Oleh: Sherly Agustina, M.Ag, Penulis dan pemerhati kebijakan publik
_________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Lagi dan lagi terjadi kekerasan di mana-mana, pelakunya bisa siapa saja. Istri terhadap suami begitu pun sebaliknya, anak terhadap orang tua begitu pun sebaliknya. Sesama teman bahkan pendeta tak luput jadi pelaku. Seakan rasa aman itu mahal, hingga sulit didapatkan. Lalu, bisakah terwujud rasa aman dalam sistem yang diterapkan saat ini?
Tega! kata ini yang terucap ketika melihat berita seorang bayi berusia empat bulan seperti dikutip tribunenews.com (23/20/2022), dibanting orang tuanya ke lantai. Sontak saja kepala sang bayi luka parah dan meninggal dunia. Peristiwa ini terjadi di Desa Mattoanging, Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Di tempat lain, eperti dilansir tvOnenews.com (23/10/2022), seorang suami tega menggorok leher istrinya hingga tewas di pinggir jalan. Menurut keterangan orang di sekitar, sebelum tragedi maut tersebut terjadi cek cok sepasang suami istri. Peristiwa tersebut di kota Medan, Sumatera Utara. Masih belum diketahui apa penyebab sang suami hingga tega melakukan itu pada istrinya.
Lalu, berita viral tentang mantan pendeta yang tega membunuh temannya sendiri. Menurut keterangan polisi seperti ditulis tribunenews.com (23/10/2022), mantan pendeta tersebut mempelajari teknik membunuh dalam senyap selama tiga hari dari internet. Sebuah pembunuhan yang direncanakan sangat rapi hingga menewaskan temannya.
Faktor Penyebab
Fakta di atas hanya segelintir potret masyarakat yang terjadi saat ini, kekerasan makin marak membuat orang kehilangan jaminan rasa aman.
Faktor penyebabnya bisa jadi sepele, namun menjadi besar karena emosi yang meledak tak terkontrol. Beberapa bulan lalu, kekerasan pun terjadi di institusi pendidikan termasuk pesantren hingga menewaskan santri. Mengapa kekerasan menjadi momok yang menakutkan?
Patut mengkritisi ide kebebasan yang kini legal dan difasilitasi di negeri ini, dengan dalih setiap manusia memiliki hak asasi dan bebas melakukan apa saja. Namun, faktanya dari ide kebebasan ini muncul berbagai masalah.
Dalam pergaulan, free sex tak terelakkan hingga menjadi candu dan life style yang akhirnya banyak pelaku dan korban aborsi. Dalam berperilaku, manusia terkadang menjadi sosok yang menakutkan ketika melakukan kekerasan baik verbal atau pun perbuatan.
Kebebasan yang digaungkan menjadi boomerang bagi siapa saja yang mendukungnya. Kebebasan yang dielu-elukan banyak memakan korban. Kebebasan yang kebablasan telah merenggut muruah setiap insan yang memiliki naluri saling menyayangi. Harus kita sadari, ada masalah di dalam negeri ini.
Arus kebebasan dan sekularisme telah membuat manusia bebas menentukan kehendaknya sendiri tanpa batas dan aturan. Kalau pun menggunakan aturan, bukan aturan dari yang menciptakan manusia dan alam semesta.
Agama tak perlu dibawa dalam konteks kehidupan dan bernegara, membuat manusia tak ada self control. Ditambah ide hak asasi manusia membuat masyarakat kesulitan jika ingin melakukan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar. Mewujudkan rasa aman dalam sistem sekarang bagai jauh panggang dari api.
Islam Menjamin Rasa Aman
Islam sebagai aturan yang sempurna memiliki solusi menjamin rasa aman setiap warga negara, di antaranya:
Pertama, pembinaan individu untuk terus meningkatkan kualitas keimanan sebagai self kontrol. Self control sangat dibutuhkan, ibarat rem dalam sebuah kendaraan. Jika tak ada rem, ketika hendak menabrak sesuatu maka terjadilah tabrakan atau benturan.
Islam menuntun pemeluknya mengelola emosi atau amarah, misalnya sabda Rasulullah saw., yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, “Sebaik-baik orang adalah yang tidak mudah marah dan cepat meridai, sedangkan seburuk-buruk orang adalah yang cepat marah dan lambat meridai.”
Ada hadits lain dari Baginda Nabi saw., yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud, “Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur.”
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Tirmidzi, “Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki.”
Nash-nash ini menguatkan keimanan seseorang, sehingga diharapkan bisa menahan emosi ketika marah. Sangat bertentangan dengan ide kebebasan yang membiarkan seseorang bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya tanpa rambu-rambu dan tuntunan yang benar.
Kedua, kontrol masyarakat dengan adanya aktivitas amar ma’ruf nahi munkar. Aktivitas ini sangat dibutuhkan sebagai kepedulian sesama muslim agar tetap berada di jalan yang benar sesuai syariat.
Selain itu, sebagai tanda kasih sayang karena Allah sesama muslim. Firman Allah di dalam Al Qur’an untuk saling mengingatkan dalam kebaikan dan kebenaran tercantum dalam surat Al ‘Ashr.
Ketiga, negara menjamin semua kebutuhan rakyatnya baik pokok (primer) dan kolektif seperti keamanan, kesehatan dan pendidikan. Jika kebutuhan warga negara sudah terpenuhi, rakyat tak resah dan khawatir menghadapi kehidupan dunia.
Apalagi jika suasana yang diwujudkan adalah suasana keimanan dan saling berlomba dalam taat dan kebaikan. Suami ingin memberikan yang terbaik untuk istri, begitu pun sebaliknya. Anak ingin mempersembahkan yang terbaik bagi orang tua, begitu pun sebaliknya. Sesama sahabat saling menyayangi karena Allah, jadi tidak mungkin saling menyakiti baik lisan mau pun perbuatan.
Jaminan kebutuhan pokok dan kolektif ini jika dilakukan oleh negara akan meminimalisir pemicu kekarasan. TegasĀ terhadap mereka yang melanggar aturan Islam agar disiplin dan istikamah, tegas kepada orang kafir yang memusuhi Islam dan kaum Muslim. Namun lembut terhadap sesama Muslim dan yang taat pada aturan Allah. Semua ada rambu dan aturan yang jelas.
Dalam Islam, suasana taat dan menjadi hamba yang bertakwa terus diwujudkan, sehingga rakyat selalu berpikir optimis, semangat menatap masa depan dan kehidupan setelah di dunia. Manusia hidup di dunia produktif beramal sebaik dan sebanyak mungkin demi memberi manfaat untuk orang lain. Sibuk berdakwah mengajak pada taat dan takwa, sibuk menyiapkan bekal untuk kehidupan akhirat yang kekal.
Tak ada celah untuk melakukan keburukan, kekerasan dan pelanggaran syariat karena support system dalam Islam saling mendukung. Pertanyaannya, siapa yang tak rindu pada suasana ini? Allahu a’lam bishawab.[]
Comment