Mangir Windi Antika: Kado Akhir Tahun

Opini749 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Tahun 2020 tinggal menghitung minggu, perlu siap-siap mendapatkan kado akhir tahun. Kado apa sajakah yang akan kita peroleh tahun ini?

Kado pertama untuk para jomblowan dan jomblowati atau dudawan dan jandawati yakni adanya rencana pemerintah bahwa pada tahun 2020 akan mewajibkan sertifikasi layak kawin bagi calon penganti setelah mengikuti suscatin (kursus calon pengantin).

Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Manusia Muhajir Effendy mengatakan, pasangan yang belum lulus sertifikasi tidak diizinkan menikah, pasangan yang akan menikah harus dibekali pemahaman yang cukup tentang pernikahan.

Salah satu pengetahuan yang harus mereka miliki tentang ekonomi keluarga hingga kesehatan keluarga. Menurut Muhajir dengan pengetahuan soal pernikahan yang cukup, diharapkan dapat menekan angka perceraian. (TEMPO.CO)

Tahun 2020 semakin dekat artinya semakin dekat pada kado selanjutnya yakni adanya kebijakan baru BPJS kesehatan akan resmi diterapkan. Mulai dari menaikkan premi 100% untuk seluruh peserta mandiri baik dari kategori pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP), hingga kewajiban mengikuti BPJS. Memang, keharusan mengikuti BPJS tidak secara gamblang dikatakan kewajiban.

Akan tetapi, tatkala perpanjangan SIM dan paspor dipersulit lantaran tak mengikutinya, bukankah itu berarti mau tak mau setiap orang harus dan terpaksa mengikuti BPJS?

Tak hanya itu, adapun kado lainnya yakni pemerintah juga berencana mencabut subsidi listrik 24,4 juta pelanggan 900 VA pada Januari 2020. Usul pencabutan subsidi 24,4 juta pelanggan listrik 900 VA datang langsung dari Kementerian ESDM yang berdalih karena 24,4 juta pelanggan tersebut merupakan rumah tangga mampu (RTM).

Kenaikan iuran BPJS tentu sangat memberatkan rakyat. Bayangkan saja untuk kelas 3 saja iuran yang harus dibayarkan senilai Rp 42.000, jika anggota keluarganya ada 4 orang berarti biaya yang harus dibayarkan senilai 168.000 perbulan, bagaimana dengan kelas 1 dan 2 tentu lebih besar lagi.

Belum lagi membayar tagihan listrik, kebutuhan makan, bayar kontrakan, biaya sekolah anak yang semakin hari semakin mahal, bahkan pajak pun yang harus dibayar saat membeli kebutuhan pokok. Lantas bagaimana keluarga mau mengaturnya?

Sungguh ironi, BPJS yang menyadang kata ‘jaminan’ kok faktanya justru tidak demikian. Namanya memang terdengar bagus Jaminan Kesehatan Nasional, tetapi isinya ternyata hanya mengatur tentang asuransi sosial yang dikelola oleh BPJS. Artinya, ini hanyalah nama lain dari upaya privatisasi pelayanan sosial khususnya di bidang kesehatan.

Rakyat yang belum tentu sakit, tiap bulan dituntut membayar premi, yang sakit pun tak jarang tak mendapatkan pelayanan mumpuni.

Padahal Islam memandang kesehatan termasuk kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Sama halnya dengan kebutuhan pokok lainnya seperti sandang, pangan, dan papan yang menjadi kewajiban negara.

Pengobatan merupakan kemaslahatan dan fasilitas publik (al-mashalih wa al-marafiq) itu wajib disediakan oleh negara secara cuma-cuma sebagai bagian dari pengurusan negara atas rakyatnya.

Sebab seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Ta’ala. Ini sesuai dengan sabda Rasul SAW:

“Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus”. (HR. Al-Bukhari)

Kesehatan yang seharusnya hak rakyat kini menjadi kewajiban rakyat. Buktinya rakyat harus membayar premi. Hal ini dikarenakan sistem kapitalisme yang membelenggu umat manusia hari ini.

Sistem kapitalisme hanya memberikan ruang bagi orang-orang serakah untuk memilikinya. Sehingga apa yang seharusnya dapat dikola oleh negara demi kepentingan rakyat dimiliki oleh segelintir pemilik modal melalui kebijakan neolibnya.

Sementara itu pernikahan adalah suatu bentuk ibadah dimana seorang lelaki dan perempuan melakukan akad yang bertujuan mendapatkan kehidupan sakinah, mawaddah dan warohmah.

Bahkan hal ini juga merupakan anjuran dari Allah SWT bagi manusia untuk mempertahankan keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang sesuai menurut kaidah norma agama.

Akan tetapi sayang, pernikahan malah dipersulit mulai dari mempermasalahkan batas usia (pernikahan dini) sampai wacana mewajibkan sertifikasi pranikah.

Padahal syarat pernikahan dalam Islam terdiri dari: adanya mempelai laki-laki dan perempuan, adanya wali, adanya saksi, adanya mahar, dan ijab kabul. Bukan dengan sertifikasi.

Hal ini tidak bisa dipungkiri, karena jika tidak lulus kelas pranikah dan tak mendapat sertifikasi, dikhawatirkan akan dilampiaskan dengan melakukan perzinaan. Bahkan tak ada jaminan dengan adanya sertifikasi tersebut pasangan suami istri akan terhindar dari perceraian.

Banyak hal yang menyebabkan perceraian diantaranya faktor ekonomi dan perselingkuhan.

Bagaimana caranya mewujudkan keluarga yang sejahterah sebagiamana yang didambakan setelah mengikuti sertifikasi nikah, sementara sistem kehidupan hari ini adalah sekuleristik yang melahirkan sistem ekonomi kapitalistik, pendidikan matrialistik, politik oportunistik, tata sosial individualistik dan budaya hedonistik yang menyebabakan kesehatan mahal, pendidikan mahal, pergaulan yang liberal?

Pernikahan itu bukan penyebab meningkatnya perceraian akan tetapi dikarenakan sistem yang diterapkan saat ini.

Karena sistem pergaulan liberal yang serba bebas itulah, membuka lebar lebar aktivitas pacaran yang diharamkan dalam Islam hingga berujung zina dan hamil di luar nikah yang pada akhirnya, mau tidak mau – terpaksa harus nikah. Selain itu berpeluang sesorang melakukan perselingkuhan sebab seseorang bebas berduan dengan siapa saja yang bukan mahromnya.

Sistem ini mengajarkan sebelum nikah berani pegang pegang tangan dengan yang bukan mahrom maka apa bedanya setelah nikah pun melakukan hal yang sama dengan yang lain.

Selama sistem ekonomi kapitalis, sistem pergaulan liberal yang menjadi akar masalah dibiarkan tumbuh subur maka sulit membentuk benteng ketahanan keluarga yang kuat.

Pembekalan ilmu pranikah memang sangat dianjurkan dalam Islam. Pembekalan pranikah untuk memperkokoh ketahanan keluarga mestinya dibarengi dengan sistem hidup yang shohih yakni sistem Islam. Karena hanya sistem Islam yang berasal dari Allah lah yang penuh nuansa keimanan dan mensejahterahkan.

Saatnya kita berlepas dari belenggu sistem liberal dan kapitalisme dan menggantinya dengan syarah islam. Sebab tidak diterapkannya syariah islam adalah biang dari segala masalah.

Mari bersama-sama berjuang untuk menerapkan islam sebagai sistem kehidupan agar islam benar-benat terwujud sebagai rahmatan lil ‘alamin. Wallahu a’lam.[]

Comment