Lulu Nugroho*: Simalakama Lockdown

Opini566 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Jumlah pasien positif terinfeksi virus corona (Covid-19) di Indonesia yang meninggal dunia mencapai 157 orang pada Rabu (1/4), dari total keseluruhan pasien positif corona sebanyak 1.677 orang. Berdasarkan catatan CNNIndonesia.com, sejak pemerintah mengumumkan 2 Maret lalu, ini merupakan lonjakan tertinggi jumlah pasien positif yang meninggal dunia. (CNNIndonesia, 14/2020)

Tanda pagar Indonesia_LockdownPlease sempat merajai jagat twitter. Desakan masyarakat kepada pemerintah seiring semakin cepat penambahan pasien positif corona, sepertinya tidak membuahkan hasil. Sementara ketimpangan informasi, sumber daya, peralatan kesehatan, hingga tenaga medis menjadi faktor penunjang tersebarnya wabah ini.

Kini masyarakat diminta mengurangi mobilitas, menjaga jarak atau social distancing, serta mengurangi dan menghindari kerumunan orang, untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Hal ini adalah salah satu bentuk pencegahan agar masyarakat tidak melakukan interaksi fisik dulu untuk sementara waktu.

Akan tetapi, ada konsekuensi logis saat manusia tidak melakukan aktivitas sosial, yaitu adanya masalah ekonomi. Namun, Pemerintah Pusat tampak gamang untuk mengambil kebijakan lockdown. Alhasil, Pemerintah Daerahlah yang akhirnya mengambil langkah lebih dulu. Beberapa wilayah telah menutup aksesnya. Di antaranya Tegal dan Tasikmalaya. Sementara wilayah lain masih belum mengambil kebijakan tersebut.

Gagapnya Pemerintah Pusat terhadap keputusan lockdown, sesungguhnya sangat jelas terlihat. Sebab negara saat ini tidak memiliki kemampuan menutupi kebutuhan hidup masyarakat. Di satu sisi ketiadaan karantina atau lockdown dianggap sebagai cara untuk menggerakkan roda perekonomian. Namun di sisi lain, pemerintah malah abai terhadap kesehatan warganya.

Corona terbukti telah meluluhlantakkan perekonomian negara-negara besar. Wabah virus Covid-19 yang merebak di Tiongkok membuat Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Negeri Panda tersebut. IMF memprediksi ekonomi Tiongkok hanya tumbuh 5,6% dari sebelumnya 6%.

Ini berarti laju ekonomi Tiongkok diramal menjadi yang terendah dalam 30 tahun. Terakhir kali Tiongkok mencatat pertumbuhan ekonomi di bawah 6% adalah tahun 1990. Saat itu laju ekonomi mereka hanya mencapai 3,9%. (Katadata.co.id, 23/2/2020)

Begitupun Indonesia, kondisi ekonomi yang morat-marit dan tidak sehat sejak beberapa tahun terakhir, menjadi semakin buruk tanpa arahan yang tepat. Pada 13 Maret 2020 harga saham anjlok. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang normalnya berharga Rp6000 anjlok ke harga Rp4500 menyusul berubahnya status Corona menjadi pandemi. (CNNIndonesia, 15/3/2020)

Janji perekonomian meroket, ternyata malah terjun bebas tanpa kendali. Rakyat menanggung derita berkepanjangan. Sudah jatuh, tertimpa tangga. Di sektor riil, sejumlah perusahaan pun telah mengambil langkah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan memaksa karyawan mereka untuk cuti tanpa dibayar.

Bahkan yang lebih mengejutkan, alih-alih memperbaiki perekonomian, justru masyarakat muslim diminta untuk segera membayar zakat. Dipercepat, tanpa menunggu Ramadan. Sungguh sebuah kenyataan yang menyesakkan dada. Negara seolah lepas tangan terhadap pengurusan umat. Padahal peruntukan zakat dan waktu mengeluarkannya, jelas diatur di dalam nash. Tidak bisa sembarang.

Sebagaimana disampaikan Bapak Wakil Presiden, Maruf Amin, “Saat ini sangat tepat sekali yang kaya mengeluarkan zakat. (Yang biasanya dikeluarkan) tiap Ramadan, sebaiknya dimajukan waktunya dan pada sekarang ini sangat tepat karena memang masyarakat sangat membutuhkan,” kata Ma’ruf Amin saat konferensi pers virtual di Jakarta, Selasa, 31 Maret 2020. (Tempo.co, 31/3/2020)

Imbauan untuk menolong rakyat miskin di tengah pandemi, sungguh tidak tepat. Sebab negara bertanggung jawab untuk mengurusi rakyat. Sekalipun tolong menolong sesama muslim atau ta’awun, merupakan perkara baik. Akan tetapi kewajiban menjaga hak warga negara ada pada penguasanya.

Dalam Islam, penguasa memiliki tugas yang luar biasa yaitu mengurusi umat. Sebagaimana disampaikan, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Makna raa‘in (penggembala/pemimpin) adalah penjaga dan yang diberi amanah atas bawahannya.

Apalagi Negeri Zamrut Katulistiwa memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah. Tentunya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seluruh rakyat. Oleh sebab itu, pemerintah seharusnya bertindak tegas mengutamakan keselamatan masyarakat ketimbang berhitung untung rugi dengan mempertaruhkan jutaan nyawa. Saatnya membuktikan bahwa negeri ini memiliki pemimpin yang beriman dan peduli terhadap urusan umat.

* Muslimah Revowriter Cirebon

Comment