Penulis: Ranti Nuarita, S.Sos | Aktivis Muslimah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Jumlah pengangguran di kalangan anak muda mencapai angka mencengangkan, hampir 10 juta orang dari gen Z terdaftar sebagai pengangguran. Meskipun mereka memasuki pasar kerja dengan gelar akademis, banyak yang masih kesulitan menemukan pekerjaan tetap.
Faktor seperti ketidakcocokan antara keterampilan yang dimiliki dan kebutuhan industri, persaingan ketat, serta dampak dari krisis ekonomi global telah memperburuk situasi ini. Dengan kondisi yang semakin menantang, generasi muda ini menghadapi tantangan berat dalam meraih stabilitas dan keamanan pekerjaan.
Mengutip tempo.com, Jumat (9/8/2024) terdapat ratusan ribu anak muda Indonesia berada dalam kondisi menganggur, bahkan mereka putus asa karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan kelompok anak muda ini menjadi hopeless of job.
Masalah pengangguran di negeri ini memang masih menjadi PR besar bagi pemerintah. Padahal, pengangguran sangat berkorelasi positif dengan kemiskinan. Tidak dimungkiri bahwa kemiskinan juga menjadi salah satu faktor pemicu berbagai kerawanan sosial, sekaligus menjadi indikator minimnya tingkat kesejahteraan.
Banyak upaya sudah dilakukan pemerintah untuk mencari solusi masalah pengangguran ini, tetapi tampaknya masih parsial dan terkesan tidak serius, meski pada faktanya sudah beberapa kali negeri ini berganti pemimpin – pengangguran semakin marak seakan menjadi warisan yang sulit dientaskan hingga hari ini.
Hal ini sejalan dengan kondisi ekonomi makro dunia yang makin hari kian memburuk tidak karuan. Inilah bukti kesekian yang menunjukkan kegagalan negara menjamin kesempatan kerja dan kesejahteraan rakyat.
Memang benar bahwa kompetensi dan kemampuan merupakan bagian penting dari kualitas serta daya saing sumber daya manusia atau tenaga kerja. Akan tetapi, yang jadi masalah terbesar semakin maraknya pengangguran adalah sulitnya akses masyarakat terhadap lapangan kerja dan buruknya atmosfer untuk berusaha.
Belum lagi hari ini, pemerintah sangat bergantung pada proyek-proyek pembangunan yang berasal dari investasi asing juga sektor ekonomi non-riil. Padahal, investasi asing berbasis utang ribawi dan kerap kali menyerap tenaga asing. Sedangkan, pembangunan sektor ekonomi non-riil hanya memacu pertumbuhan ekonomi di atas kertas, bahkan menyedot kekayaan rakyat ke tangan segelintir para pemilik modal.
Tidak hanya itu, alasan lain ialah situasi perekonomian yang sangat dipengaruhi oleh kondisi internasional. Hal ini merupakan dampak penerapan sistem ekonomi kapitalisme yang akhirnya menjadikan Indonesia tidak memiliki kemandirian dan kedaulatan ekonomi.
Peran negara dalam sistem ini pun hanya sebatas regulator saja. Ironisnya lagi, negara seringnya berkolaborasi dengan kekuatan para pemilik modal atau investor sehingga membuat rakyat semakin terpuruk.
Maka, jangan heran jika sumber daya alam (SDA) yang begitu melimpah ruah di negara ini, tidak dapat dimiliki dan dikelola sepenuhnya untuk menyejahterakan rakyat. Kebijakan ekonomi bahkan politiknya disetir serta diarahkan oleh kekuatan kapitalisme global.
Kekuasaan oligarki begitu mencengkeram sampai situasi ekonomi pun sangat rentan dipermainkan oleh kepentingan para investor juga negara-negara besar. Belum cukup sampai di situ, jika pun ada lapangan pekerjaan maka persyaratannya sangatlah menyulitkan dan dibuat sesuai keinginan para kapitalis, bahkan mirisnya lagi sogok menyogok untuk bisa bekerja pun sudah menjadi rahasia umum dalam sistem ini.
Berbeda dengan sistem kapitalisme, dalam sistem Islam negara tidak hanya bertindak sebagai regulator pemberi karpet merah untuk para oligarki, tetapi Islam mewajibkan negara menjadi pengurus dan penjaga rakyat. Adanya kesadaran dimensi akhirat bahwa kelak seorang pemimpin akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Allah, tentunya menjado pendorong negara mewujudkan pengurusan yang sempurna sesuai syariat.
Adapun rangkaian paradigma Islam untuk mengurai masalah pengangguran di antaranya;
Pertama, negara bertanggung jawab membuka atau menyediakan lapangan kerja yang halal serta suasana kondusif seluas-luasnya, untuk menunaikan amanah sebagai pengurus rakyat. Selain itu, negara juga dapat memberi modal kepada para pemuda dalam hal ini laki-laki yang memiliki kewajiban untuk bekerja, untuk mengembangkan usaha dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya.
Hal tersebut sebagai perwujudan relasi antara rakyat dengan negara. Pada akhirnya relasi tersebut akan menstimulasi produktivitas negara untuk fokus mengelola SDA maupun aset negara lainnya secara independen tanpa melibatkan campur tangan asing serta mencegah penguasaan kekayaan milik umum oleh segelintir orang. Mekanisme inilah yang sejatinya akan membuka banyak lapangan kerja.
Kedua, adanya sumber daya manusia dengan skill (keahlian/keterampilan) yang negara butuhkan tentu melalui proses yang tidak instan. Maka, di sini negara berperan untuk mempersiapkan SDM yang unggul.
Dalam sistem Islam negara memastikan sistem pendidikan berdiri kukuh dengan kurikulum sesuai akidah, terlepas dari intervensi industri. Sebab, negara dalam konsep Islam menyadari bahwa sistem pendidikan ialah garda terdepan demi melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, memiliki keahlian yang tinggi, juga menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang kelak bisa menjadi sandaran negara untuk meningkatkan ketakwaan dan berkontribusi bagi ketinggian juga kemuliaan masyarakatnya.
Adapun salah satu mekanismenya dapat negara lakukan melalui pendidikan formal, mulai dari mendirikan sekolah maupun pendidikan tinggi dengan berbagai jurusan, hingga berupa pelatihan, pembekalan skill, maupun program belajar dari negara lain. Sebagaimana yang pernah Rasulullah saw. lakukan ketika mengutus beberapa sahabat untuk mempelajari teknologi perang di Yaman.
Demikianlah rangkaian kebijakan makro yang merupakan paradigma sistem ekonomi Islam dalam upaya menciptakan lapangan kerja yang pada akhirnya dapat memutus rantai pengangguran di masyarakat.
Sistem ekonomi Islam ini merupakan penerapan berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok setiap individu masyarakat, bukan sebatas suatu komunitas yang hidup dalam sebuah negara. Wallahu’alam bisshowab.[]
Comment