Penulis: Rahmi Ekawati, S.H. | Pegiat Literasi Makassar
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA— Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan masih melakukan penyelidikan terkait kasus dugaan kavling tanah negara oleh oknum di hutan Mangrove, Desa Nisombalia, Kecamatan Marusu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.
Hal tersebut menyusul di lokasi terjadi perusakan dan penebangan hutan mangrove bahkan telah terbit Sertifikat Hak Milik (SHM) dari Kantor ATR/BPN Maros dengan nomor Sertipikat No.02974 seluas 28055 meter persegi atas nama Ambo Masse. Di tempat yang sama, Penjabat (Pj) Gubernur Sulsel Prof Prof Fadjry Djufry juga merespons hal itu dengan melakukan verifikasi lahan yang telah kavling-kavling pada lokasi hutan mangrove.
Sebelumnya, pemerhati tata ruang Kabupaten Maros,Ayu Wahyuni menyoroti pembabatan hutan mangrove bahkan dijadikan hak milik.
Padahal, tata ruang memiliki peran penting dalam mengatur ekosistem lingkungan sehingga perlu pengawasan dan pengendalian tata ruang. Tata ruang sangat penting mempertahankan lahan hijau untuk mengurangi dampak perubahan iklim seperti ancaman abrasi, dampak sosial ekonomi serta kesehatan masyarakat pada lingkungan sekitarnya. Sudah menjadi rahasia umum praktik mafia tanah oleh oknum-oknum masih saja berlangsung di daerah, salah satunya di Maros ini.
Hutan bukan sekedar pohon dan hutan, tapi memiliki fungsi dan nilai berharga di tengah perubahan iklim saat ini yaitu ekosistem vital yang mendukung keanekaragaman hayati, menyimpan karbon, mencegah banjir, dan meningkatkan ketahanan.
Namun, perubahan lingkungan itu terjadi karena didorong oleh manusianya dan mengancam manfaat penting dari kelestarian lingkungan. Dampaknya nanti pada ketahanan pangan, kesehatan masyarakat, dan stabilitas iklim.
Permasalahan lingkungan saat ini tidak dapat terlepas dari sistem yang sedang diterapkan, yaitu kapitalisme. Fokus utama sistem kapitalisme menekankan pada pertumbuhan ekonomi, yakni prinsip mengedepankan pencapaian keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya atau modal sekecil-kecilnya.
Akhirnya regulasi kepemilikan tidak diatur sedemikian rupa. Hutan yang harusnya milik negara, bebas dimiliki individu tertentu yang punya privilege.
Kepemilikan Salam Islam
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Di dalam hadis-hadis ini terdapat penetapan bahwa manusia, baik muslim maupun kafir, berserikat dalam ketiga hal itu. Demikian juga penafsiran syirkah (perserikatan) dalam air yang mengalir di lembah, sungai besar seperti Jihun, Sihun, Eufrat, Tigris dan Nil. Pemanfaatan air itu posisinya seperti pemanfaatan matahari dan udara. Muslim maupun nonmuslim sama saja dalam hal ini.
Para ulama sepakat bahwa air sungai, danau, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama dan tidak boleh dimiliki/dikuasai oleh seseorang. Dengan demikian, berserikatnya manusia dalam ketiga hal pada hadis di atas bukan karena zatnya, tetapi karena sifatnya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang banyak (komunitas) dan jika tidak ada, mereka akan berselisih atau terjadi masalah dalam mencarinya.
Artinya, berserikatnya manusia itu karena posisi air, padang rumput, dan api sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas. Sifat ini merupakan ‘illat istinbâth perserikatan manusia dalam ketiga hal itu. Kepemilikan ini hanya bisa dilindungi oleh negara yang menerapkan Islam secara kaffah.[]
Comment