Manjujai, Tradisi Nina Bobo di Minangkabau

Opini879 Views

 

 

Oleh: Wulan Say, Mahasiswi Pascasarjana UIN Bukittinggi Sumbar

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Manjujai atau jujai merupakan tradisi turun-menurun masyarakat komunitas Minangkabau yang ada di Sumatera Barat.

Dalam masyarakat Minangkabau terdapat pola menstimulasi anak. Pola ini sudah lama dikenal dengan istilah manjujai yang intinya menjadi kewajiban semua orang yang berada di sekitar anak untuk memberi stimulasi yang menyenangkan, sekaligus yang amat diperlukan sehingga anak merasa nyaman dan merasa dicintai oleh lingkungannya. Konteks budaya lokal yang sudah ada ini merupakan potensi yang diperlukan bagi tumbuh kembang anak.

Secara harafiah manjujai bisa diartikan sebagai nina bobo. Bentuk manjujai pun beragam mulai dari ungkapan atau idiom, pantun, lagu, permainan sederhana hingga salawat yang dilantunkan ketika anak sedang disusui atau ditimang.

Pengasuhan anak di dalam masyarakat Minangkabau dahulu utamanya dilakukan oleh perempuan Minang yang disebut Bundo Kanduang. Bundo Kanduang adalah cermin perempuan Minangkabau sebagai ibu sejati yang bertugas mendidik dan mengasuh anak yang tinggal di rumah gadang bersama keluarga besar lainnya.

Tugas bundo kanduang dalam mendidik dan mengasuh anak haruslah berlandaskan nilai dan norma yang ada, yaitu dikenal dengan adagium adat Minangkabau: adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Dalam mendidik, anak perlu ditanamkan akhlak yang mulia yang juga dikenal dengan istilah raso, pareso, malu jo sopan. Pembentukan karakter anak ini sudah dimulai sejak dini melalui manjujai anak.

Manjujai merupakan suatu kegiatan menstimulasi perkembangan anak melalui nyanyian, gerak tubuh, mimik wajah, dan tutur kata. Kegiatan manjujai biasa digunakan oleh masyarakat Minangkabau untuk menidurkan anak dan mendiamkan anak yang sedang menangis atau sedih.

Sebagian besar ibu menggunakan manjujai saat menemani anak dalam bermain atau saat menidurkannya. Manjujai dapat meningkatkan motorik anak. Kegiatan ini bisa dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja untuk meningkatkan berbagai aspek perkembangan anak (Dahrizal, 2018).

Fungsi manjujai selain dapat membentuk karakter anak dalam lingkungan keluarga besarnya juga dapat meningkatkan berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang dijujai oleh keluarga besarnya akan dapat bertumbuh lebih baik karena berlangsungnya hubungan emosional yang lebih optimal dengan orang tua dan pengasuh.

Kondisi ini dapat meningkatkan nafsu makan anak. Hal ini terlihat dari pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang lebih optimal. Anak yang dijujai juga memiliki kecerdasan kognitif, bahasa, dan motorik yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak dijujai. Hal itu sudah dibuktikan dari beberapa penelitian yang telah ada.

Manjujai merupakan salah satu bentuk kearifan lokal budaya Minangkabau, yaitu suatu pola asuh yang digunakan untuk mendidik anak. Manjujai dapat diartikan “bercakap-cakap dengan anak yang belum pandai berbicara, tapi hanya bisa meniru bahasa ibunya (bahasa rasa) dan yang sudah bisa berbicara, tapi dengan kosa kata yang masih terbatas”.

Kegiatan manjujai juga merupakan pendidikan/pengajaran bercakap-cakap bagi anak yang baru bisa mendengar (sejak baru lahir). Proses ini dilakukan oleh lingkungan terdekat anak (ibu, ayah, pengasuh anak, anggota keluarga lain). Di sini pentingnya kita manjujai anak dengan bahasa ibunya (bahasa rasa).

Jadi dapat disimpulkan bahwa orang tua termasuk lingkungan terdekat berperan penting dalam perkembangan bahasa seorang anak dan kemampuan berbicara.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manjujai merupakan pola asuh berbasis budaya Minangkabau yang dilakukan dengan cara bercakap-cakap, bermain, dan bernyanyi.

Permainan merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dapat dilakukan secara berkelompok maupun individu, yang berfungsi untuk perkembangan dan pertumbuhan anak.[]

Comment