Lulu Nugroho |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: Asy-Sya’bi berkata: “Tidak akan terjadi hari kiamat sampai ilmu menjadi satu bentuk kejahilan dan kejahilan itu merupakan suatu ilmu. Ini semua termasuk dari terbaliknya gambaran kebenaran (kenyataan) di akhir zaman dan terbaliknya semua urusan.”
Sebanyak 550 orang dai dan ulama Kota Banjar mengikuti pelatihan dan pemantapan ulama tingkat Kota Banjar di Gedung Dakwah Kota Banjar, Rabu 13 Maret 2019. Pemantapan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi kemunculan dai abal-abal, yang dalam dakwahnya cenderung memprovokasi masyarakat berbuat negatif.
“Melalui pelatihan ini diharapkan para dai dan ulama semakin mantap pengetahuannya. Selain itu, saat ceramah mampu mengutamakan penyampaian tentang zakat infak dan sodakoh, memotivasi umat untuk selalu beramal baik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin,” ujar H.Abdul Kohar kepada wartawan Kabar Priangan, Iwan D.
Wakil Wali Kota Banjar, Nana Suryana, mendukung peran dai dan ulama lebih ditingkatkan dalam mengisi pembangunan sumber daya manusia (SDM) di Kota Banjar. Melalui digelorakan tausyiah zakat, infak dan sodakoh diharapkan bisa mempercepat menuntaskan kemiskinan di Kota Banjar. Sekaligus, pendidikan ahlak mulia.
“Kami pun berharap peran ulama untuk menciptakan Banjar yang bersih dari KKN. Terus berdakwah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaaan umat, sampaikan kebaikan demi kerukunan dan kondusifnya Kota Banjar, lebih luasnya Indonesia,” ujar Nana. (PikiranRakyat,133/2019)
___________
Membatasi peran ulama hanya pada tausiyah seputar zakat, infak, shodaqoh dan akhlak mulia, adalah sebuah pemikiran sempit. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan umat, tidak cukup hanya dengan 4 komponen tersebut. Sebab Islam memiliki seperangkat aturan yang lengkap dan sempurna, yang tidak dimiliki ideologi manapun.
Sayang sekali jika ruang ketundukan umat kepada Allah hanya dibatasi pada 4 hal tadi. Menggunakan seluruh aturan Islam, berarti masuk ke dalamnya secara kaffah.Perintah Allah adalah, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam agama Islam secara kaffah (menyeluruh). Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh kalian yang nyata.” (QS Al-Baqoroh : 208)
Inilah yang wajib disampaikan oleh ulama. Semua hal tentang Islam baik itu perkara ibadah, juga syariat, pada penguasa hingga masyarakat. Oleh sebab itu pembekalan pelatihan bagi para da’i dan ulama justru harus diarahkan pada pemantapan tsaqofah. Memastikan agar warasathun anbiya ini matang tsaqofah dan mampu menghukumi fakta.
Bahkan para da’i dan ulama ini didorong untuk mengikuti seluruh fakta yang beredar di sekitar umat. Sehingga mereka tetap bisa menjaga pemikiran umat serta memastikan agar tidak jatuh dalam kemerosotan berpikir. Sebab sekularisme dengan segala kerusakannya, menjauhkan umat dari Islam. Jika semakin lebar jarak antara umat dengan Islam, bisa dipastikan umat akan hancur.
Oleh sebab itu kehancuran ini dapat dicegah melalui dakwah. Untuk menggiring pemikiran umat agar memilih Islam sebagai solusi permasalahan hidup. Dakwah seperti ini bukanlah dakwah provokatif. Sebab kembali pada Islam kaffah pasti akan berbenturan dengan kepentingan penguasa. Maka isyu provokatif dimunculkan, untuk menghalangi dakwah ini.
Ironisnya muncul da’i abal-abal justru dari ulama su’. Ulama buruk yang menyampaikan pesanan penguasa. Mereka mengakali hukum-hukum Allah. Bahkan membiarkan umat mengambil solusi selain Islam. Mereka pun ikut andil menawarkan solusi batil. Ulama golongan ini membuat umat tetap dalam kebodohan. Sekaligus menghancurkan umat.
Ibnul qayyim rahimahullah mengatakan, “Orang-orang berilmu namun buruk itu duduk di pintu surga, dengan ucapan-ucapan. Mereka mengajak manusia untuk masuk kedalamnya, namun mereka mengajak manusia untuk masuk ke neraka dengan perbuatannya. Saat lisan mereka berkata, ‘Ayolah kemari!’ perbuatan-perbuatan mereka berkata, ‘Janganlah kalian dengar ajakan itu!’
Ulama seperti ini patut diwaspadai. Sebab akan memalingkan umat dari jalan kebangkitan. Tugas utama ulama adalah menggiring pemikiran umat. Menjaganya agar tetap berada dalam ketinggian berpikir. Dengan pemikiran yang benar, umat akan mengerti hak-hak mereka untuk mendapat kehidupan sejahtera.
Hingga akhirnya, mereka sendiri akan mencampakkan aturan lain dan meminta penguasa untuk menerapkan Islam.“Ulama adalah pewaris nabi,” begitu sabda Rasulullah dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan Tirmizi. Suatu penghargaan yang tinggi yang diberikan Rasulullah pada ulama.
Maka jika saat ini banyak ditemukan kemiskinan yang membelit kehidupan umat, adalah akibat penerapan sistem yang salah. Sekularisme membuat hidup sempit. Untuk perbaikan persoalan ini pun harus sistemik, menyeluruh dan mendasar. Dan ini hanya bisa dikerjakan oleh penguasa. Bukan melalui zakat, infaq, shodaqoh dan akhlak mulia.
Antisipasi munculnya ulama abal-abal tidak lain dengan mengganti sekularisme. Sebab sistem yang rusak, membuat siapapun mudah tergelincir, begitu pula halnya dengan ulama. Dalam Islam, ulama takut dan tunduk pada Allah. Keimanan umat akan terjaga. Oleh sebab itu sudah saatnya menanggalkan sekularisme, kembali pada Islam sebagai sistem yang layak diterapkan bagi umat.
Sebagaimana firman Allah,
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami.” (Q.s. As-Sajdah [32]: 24).
Wallahu ‘alam.
*Muslimah Revowriter Cirebon
Comment