RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Menteri Agama, Fachrul Razi kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial. Ia mengatakan bahwa salah satu pintu masuk radikalisme ke masjid pemerintah, BUMN maupun masyarakat melalui para penghafal Qur’an atau hafidz. (Cnnindonesia, 3/9/2020).
“Caranya masuk mereka gampang; pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiz (hafal Alquran), mereka mulai masuk,” kata Menag, Fachrul dalam acara webinar bertema ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara’, yang disiarkan melalui channel Youtube, Kemenpan/RB (2/09/2020).
Sontak netizen menanggapi hal tersebut dengan berbagai reaksi, ada yang pro dan kontra. Di antaranya anggota DPR RI Fadli Zon dalam cuitan akun twitternya, dipantau Jumat pagi 4 September 2020. “Menteri Agama ini pernyataan-pernyataannya sering menimbulkan kecurigaan, salah paham, perselisihan atau malah Islamophobia. Sebaiknya menteri ini diganti saja Pak @jokowi,” (Suaraislam.co.id, 4/9/2020)
Pada kesempatan terpisah, pemerhati masalah sosial, ekonomi dan keagamaan, Buya Anwar Abbas, menulis surat terbuka untuk Menteri Agama. Judulnya “Bicaralah Tuntas dan Lugas.” “Menteri Agama kalau berbicara ujung-ujungnya radikalisme. Dan yang kena ujung-ujungnya umat Islam,” tulis Buya Anwar dalam kalimat pertama surat terbukanya, yang beredar di kalangan wartawan, Jumat pagi 4 September 2020. (Suaraislam.id, 4/9/2020)
Senada dengannya, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyayangkan Menteri Agama Fachrul Razi yang kembali membuat pernyataan yang meresahkan umat, yang menggambarkan phobia kepada hafidh (penghafal Alquran) anak muda good looking, bisa Bahasa Arab, yang disebutnya sebagai pintu penyebar radikalisme di masjid-masjid.
Pernyataan itu menurut HNW seperti dilansir Suaraislam (4/9/2020), sangat tidak diperlukan. Apalagi di tengah semakin banyaknya korban COVID-19, dan makin banyaknya kasus moral di Indonesia. Harusnya Menteri Agama malah berterima kasih kepada anak-anak muda itu, menyambut positif tren mereka yang good looking yang hijrah, bisa bahasa Arab, apalagi Hafidh (penghafal) Alquran yang memakmurkan masjid dan mau mengurusi masjid.
Meski pernyataan Menag diduga merisaukan publik, akan tetapi tidak menghalangi gelombang hijrah yang terus masif di tengah umat. Apalagi semakin hari kehidupan dirasa semakin sempit. Berbagai masalah dan kerusakan muncul, membutuhkan solusi segera dan mengakar, menjadi kebutuhan yang mendesak bagi masyarakat untuk berpaling pada solusi Islam.
Padahal sejatinya menuntaskan masalah umat merupakan tanggung jawab negara, bukan malah mengeluarkan pernyataan yang membuat gaduh. Beberapa kali ‘radikal’ dijadikan sebagai isu karet yang lentur ditarik ke sana ke mari.
Sementara definisi atau arti kata radikal menurut KBBI Online:
1radikal /1ra·di·kal/ a 1 secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip): perubahan yang
• radikal; 2 Pol amat keras menuntut perubahan (undang-undang, pemerintahan); 3 maju dalam berpikir atau bertindak.
Radikal sendiri berasal dari radix, Bahasa Latin yang artinya akar. Sehingga seluruh pemikiran baik atau buruk yang mengakar, bisa digolongkan sebagai radikal. Lebih jauh, istilah tersebut sekarang justru dimaknai sebagai kondisi buruk hingga patut diwaspadai. Diberi ‘frame’ negatif, dan disandingkan pada Islam, maka persepsi yang ditangkap pun akhirnya bergeser ke sana.
Hal seperti itu pernah terjadi terhadap Rasulullah SAW, tatkala dakwah Islam telah merambah kehidupan masyarakat jazirah Arab. Para pembesar Quraisy takut kedudukan mereka terancam, maka kemudian mereka sibuk menetapkan label apa yang tepat bagi beliau. Apakah penyihir, penyair, atau bahkan orang gila.
Namun akhirnya mereka sepakat bahwa Muhammad Rasulullah sebagai pemutus hubungan persaudaran, pernikahan, juga nasab.
Mereka berharap Rasulullah menjadi sosok yang ditakuti dan perlu diwaspadai, agar tidak ada yang tertarik terhadap dakwahnya. Tapi propaganda busuk hanya berhasil bagi manusia yang lemah akalnya. Namun bagi orang-orang yang berpikir, ajaran Islam memuaskan akal, menentramkan hati dan sesuai fitrah manusia.
Karenanya konspirasi kaum musyrikin kala itu tidak berhasil, sebab tidak mampu menarik perhatian umat untuk kembali mengemban akidah batil yaitu penyembahan kepada selain Allah. Umat yang datang dari seluruh jazirah lebih tertarik mendengar dakwah Islam melalui lisan Rasulullah, ketimbang mempercayai labeling.
‘Al Islaamu ya’lu wa laa yu’la alaihi’, tidak ada yang sanggup menandingi ketinggian Islam. Terbukti Islam mampu menancapkan nilai-nilai kebaikan pada karakter seorang muslim. Melalui penanaman akidah, akan terbentuk pribadi mulia yang terjaga akhlaknya. Karenanya wajar jika manusia istimewa ini pun terus menyebarkan kebaikan, agar masyarakat memiliki aqliyah dan nafsiyah yang terbentuk dari Islam.
Sebaliknya masyarakat pun membutuhkan generasi Qur’ani muncul di tengah umat. Generasi yang kelak mampu memegang amanah kepemimpinan, bertanggung jawab terhadap seluruh perkara umat dan meletakkan yang haq di peringkat yang paling tinggi. Inilah sebaik-baik anak bangsa, generasi good looking tidak hanya dari penampilan, tapi juga kepribadiannya.
Hasil dari pendidikan Islam, yang peka dan peduli terhadap nasib bangsa dan negaranya. Generasi seperti ini tidak patut dimusuhi, sebab merekalah yang akan menyelamatkan umat dari jurang kehancuran, dan membimbing mereka menuju peradaban gemilang di mana tatanan kehidupan manusia berada dalam kendali Allah. Allahummashurnaa bil Islam.
*Muslimah pengemban dakwah dari Cirebon.
Comment