RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Human immunodeficiency virus (HIV) masih menakutkan, sebab tipisnya harapan sembuh – sementara penyebarannya semakin cepat.
HIV dapat berkembang menjadi AIDS (Acquired imunodeficiency Syndrome) jika tidak diobati dalam kurun waktu tertentu. Tanpa pengobatan, harapan hidup setelah diagnosis AIDS hanya sekitar tiga tahun.
Di Cirebon sendiri terdapat 70 kasus baru dalam kurun waktu setahun ini. Itu yang terdata oleh KPA. Bisa jadi, angka di luar itu lebih banyak lagi. Rata-rata mereka berusia produktif, yang berkisar mulai dari 20-54 tahun.
Penyebarannya masih didominasi oleh perilaku seksual berisiko, baik hubungan homoseksual maupun heteroseksual.
Terlebih, maraknya aplikasi dan media sosial juga turut mempengaruhi peningkatan penyebaran virus HIV.
Sekertaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Cirebon Sri Maryati seperti dikutip Radarcirebon, (3/12/2019), mengungkapkan, kalau penderita dari kalangan remaja, memang kebanyakan mereka mendapatkan akses seks beresiko itu dari aplikasi atau media sosial.
Peningkatan kasus HIV juga terjadi di Jawa Barat, Berdasarkan data KPA Jawa Barat mencatat per 2005 sampai 2019, jumlah kumulatif kasus infeksi HIV kurang lebih 36.000, dan 10 persen di antaranya, sekitar 3.600 dari kelompok ibu rumah tangga (IRT).
Dalam laman jpnn (1/12/2019) Ketua Sekretariat KPA Jawa Barat Iman Teja Rachman di Bandung memaparkan bahwa kasus infeksi HIV dari kalangan IRT terus meningkat, terbanyak kedua setelah kelimpok remaja. Hingga saat ini jumlah IRT yang terkena infeksi HIV sekitar 10 persen dari jumlah kumulatif.
Dalam laman yang sama, Iman menegaskan bahwa perilaku ‘jajan’ di luar dan gonta-ganti pasangan, menjadi hal yang lumrah di kalangan para ibu.
Demikian pula terjadi perubahan pada pola hubungan suami isteri. Demi mendapatkan sensasi baru, pelaku melakukan threesome, yaitu hubungan intim bertiga.
Jika dahulu penyakit ini hanya menyasar remaja, kini mengenai IRT. Tren baru degradasi moral akibat pengaruh buruk media sosial. Gaya dan pola hidup yang lepas dari nilai keimanan, sangat mempengaruhi pandangan seseorang terhadap sesuatu, begitu pula terhadap aktivitas seks bebas yang dianggap kekinian.
Hal serupa terjadi juga di Banten, perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), khususnya hubungan sesama jenis, menjadi pemicu tingginya angka kasus HIV.
Namun pada 2019 yang paling banyak terinfeksi HIV adalah kelompok LSL diikuti oleh IRT. Selain itu ada pula pelanggan Wanita Pekerja Seksual (WPS), WPS, laki-laki secara umum, pelanggan waria, waria, dan pengguna napza suntik.
Menelisik fakta yang terjadi, maka diperlukan upaya sistemik untuk memutus rantai penyebaran penyakit berbahaya ini.
Selama sekularisme diemban sebagai asas pengelolaan urusan umat, maka selama itu pula masyarakat tidak bisa terhindar dari penyebarannya. Sekularisme menafikan peran Allah. Tanpa Allah, manusia menjadi liar sebab menanggalkan fitrah kemanusiaannya.
Kehidupan serba bebas tanpa aturan agama, akhirnya berjaya dalam sekularisme bahkan digadang-gadang sebagai kehidupan masyarakat modern ala Barat. Maka tak heran banyak pengikutnya. Sehingga akhirnya perilaku seks bebas, suka sesama jenis, atau gonta-ganti pasangan, akan melanggengkan penularan HIV/AIDS.
Konten porno yang mudah diakses melalui gawai juga menjadi pemicu. Membangkitkan gharizah nau (naluri berkasih sayang) yang seharusnya bisa dipenuhi melalui jalur yang halal, malah diarahkan pada jalan yang salah, akibat meniru pendahulunya para pengemban ide kebebasan. Alhasil masyarakat pun terjerumus dalam jurang kehinaan.
Bila solusi yang ditawarkan pemerintah hanya berkutat pada edukasi dengan memberikan pendidikan seks usia dini kepada kaum remaja atau imbauan agar tidak gonta-ganti pasangan, sama sekali belum menyentuh akar permasalahan. Sebab upaya preventif yang mengakar adalah mengganti sistem sekularisme dengan Islam.
Diperlukan upaya sistemik dengan menghapus seluruh konten porno demi menjaga akhlak dan budi pekerti masyarakat. Kemudian mendesain pendidikan berkualitas tinggi, menanamkan nilai moral dan adab dengan menjaga pemikiran dan aktivitas umat agar tetap berada dalam kondisi iman kepada Allah.
Pemerintah juga bisa memperbaiki sistem pergaulan agar sesuai dengan syariat Islam. Yaitu dengan mencegah masyarakat dari pergaulan bebas, tidak ikhtilat (bercampur antara pria dan wanita), tidak berkholwat (berdua-duaan), juga tidak mendekati zina, apalagi melakukan hubungan intim dengan sesama jenis.
Kemudian yang tak kalah pentingnya adalah menegakkan hukum persanksian yang tegas dan tidak tebang pilih. Hukum yang datangnya dari Allah terbukti ampuh membuat masyarakat jera dan takut melakukan kemaksiatan.
Ada hukum rajam bagi pezina, atau hukuman mati dengan cara dijatuhkan dari ketinggian bagi pelaku seks sesama jenis.
Sekularisme telah terbukti hanya menghasilkan generasi bangsa yang sakit dan merusak diri sendiri, keluarga, masyarakat dan negara. Islam menghasilkan bangsa yang sehat, tangguh, dengan pemikiran yang cemerlang berlandaskan iman kepada Allah.
Inilah sebaik-baik bangsa yang memiliki daya juang, siap membangun peradaban gemilang. Wallahu ‘alam.[]
*Muslimah Revowriter & WCWH Cirebon.
Comment