RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Belum hilang ingatan kita tentang Reynhard Sinaga yang menjadi isu dan menggemoarkan dunia. Warga Negara Indonesia (WNI) asal Jambi yang tinggal di Manchester City, Inggris itu menjadi predator atau pemerkosa terbesar dalam sejarah Inggris.
Sebagian besar dari para korban pemerkosaan Reynhard Sinaga adalah mereka yang mengidap homoseksual atau heteroseksual.
Kini media online ramai memberitakan kasus Darurat LGBT di berbagai wilayah Indonesia khususnya Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Seperti dilansir merdeka.com (20/1/2020), Ketua Ikatan Gay Tulungagung (Igata) diringkus polisi.
Ia diketahui telah melakukan pencabulan terhadap 11 anak laki-laki dari tahun 2018 hingga 2019. Tersangka Pria yang masih berstatus lajang ini bernama M. Hasan (41), warga Kelurahan Sembung, Kecamatan/Kabupaten Tulungagung.
Di Tulungagung sepanjang Tahun 2019 yang terdeteksi sebanyak 175 pelajar pria yang diduga pernah melakukan hubungan sesama jenis yang disebut sebagai lelaki seks dengan lelaki (LSL). Dari jumlah tersebut, 21 pelajar di antaranya positif tertular penyakit HIV.
Kasus ini terungkap setelah Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tulungagung melakukan pemeriksaan VCT terhadap ratusan pelajar.
Menurut Kepala Seksi Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Didik Eka, seperti dikutip laman Jatim.inews.id, 31/07/2019), jumlah kasus HIV di kalangan pelajar pelaku LSL (lelaki seks dengan lelaki) di Tulungagung yang sebenarnya bisa lebih banyak karena ini tidak semua pelajar mengikuti konseling dan pemeriksaan secara sukarela (Voluntary Counselling and Testing/VCT) yang tersedia di RSUD dr Iskak maupun klinik yang terdaftar di Dinas Kesehatan yang jelas mereka masuk kelompok risiko tinggi tertular HIV.
Begitu juga diberitakan media online kumparan.com (11/9/2019) Sepasang pelajar Lesbian asal Tulungagung digrebek dikamar Hotel. Keduanya berumur 18 dan 16 tahun yang masih terkategori dibawah umur yang berstatus sebagai pelajar. Korban merupakan siswa kelas X dan tersangka kelas XII.
Aktivitas komunitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) kian berani. Hal ini dibuktikan sejumlah grup dimedia sosial yang bermunculan. Termasuk akun Facebook Gay Tulungagung Blitar Kediri Gym yang sudah beranggotakan ribuan orang. Grup jejaring sosial ini terbentuk 23 juni 2013 silam yang hingga kini masih aktif.
Nampak, Rezim sepertinya membiarkan berkembangnya LGBT. Angka HIV/AIDS pun terus meningkat. Jumlahnya mencapai 466.859 yang terdiri atas 349.882 HIV dan 116.977 AIDS (Data Kemenkes Agustus 2019). Data ini hanyalah 60% dari keseluruhan penderita yang ada. Jumlah yang belum terdeteksi lebih banyak lagi.
LGBT dalam Konstelasi Internasional
Maraknya LGBT di Tulungagung dan wilayah lainnya tentu tak lepas dari konstelasi LGBT Indonesia dan dunia. Hingga akhir 2013, LGBT di Indonesia digerakkan oleh dua jaringan nasional yang menaungi 119 organisasi di 28 provinsi. Aktif di berbagai bidang kemasyarakatan seperti kesehatan, publikasi, dan sosial pendidikan.
Dalam laporan LGBT Nasional Indonesia ‘Being LGBT in Asia: A Participatory Review and Analysis of the Legal and Social Environment for LGBT Civil Society’ (Hidup Sebagai LGBT di Asia: Tinjauan dan Analisa Partisipatif terhadap Lingkungan Hukum dan Sosial bagi Masyarakat Madani LGBT), sebagai upaya kolaborasi antara UNDP dengan USAID, bertujuan untuk memahami, memetakan dan menganalisa situasi hak-hak kelompok LGBT diberbagai lingkungan masyarakat dan negara dengan menyusun analisa dan tinjauan situasi komunitas LGBT dan hak-hak asasi manusianya di negara negara Asia tertentu.
Prakarsa ini dimulai di tengah-tengah berbagai tantangan hak asasi manusia yang dihadapi kelompok LGBT di seluruh dunia, namun disertai keterlibatan internasional yang semakin meningkat dengan pernyataan keprihatinan dari Sekretaris-Jenderal PBB, UNDP Administrator, UN OHCHR dan Presiden, Sekretaris Negara serta Amerika Serikat.
Berdasarkan laporan tersebut ini sangat membuktikan bahwa mereka yang tampil di publik abad 21 ini, tak lagi sebatas aktivitas individual dan semacam komunitas sosial, tetapi mereka telah menjelma sebagai gerakan politik yang didukung penuh oleh Amerika Serikat negara super power yang telah melegalkan pernikahan sejenis pada tahun 2015.
