibatkan ketulian, hingga gangguan yang terjadi pada kulit di sekitar genital, anus, dan mulut.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia seperti dikutip dari www.cnbcindonesia.com membeberkan fakta terbaru kasus penyakit menular seksual di Indonesia. Juru bicara Kemenkes, dr. Mohammad Syahril menyebut ada tiga penyakit menular seksual yang paling berisiko menjangkiti anak, yakni HIV, sifilis, dan hepatitis B. Kasus sifilis dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yakni sejak 2018 sampai 2022 terjadi kasus peningkatan sifilis hingga 70%, dari 12 ribu kasus menjadi 21 ribu kasus. Ada tiga kemungkinan anak tertular penyakit menular seksual, yakni saat dalam kandungan, saat proses melahirkan, dan saat proses menyusui.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Anhar Hadian mengatakan kurun waktu 2020-2022 kasus sifilis di Bandung terus meningkat seiring peningkatan pemeriksaan yang dilakukan sejumlah fasilitas kesehatan. Berdasarkan data, pada tahun 2020 ada 11.430 orang yang diperiksa, ditemukan 300 yang positif sifilis. Kemudian pada 2021 ada sebanyak 12.228 orang yang diperiksa, dan ditemukan 332 yang positif sifilis.
Dinas Kesehatan Kota Bandung memastikan tidak akan menyetop proses skrining atau pemeriksaan terkait penyakit sifilis untuk menguak fenomena gunung es di tengah tingginya kasus itu di ibu kota Jawa Barat tersebut. Lalu pada 2022 pemeriksaan yang dilakukan meningkat menjadi 30.311 orang, dan ditemukan 881 orang positif sifilis. Pihaknya menilai tingginya kasus sifilis di Kota Bandung antara lain karena tingginya angka pemeriksaan, perilaku seks masyarakat di perkotaan, dan hubungan seksual yang dilakukan secara tidak aman.
Data tersebut jelas membuat galau Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan ini langsung direspon oleh Pemprov Jabar dengan melakukan upaya maksimal dalam menekan laju sebaran penyakit menular tersebut dengan memastikan obat-obatan untuk upaya penyembuhan penyakit sifilis telah didistribusikan ke puskesmas di beberapa wilayah serta skrining terhadap ibu hamil populasi kunci. Serta mengimbau masyarakat selalu menerapkan gaya hidup yang sehat, dan yang perlu dikedepankan adalah upaya pencegahan, mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya, untuk menghindari seks yang berisiko,” kata dia. (Sumber: www.rejabar.com)
Berbagai upaya memang sudah dilakukan, akan tetapi masih fokus pada pencegahan yang sifatnya berupa himbauan dan penanganan berupa skrining serta pengobatan. Padahal sudah terjadi bakteri penyebab sifilis ini mengalami resistensi terhadap antibiotik pada beberapa kasus. Betul sekali upaya tersebut memang penting untuk dilakukan karena merupakan bagian dari penanganan yang semestinya dilakukan. Sementara itu, akar masalah yang menjadi biang penyebaran sifilis tidak pernah dicegah secara masif, yaitu penerapan sekularisme yang melahirkan gaya hidup liberal, seperti normalisasi zina dan tata pergaulan yang serba bebas. Penyakit sifilis sendiri muncul karena pola hidup liberal yang “menuhankan” hawa nafsu. tidak seharusnya penanganan dan pencegahan penyakit sifilis dilakukan dengan semata imbauan gaya hidup sehat atau hanya sekedar seks yang aman (tapi mengabaikan kehalalan).
Ini adalah masalah serius, karena menyangkut kualitas sumber daya manusia, penerus generasi yang akan melanjutkan estafet kehidupan. Kualitas generasi yang akan datang tentunya ditentukan oleh kita hari ini. Apa jadinya jika ternyata banyak anak-anak yang sekarang mengidap penyakit mengerikan karena tertular bahkan karena ulah orang tuanya sendiri. Jangan sampai nasib negeri tercinta ini sama seperti negara-negara yang mengklaim dirinya maju, yaitu terjangkit sindrom budaya Chicago, mencapai kemajuan ekonomi namun mengalami kerusakan peradaban, pembangunan yang pesat tapi memiliki permasalahan sosial yang serius.
Meningkatnya kasus sifilis ini tentu berbanding lurus dengan maraknya pergaulan bebas, perzinahan, kohabitasi (kumpul kebo), dan LGBTQ yang dianggap sebagai hal yang lumrah di era sekarang oleh sebagian orang. Tidak adanya sanksi yang tegas berkaitan dengan kemaksiatan ini pun menjadi salah satu faktor pemicu maraknya berbagai penyakit menular seksual. Negara harus mewajibkan pola dan gaya hidup sehat dan halal dengan sistem sosial dan tata pergaulan sehat yang menyeluruh, termasuk menetapkan sanksi tegas bagi pelaku. Hal itu hanya bisa dilakukan dengan sistem sosial dan tata pergaulan Islam.
Tingginya kasus sifilis dan penyakit menukar seksual lainnya menunjukkan buruknya pergaulan saat ini. Liberalisasi pergaulan terbukti membawa masalah besar pada kehidupan masyarakat. Kondisi lebih buruk niscaya akan terjadi jika legalisasi LGBT di negeri ini disahkan Islam telah menentukan tata pergaulan yang sehat dan sesuai syariat. Semua ada aturan Allah, dan semua untuk kebaikan umat manusia. Islam menjadikan negara wajib mewujudkan tata pergaulan ini dan semua hal yang dibutuhkan untuk menjaga keselamatan masyarakat. (Sumber: www.muslimahnews.net)
Cukup menjadi pengingat bagi kita pesan dari baginda Rasulullah SAW, bahwa salah satu hal yang dapat kehidupan umat manusia adalah hawa nafsu yang diumbar. Peradaban manusia hanya terfokus pada pemenuhan di level terendah, padahal misi hidup kita di dunia bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan syahwat dan perut semata, tapi tentu lebih dari itu. Bukan hanya sekedar shalih (level individu) tapi juga muslih (level umat).
Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Adabud Dunya wad Din menyatakan bahwa hawa nafsu adalah penghalang kebaikan, menjadi lawan bagi akal. Sebab ia dihasilkan dari akhlak tercela, dilahirkan dari perbuatan keji, mengoyak tabir kewibawaan dan menjadi pintu gerbang segala kejahatan. Maka mari kita renungkan sejatinya berbagai kerusakan yang hari ini terjadi pada manusia dan alam semesta adalah karena akibat kerusakan yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Mari berbenah untuk kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang, untuk kita dan generasi yang akan datang. Wallahu’alam bishowab.[]
Comment