Oleh: Ranti Nuarita, S.Sos, Aktivis Muslimah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Mahasiswa, status sakral di mana bagi sebagian orang status tersebut merupakan status tertinggi, sebab dinilai memiliki intelektualitas yang juga tinggi membuat status ini selalu dielu-elukan.
Agent of changes, sosial control, juga moral of force menjadi fungsi yang senantiasa melekat pada status mahasiswa. Namun saat ini fungsi itu seakan-akan terlupakan, saat maraknya kasus pinjaman online (pinjol) juga investasi bodong yang menjerat mahasiswa.
Banyaknya mahasiswa terjerat pinjaman online serta korban penipuan untuk investasi yang ternyata bodong. Ini menggambarkan betapa hari ini para mahasiswa terjerat pragmatis akut, sehingga tidak berpikir jernih dan kritis. Fenomena ini menggambarkan orientasi materi telah menjebak mahasiswa sehingga tidak berpikir logis dan kritis. Mirisnya ini terjadi di PTN yang masuk ke dalam top 450 dunia. Tersebab itu pengamat keuangan meminta mahasiswa berhati-hati terhadap investasi spekulatif.
Sementara itu, dikutip dari Republika.co.id, Selasa (15/11/2022), pengamat keuangan Piter Abdullah menilai ratusan mahasiswa yang terjerat pinjaman dalam jaringan (pinjaman online/pinjol) untuk penjualan yang ternyata bodong karena tidak memiliki kemampuan keuangan, dan tidak memiliki literasi pengetahuan mengenai masalah ini.
Apalagi perkembangan teknologi digital hari ini meniscayakan bisnis pinjaman menjadi lebih mudah, cepat, dan dapat diakses oleh siapa pun. Iming-iming sukses secara finansial di usia muda tanpa harus berlelah-lelah bekerja, budaya hedonis juga materialistis membuat mahasiswa akhirnya mudah terjerat pinjol juga investasi bodong, bahkan sampai ada yang menjadi pelaku aktivitas penyalahgunaan media online tersebut. Akhirnya, tak sedikit dari para korban alami depresi akibat dikejar-kejar debt collector.
Bukan tanpa alasan kejadian semacam ini terjadi, lagi-lagi inilah konsekuensi logis dari sistem kapitalisme sekularisme dengan sistem pendidikan kapitalistiknya.
Tujuan sistem pendidikan ini hanya agar dapat mencetak mahasiswa yang berorientasi materi, sejalan dengan semangat entrepreneur university. Kapitalisme sekularisme pelan tetapi pasti mematikan potensi pemuda, karena hanya melahirkan pemuda pragmatis dan materialistis, bahkan lemah dalam kontrol individu.
Lemahnya kontrol individu dalam sistem ini, karena stimulan yang mendorong mereka mengukur segala sesuatu dengan ukuran materi dari segala sisi, sistem pendidikan kapitalistik mengukur output pendidikan bukan dengan capaian kualitas kepribadian tetapi seberapa banyak keuntungan materi yang bisa dihasilkan.
Pendidikan informal di dalam keluarga, orang tua menuntut kepada anak-anaknya untuk meraih materi agar bisa mengangkat derajat keluarga dan masyarakat hari ini pun mengukur keberhasilan dengan ukuran materi. Maka tidak heran yang ada dalam pikiran para intelektual hari ini adalah cuan dan cuan. Menjadikan mereka lupa hakikat mereka sebagai agen perubahan dan penerus bangsa. Mindset pemisahan agama dari kehidupan membuat generasi tidak paham mana batasan halal haram menurut pandangan syariat.
Islam sebagai ideologi yang datang dari Sang Mahapencipta manusia, tentu sangat jauh berbeda dengan kapitalisme sekularisme. Sistem pendidikan Islam berdiri di atas landasan akidah yang kokoh akan mampu melahirkan generasi cerdas, beradab dan paham akan syariat. Islam memprioritaskan pendidikan sebagai modal awal pembangunan peradaban.
Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar terstruktur, terprogram, juga sistematis dalam rangka membentuk manusia yang memiliki kepribadian Islam, menguasai pemikiran Islam dengan handal, menguasai ilmu-ilmu terapan, IPTEK, serta memiliki keterampilan tepat guna dan berdaya guna dengan potensi pemudanya diarahkan untuk berkarya sesuai standar hukum syara’ (halal dan haram).
Kurikulum pendidikan dibangun berdasar akidah Islam. Pelajaran dan metodologinya pun diselaraskan dengan asas tersebut. Sehingga, intelektual yang dihasilkan bukan hanya ahli dalam bidang ilmu dunia melainkan juga fakih dalam agama. Ukuran keberhasilan sistem pendidikan Islam bukan materi, tetapi bagaimana melahirkan generasi yang perhatian hidupnya didedikasikan pada urusan-urusan umat dengan mengemban risalah Islam demi kemajuan peradaban negara.
Tinta emas sejarah mencatat sistem pendidikan Islam berhasil melahirkan generasi terbaik. Sebut saja Mushab bin Umair, seorang pemuda cerdas yang berjasa mengembangkan Islam di Madinah, hingga mengantarkan Madinah menjadi negara Islam pertama. Sultan Muhammad al-Fatih (1453 H) panglima muda cerdas bersama pasukan terbaiknya berjasa menaklukan Konstantinopel.
Ada pula Thariq bin Ziyad (92 H/711 M) beserta pasukan melawan Raja Spanyol Rhoderick, sampai hari ini dunia mengenal ada masjid Cordova di Spanyol, menandakan bahwa Islam pernah berjaya di sana, dan masih banyak lagi peran intelektual muda muslim lainnya.
Sungguh sejatinya generasi terbaik hanya dapat lahir dalam buaian sistem Islam. Maka, sudah saatnya kaum muslim kembali menjadikan Islam sebagai way of life. Menjadikan Islam sebagai rujukan segala aktivitas kehidupan. Agar lahirnya generasi-generasi terbaik dapat terwujud secara hakiki bukan hanya sekadar halusinasi.Wallahualam bissawab.[]
Comment