Lulu Nugroho |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Pa’ Tani itoelah penolong negeri apabila keperloean menghendakinja dan di waktoe orang pentjari-tjari pertolongan. Pa’ Tani itoe ialah pembantoe negeri jang boleh dipertjaja oentoek mengerdjakan sekalian keperloean negeri, jaitoe diwaktunja orang berbalik poenggoeng (ta’ soedi menolong) pada negeri; dan Pa’ Tani itoe djoega mendjadi sendi tempat negeri didasarkan.”
Tulisan Hadhratusyekh KH Hasyim Asy’ari yang berjudul ‘Keoetamaan Bertjotjok Tanam dan Bertani’ yang dimuat majalah Soeara Moeslimin Indonesia pada 15 Januari 1944 M. Dalam tulisan tersebut Hasyim Asy’ari menekankan pentingnya peran petani dalam menjaga sebuah bangsa. Bahkan menurut beliau, petani adalah salah satu benteng terakhir pertahanan negeri.
Akan tetapi yang terjadi baru-baru ini, petani Desa Dempet, Kabupaten Demak, Jawa Tengah beramai-ramai membuang cabai merah yang baru dipanen ke jalan raya, Jumat (11/1/2019). Aksi itu sebagi bentuk protes dan kekesalan mereka atas anjloknya harga cabai di tingkat petani. Mereka menuntut pemerintah segera menstabilkan harga jual cabai merah agar petani tidak merugi.
Sambil berteriak harga cabai anjlok, para petani terus membuang cabai merah ke Jalan Raya Demak-Godong. Aksi mereka sempat membuat arus lalu lintas tersendat. Seorang petani, Ridwan mengatakan, aksi buang cabai merah itu dilakukan karena harganya terus anjlok. Sejak akhir tahun 2018 lalu, harga cabai terus merosot dari semula Rp20.000 per kg jadi Rp15.000. “Sekarang turun lagi dari harga Rp15.000 jadi Rp6.000 per kilo,” ucapnya, inews.id (11/1/2019).
Tidak lama setelahnya, petani buah naga Desa Sumber Agung Kecamatan Pesanggaran Banyuwangi pun melakukan hal yang sama. Membuang hasil panen mereka karena buah mereka tidak laku di pasaran. Itupun hanya Rp2000/ kilogram untuk tipe A, sementara buah naga tipe B dan C tidak laku. Petani buah naga di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengeluhkan harga buah naga yang “terjun bebas” di pasaran, kabarbanyuwangi (17/1/2019).
Persoalan petani tidak akan pernah usai apabila permainan harga komoditas pangan hasil pertanian yang dilakukan korporasi masih terus terjadi.Sesungguhnya, akar persoalan yang dihadapi petani adalah akibat kebijakan ala kapitalis liberal. Ada kebijakan liberalisasi, marketisasi, privatisasi, rekapitalisasi, otonomi daerah, dan lain-lain yang pada hakikatnya hanya bermuatan kepentingan neoliberalisme.
Keberpihakan pemerintah kepada pemilik modal menimbulkan persaingan bebas antara pemilik modal, akan menghabisi usaha petani. Hingga akhirnya petani kecil yang disusahkan sebab modal yang dikeluarkan jauh lebih besar dibandingkan laba. Alhasil banyak petani yang akhirnya alih profesi menjadi buruh pabrik atau pekerja bangunan.
Celakanya sistem tata niaga juga merugikan petani karena pemerintah tidak secara benar menata hasil pertanian. Buktinya, saat hasil pertanian surplus malah harga jualnya rendah. Ketika menyinggung masalah laba, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa keuntungan yang wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangan. Sebaliknya, keuntungan yang sangat rendah akan membuat lesu perdagangan dikarenakan pedagang kehilangan motivasi.
Allah SWT berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْۤا اَمْوَالَـكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّاۤ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْۤا اَنْـفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 29)
Islam tegas sekali mengatur aktivitas muamalah. Termasuk di antaranya, jual beli. Jual beli yang adil akan melahirkan harga yang wajar dan juga tingkat laba yang tidak berlebihan, sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan Maka perlu adanya mekanisme pasar menurut Islam dan intervensi pemerintah dalam pengendalian harga
Dalam Islam negara wajib mengatur kegiatan ekonomi, baik itu dalam bentuk pengawasan, regulasi maupun pelaksanaan kegiatan ekonomi yang tidak mampu dilaksanakan oleh masyarakat. Membiarkan pengurusan pertanian pada koorporasi, membuat petani tidak bisa lepas dari tengkulak. Mulai dari penyediaan bibit, obat, hingga penjualan hasil tanam.
Islam tidak membenarkan adanya intervensi terhadap harga. Artinya, asosiasi importir, pedagang, dilarang mengintervensi dan menghasilkan kesepakatan harga. Dengan kebijakan ini, petani bisa tenang dengan harga produksi yang stabil, serta harga jual yang sesuai. Selain itu, dalam Islam, negara membangun infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi, dsb, untuk memudahkan produksi maupun distribusi hasil pertanian.
Syariat Islam dengan serangkaian hukumnya dapat menyelesaikan permasalahan harga, yang dihadapi petani. Masih banyak hukum-hukum syariah lainnya, yang bila diterapkan secara kaffah niscaya terjamin kestabilan ekonomi. Semua itu akan memberikan kesejahteraan bagi para petani khususnya dan umat pada umumnya. Wallahu ‘alam.[]
Lulu Nugroho (Muslimah Revowriter Cirebon)
Comment