Lulu Nugroho: Tahun 2020, Impor Garam Meningkat

Opini707 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Petani garam masih akan menjerit di tahun 2020. Betapa tidak, wacana impor garam pada tahun 2020 dengan alokasi nyaris mencapai 3 juta ton, tentu bukan kabar gembira. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang mengatakan, impor garam terpaksa dilakukan karena industri dalam negeri membutuhkan garam impor.

Garam yang dibutuhkan untuk industri mempunyai syarat atau ketentuan yang tinggi. Garam negeri sendiri bermutu rendah. Ia bilang impor garam mau tidak mau harus dilakukan bersama komoditas lain karena kebutuhan untuk industri nyata, termasuk impor gula. (CnbcIndonesia, 13/1/2020).

Sebagaimana pernah terjadi sebelumnya bahwa harga garam yang sempat anjlok hingga kisaran Rp100,00 per kilogram, benar-benar telah mematikan usaha para petani lokal. Garam hasil panen, tertimbun di gudang. Tidak ada pembeli. Disinyalir hal tersebut terjadi akibat dibukanya keran impor. (Detiknews.com, 7/12/2019).

Hal ini berbanding terbalik dengan garis pantai yang panjang atau terpanjang kedua di dunia, dimiliki Indonesia. Laut yang luas, ternyata tidak otomatis menjadikan Indonesia swasembada garam. Sungguh mengenaskan, impor garam bahkan terus terjadi sampai saat ini.

Pada 2019, pemerintah sudah memberikan izin impor garam sebanyak 2,75 juta ton. Sedangkan pada 2020, mencapai 2,92 juta ton atau alokasi impornya naik 6%. Miris, 2019 saja banyak petani alih profesi atau mencari kerja sampingan demi menafkahi keluarga. Apalagi dengan kenaikan alokasi impor di tahun 2020, tentu berdampak pada petani lokal.

Menurut catatan Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP), RI punya lahan garam seluas 27.047,65 ha. Seluas 22.592,65 ha dimiliki oleh petambak garam yang jumlahnya mencapai 19.503 orang. Sisanya yang 4.455 ha lainnya milik PT Garam, BUMN yang bergerak di bidang bisnis garam.

Indonesia memiliki 9 sentra produksi garam yang tersebar di bagian barat, tengah dan timur di Indonesia. Sentra produksi garam di Indramayu dan Cirebon, di bagian barat. Pati, Rembang, Gresik dan Pulau Madura, di tengah. Serta di timur ada di NTB (Bima), NTT dan Sulawesi Selatan (Jeneponto).

Dalam Islam, laut beserta isinya adalah harta kepemilikan umum. Rakyat berhak menerima keuntungannya darinya. Namun, keberpihakan pemerintah kepada asing atau pemilik modal, menjadikan rakyat terengah-engah memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanpa bantuan pemerintah, usaha yang dikembangkan oleh rakyat akan sulit bertahan.

Butuh proses untuk pembenahan garam rakyat yang mendominasi produksi garam lokal. Selain itu, faktor lain mulai dari penyusutan lahan garam, minimnya intervensi teknologi, faktor lingkungan hingga kebijakan juga menjadikan garam negeri sendiri bermutu rendah. Sehingga solusi impor garam tetap dilakukan.

Akibat faktor tersebut di atas, membuat laut Indonesia yang luas tak menjamin produksi garam melimpah. Karenanya pemerintah harus lebih serius membenahi industri garam tanah air. Kebijakan yang mendorong berkembangnya industri garam petani lokal mutlak diperlukan.

Bagaimanapun juga, perlu mengembangkan industri garam dengan memberdayakan petani garam lokal. Jika tidak, maka petani garam negeri sendiri akan mati, sebab kalah bersaing dengan garam impor, yang ditopang modal kuat dan kebijakan pemerintah. Wallahu ‘alam.

Lulu Nugroho, Muslimah Revowriter Cirebon

Comment