RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, sepanjang Januari-Juli 2023 terdapat 16 kasus perundungan di satuan pendidikan – empat di antaranya terjadi pada Juli 2023. Dari sekian banyak kasus, mayoritas terjadi di jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).
Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti seperti dikutip reepublika.co.id (5/8/2023) mengatakan bahwa dari 16 kasus tersebut, empat di antaranya terjadi pada bulan Juli 2023, saat tahun ajaran 2023/2024 belum berlangsung satu bulan. Dari 16 kasus perundungan di satuan pendidikan, mayoritas terjadi dijenjang pendidikan SD dan SMP sebanyak masing-masing 25 peren, SMA 18,75 persen dan SMK 18,75 persen. Sedangkan di MTs 6,25 persen dan pondok pesantren 6,25 persen.
Menyedihkan, kasus perundungan kini sudah menjalar pada sekolah tingkat dasar. Padahal dan semestinya anak usia SD masih lucu-lucunya dan asik bermain, namun disistem sekuler saat ini tindakan brutal bisa dilakukan siapa saja tanpa lihat usia. Alih-alih bermain bersama, malah mendapatkan penganiayaan berujung kematian.
Berdasarkan data KPAI, pada 2022, terdapat 226 kasus kekerasan fisik, psikis, termasuk perundungan terhadap anak. Bahkan, Indonesia menduduki peringkat kelima kasus perundungan di Asia. Ini artinya, kasus perundungan tidak bisa dianggap sepele.
Pandangan Islam
Islam secara tegas melarang seseorang melakukan tindakan kekerasan bahkan sebelum tindakan itu terjadi. Dalam surah Al-Hujurat ayat 11 Allah berfirman :
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰۤى اَ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّنْ نِّسَآءٍ عَسٰۤى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۚ وَلَا تَلْمِزُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَا بَزُوْا بِا لْاَ لْقَا بِ ۗ بِئْسَ الِا سْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِ يْمَا نِ ۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”
Kasus perundungan membuktikan bahwa saat ini kaum muslim tidak memiliki syakhsiyah islamiyah baik orang tua, anak, mauapun pendidik. Kasus perundungan bukanlah kasus yang ‘berdiri sendiri’, namun ada banyak faktor yang menyebabkan ia terus terjadi. Hal mendasar yang bisa dilakukan untuk menghentikan tindakan perundungan adalah dengan menguatkan akidah islam pada diri anak sehingga terwujud kepribadian islami.
Dalam pembentukan dan menjaga kepribadian islam seorang anak, diperlukan peran keluarga, lingkungan, sekolah/pendidikan, dan negara.
1.Keluarga
Orangtua adalah pendidik paling utama yang menjadi penentu baik buruknya perilaku anak. Oleh karena itu, diperlukan orangtua yang taat dan takut kepada Allah, yang tentunya akan mengajarkan tauhid sejak dini dan mengajarkan anak untuk takut kepada Allah, sehingga bila ingin melakukan kejahatan ia merasa ada Allah yang mengawasi.
2. Lingkungan
Walau anak sudah diajarkan oleh keluarga akidah yang benar, namun perilaku tetangga dan teman-teman dilingkungan rumahnya rusak, tidak menjamin anak tidak terpengaruh. Karena sedikit atau banyak anak pasti akan berinteraksi dengan orang disekitarnya. Maka, dibutuhkan lingkungan yang baik dalam menjaga perilaku anak.
3. Sekolah/pendidikan
Kurikulum sekolah menjadi penentu perilaku anak, apakah kurikulumnya sekuler yaitu memisahkan agama dari kehidupan, atau kurikulum akidah Islam yaitu menjadikan Islam sebagai landasan perbuatan. Satu-satunya pilihan yang tepat adalah sekolah yang memakai kurikulum akidah Islam. Dari sinilah anak dididik untuk taat dan takut kepada Allah, mengerti pahala dan dosa serta konsekuensinya, sehingga membuat mereka sadar bahwa tindakan kekerasan seperti perundungan adalah tindakan yang dilarang oleh agama.
4. Negara
Ketiga faktor di atas tidak akan berjalan sempurna bila negara tidak menerapkan hukum Islam. Saat ini, negara kita menganut sistem sekuler yang memisah agama dari kehidupan. Artinya, aturan dan kebijakan yang dibuat tidak sesuai dengan Islam. Bagaimana mungkin orang tua maksimal mendidik anak sedangkan mereka dituntut untuk bekerja karena harus menanggung ekonomi rakyat. Bagaimana mungkin lingkungan akan baik jika tidak diberlakukan aturan yang tegas bila terjadi kejahatan. Bagaimana mungkin sekolah mencetak generasi unggul, anak yang shalih dan shaliha bila atas nama HAM setiap warga termasuk anak-anak diberi kebebasan untuk mengakses internet tanpa difilter konten-kontennya. Hanya negara yang bisa mengaturnya. Negaralah yang punya kekuasaan terbesar menentukan baik atau buruknya masa depan generasi bangsa.
Dalam sistem Islam, kehidupan manusia diatur dengan aturan yang bersumber dari sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Sebagai seorang muslim pastinya kita yakin bahwa Allah tidak akan membuat aturan yang mendzolimi hamba-Nya. Dengan Islam akan tercipta keadilan, kedamaian dan kemakmuran. Maka, hanya Islamlah yang mampu untuk mewujudkan kehidupan rahmatan lil ‘alamain. Dengan Islam tindakan perundungan akan sangat mudah diputuskan.
Butuh kesadaran kaum muslim untuk bangkit dari kondisi negara yang ‘sakit’ saat ini bahwa sebenarnya hanya islam satu-satunya solusi.
Dari banyak kasus perundungan yang disebutkan tadi membuktikan bahwa sistem saat ini tidak mampu mencegah tindakan kejahatan anak seperti perundungan di Lembaga Pendidikan. Wllahu a’lam.[]
Comment