LGBT adalah Masalah Sistemis
Sistem sekuler-liberal yang dianut negara ini telah menghancurkan generasi dan peradaban manusia. Dengan tunduk “mengamini” semua kebijakan yang mendukung perjuangan pengakuan hak dan inklusifitas LGBT di Asia.
Program UNDP untuk Asia-Pasifik, Being LGBT in Asia menggelontorkan dana USD 8 juta untuk keberhasilan program ini dalam memajukan dan menyejahterakan komunitas LGBT di Indonesia dan tiga negara lainnya.
Lebih jauh dalam Being LGBT in Asia: Indonesia Country Report tahun 2014, program ini memberi rekomendasi secara khusus kepada pemerintah Republik Indonesia agar secara sah mengakui keberadaan pelaku LGBT sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang mendapat perlindungan HAM sebagaimana warga sipil yang lain.
Semua dukungan global, regional dan nasional atas nama HAM dan inklusifitas yang mengalir untuk kaum LGBT ini bermakna satu hal bahwa sistem sekuler-liberal adalah biang penyebaran LGBT dengan perlindungan hukum kebebasan berperilaku atas nama HAM.
Dukungan inilah yang menjadikan kaum terlaknat ini semakin berani dan menggurita baik di dunia nyata maupun via sosial media yang dalam sistem sekuler-liberal justru menjadi mesin perusak penghancur generasi.
Khilafah Islam adalah Solusi
Dengan besarnya arus dukungan global terhadap LGBT dalam sistem sekuler-liberal saat ini, tentu tak akan mampu dihadapi oleh individu atau keluarga.
Umat butuh sebuah kekuatan global baru pengganti sistem sekuler-liberal, Khilafah Islamiyah yaitu sistem pemerintahan yang menyatukan seluruh Negara Islam dunia dalam satu kepemimpinan dan menerapkan syariat Islam kaffah.
Hanya Khilafah yang berani keluar dari PBB dan membatalkan semua perjanjian internasional apapun yang bertentangan dengan syariat di antaranya pengakuan terhadap eksistensi LGBT. Sebab, kasus LGBT lahir dari kebebasan yang dibawa ideologi kapitalisme.
Syariat Islam memposisikan aktivitas liwath alias homoseksual sebagai perbuatan yang haram dan pelakunya berdosa sehingga kelak akan diazab Allah SWT dengan siksa nan pedih di neraka. Namun, Allah Swt. Yang Maha Pengampun memberikan kesempatan di dunia bagi pelaku liwath untuk bertobat dengan sebenar-benarnya (tobat nasuha).
Salah satu wujud tobat bagi pelaku liwath adalah dihukum di dunia. Hukuman ini adalah sebagai penebus dosanya, sehingga kelak di akhirat dia termasuk orang yang bersih dari dosa liwath. Hukuman bagi pelaku liwath adalah hukuman mati.
Hal ini sekaligus sebagai pencegah orang lain meniru perilakunya.
Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.”(HR Tirmidzi dan yang lainnya, disahihkan Syekh Al-Albani)
Hukuman bagi pelaku liwath ini adalah opsi terakhir dari serangkaian langkah edukasi untuk pencegahan dengan cara Syariat Islam mengharuskan negara untuk menanamkan akidah Islam dan membangun ketakwaan pada diri rakyat.
Sehingga rakyat bisa menyaring informasi, pemikiran, dan budaya yang merusak termasuk LGBT. Penanaman keimanan dan ketakwaan juga akan membuat masyarakat tidak didominasi sikap hedonis, mengutamakan kepuasan hawa nafsu.
Di samping itu, negara juga tidak akan membiarkan penyebaran pornografi dan pornoaksi lewat berbagai media. Sistem Islam pun dengan tegas menghukum pelakunya. Karena seluruh jalan dan celah sudah ditutup rapat, maka mereka yang menyimpang dalam kondisi seperti itu dianggap nekat.
Syariat Islam juga menjaga interaksi laki-laki dan perempuan maupun sesama laki-laki dan sesama perempuan. Misalnya terkait penjagaan aurat, ada aurat yang tetap harus ditutup meski di hadapan sesama jenis.
Ada larangan telanjang, mandi bersama, tidur satu selimut, menceritakan jimak’ suami-istri dll. meski pada sesama lelaki maupun perempuan. Juga larangan berperilaku dan berpakaian yang tidak sesuai jenis kelaminnya.
Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah melaknat lelaki yang kewanita-wanitaan (banci) dan perempuan yang kelaki-lakian.” (HR Tirmidzi).
Walhasil, khilafah yang menerapkan Islam kafah adalah satu-satunya solusi untuk menyelesaikan masalah LGBT. Tiadanya Khilafah telah membuat manusia terus hidup dalam kehinaan dan kemaksiatan. Apakah ini akan terus dibiarkan? Wallahu a’alam bish-shawab.
*Ibu Rumah Tangga di Tulungagung dan anggota WCWH
Comment