Oleh : Fara Melyanda, Ibu Pembelajar
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Goresan tinta terus menceritakan tentang varian kejahatan. Sajian peristiwa kian tak manusiawi hingga meregang nyawa manusia seolah semakin biasa. Isu kejahatan bahkan pembunuhan menjadi trending topik yang seakan berlomba dengan isu-isu buruk lainnya.
Dikutip dari Kompas.com (28/10/2022) Sebanyak empat preman yang kerap meminta uang serta mengancam supir truk di lintas Jalan Medan-Banda Aceh ditangkap pada Kamis 27/10/2022. Begitu juga pasangan suami Istri di Kota Medan, Sumatera Utara, diduga cekcok hingga sang istri tewas bersimbah darah di pinggir jalan Mandala By Pass, Kec. Medan Tembung, Kota Medan (Tvonenews.com 23/10/ 2022).
Menjamurnya kejahatan hingga pembunuhan dinegeri ini bukan hanya kali ini, bahkan berlangsung sudah sangat lama, seolah nyawa di pandang rendah tiada beharga. Seharusnya penguasa bertindak serius memangkas kasus pembunuhan.
Jika kita telusuri dasar terjadinya pembunuhan dikarenakan oleh dua faktor. Pertama, faktor internal yaitu rendahnya pengetahuan agama dan imannya pelaku. Seseorang yang imannya rendah akan mudah emosi, galau, kalut dan bahkan gelap mata. Kedua, faktor eksternal bisa berupa kondisi ekonomi, sosial, dan produk hukum itu sendiri. Tak jarang kita jumpai keterbelakangan ekonomi membuat pelaku gelap mata hingga berujung pada pembunuhan. Sungguh, jaminan keamanan menjadi hal yang tabu.
Sejatinya, negara bertanggung jawab menciptakan suasana aman bagi seluruh warga negaranya. Abai dan lengahnya negara di dalam melakukan kontrol terhadap rakyat dapat mengakibatkan keresahan di mana-mana. Beginilah dampak dari negara yang mengadopsi sistem kapitalisme yang berlandasakan sekulerisme.
Di sisi lain, maraknya pembunuhan di negeri ini adalah akibat diterapkannya sistem kapitalisme-sekuler. Dalam sistem ini jaminan keamanan hal tabu. Pasalnya, sistem kapitalis-sekuler memandang bahwa agama wajib dijauhkan dari kehidupan. Sungguh, watak kapitalistik dalam sistem ini telah melahirkan gaya hidup materialistis dan hedonis. Sementara perekonomian semakin sulit. Inilah yang menjadikan manusia rentan stres dan mudah emosional.
Hal ini sungguh berbeda dengan sistem Islam, negara bertanggung jawab dalam menjaga dan memelihara jiwa setiap warganya dari semua kalangan. Oleh karena itu, untuk mencegah tindak pembunuhan yang disengaja, Islam memberikan sanksi yang keras berupa hukuman qishas kepada pelaku pembunuhan. Dasarnya adalah firman Allah Swt.,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan wanita dengan wanita…” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Qishas adalah hukuman balasan yang setimpal. Dalam kasus pembunuhan, qishas diberlakukan dalam bentuk hukuman mati bagi pelakunya. Hukuman qishas ini akan memberikan rasa keadilan bagi keluarga yang ditinggalkan, sekaligus menjadi pencegah tindakan kejahatan serupa.
Jika keluarga korban tidak menghendaki qishas, mereka bisa menuntut pembayaran diat atau denda kepada para pelaku pembunuhan. Diat yang dimaksud berupa 100 ekor unta, 40 di antaranya dalam keadaan bunting. Atau, bisa juga dengan membayarkan uang sebesar 1.000 dinar.
Oleh karena itu untuk menyelesaikan masalah kejahatan yang menjamur di negeri ini, kita harus mencabut dan membuang sistem Kapitalisme-Sekuler. Niscaya, segala macam kejahatan bahkan pembunuhan akan mampu diberantas hingga tuntas.[]
Comment