Oleh : Rahmi Ekawati, S.H, Pegiat Literasi Makassar
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menyampaikan bahwa peserta Pemilu 2024 nanti boleh berkampanye di kampus.
Ia menjelaskan, menurut UU Pemilu No. 7/2017 Pasal 280 Ayat (1) huruf H, peserta pemilu dilarang berkampanye menggunakan fasilitas negara, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Namun, imbuhnya, mereka boleh berkampanye di kampus jika diundang rektor atau pimpinan lembaganya. (Tempo, 22/07/2022).
Menyambut perihal tersebut, beberapa kampus pun telah memberikan pendidikan politik. Salah satunya adalah yang digelar Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bekerja sama dengan Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) dan Foundations Election System (IFES) dalam program “Engage Training” bertema “Engaging a New Generation for Accessible Governance and Elections”.
Keberadaan pendidikan politik yang didengungkan di kampus bertujuan meningkatkan partisipan pemilih dalam Pemilu 2024. Sebagaimana diketahui, negeri ini memilik bonus demografi yang jumlah pemudanya lebih banyak dari usia tua.
Kampus yang notabene merupakan tempat berkumpulnya kaum muda, dinilai menjadi lahan yang cocok untuk meraup suara.
Berhasil atau tidaknya Pemilu 2024 dapat dilihat dari jumlah partisipan peserta pemilu. Demi meminimalisasi banyaknya golongan putih (golput) pada pemilu mendatang, salah satu agenda yang dilakukan adalah memberikan pendidikan politik di kampus-kampus.
Selain itu, mahasiswa berperan sebagai agent of change, social control, dan iron stock. Agent of change maksudnya sebagai agen perubahan. Mereka memiliki kekuatan untuk mengubah ke arah yang lebih baik. Social control maknanya mahasiswa perlu meningkatkan kepedulian kepada masyarakat, seperti turun ke jalan saat rakyat dizalimi. Sedangkan iron stock maksudnya mahasiswa adalah calon pemimpin masa depan yang akan menggantikan pemimpin saat ini.
Melihat peran mahasiswa tersebut, tentu sangat penting bagi pemerintahan saat ini memastikan bahwa mahasiswa yang akan memegang pucuk pimpinan mendatang tetap memegang demokrasi. Oleh karenanya, pendidikan politik terus digencarkan agar kawula muda tetap terkanalisasi dengan demokrasi. Sebagai bukti kecintaan dan kesetiaan mereka terhadap negeri juga pada politik Indonesia.
Jebakan Politik Praktis
Penjagaan pendidikan politik yang mengarahkan pada pengukuhan demokrasi sangat membahayakan mahasiswa. Mereka bisa terjebak pada politik praktis sebagaimana pandangan demokrasi liberal. Politik dalam demokrasi liberal identik dengan meraih kekuasaan (politik praktis). Sistem pemerintahan demokrasi terkenal dapat menghalalkan segala cara untuk meraup suara.
Selain itu, prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat akan membuat mahasiswa jauh dari aturan Rabb-nya. Dari rakyat maksudnya kekuasaan berada di tangan rakyat dan yang berhak memilih penguasa adalah rakyat. Oleh rakyat maksudnya kedaulatan di tangan rakyat (wakil rakyat yang terpilih). Mereka berhak membuat aturan tanpa campur tangan agama. Untuk rakyat berarti aturan yang dibuat akan diterapkan kepada rakyat.
Prinsip kedaulatan di tangan wakil rakyat tentu sangat membahayakan.
Manusia akan membuat aturan sesuai kondisi pandangan mereka. Padahal, akal tiap orang berbeda kapasitasnya. Bisa dibayangkan jika banyak orang membuat aturan sesuai pandangan masing-masing, tentu akan lahir aturan yang amburadul. Karenanya hal ini tidak menjadi landasan berpikir, apalagi menjadi corong realisasi kehidupan ini.
Pendidikan Politik Islam
Tidak bisa dimungkiri, pendidikan politik memang penting namun, seyogianya pendidikan politik harus diberikan secara benar. Islam, sebagai agama yang benar dan sempurna memiliki pandangan berbeda tentang politik.
Politik dalam Islam maknanya adalah riayah su’unil ummah atau mengurusi kebutuhan rakyat. Artinya, kekuasaan merupakan wasilah (sarana) yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Bukan untuk berkuasa dan semena-mena.
Politik Islam dijalankan untuk menjamin kebutuhan setiap rakyat. Kebijakan yang lahir bukan dari akal semata, melainkan atas tuntunan wahyu, yaitu Al-Qur’an dan Sunah. Meskipun kekuasaan dalam Islam di tangan rakyat, kedaulatan (hak membuat aturan) wajib di tangan syariah (aturan Allah Swt.).
Jika mahasiswa mendapatkan pendidikan Islam seperti ini, mereka tidak akan terjebak pada politik praktis. Mereka akan memikirkan kebutuhan rakyat. Jikalau ada kebijakan salah (dalam pandangan Islam) yang diterapkan pada rakyat, mereka akan proaktif melakukan muhasabah kepada pemerintah. Di samping itu, mereka juga akan menjadi generasi penerus.
Dengan pendidikan politik Islam, mereka akan menjadi pemimpin yang taat syariah, menolak sistem yang berlawanan dengan Islam, dan berupaya mengimplementasikan aturan Islam dengan sempurna.[]
Comment