RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Saat ini kita hidup di era digital, jamannya para milennial. Dimana arus informasi dapat dengan mudah diakses siapa saja. Hampir setiap orang memiliki akun di media sosial baik itu di Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp dan lain sebagainya. Hal ini berdampak pada cepatnya arus informasi bergulir dari orang perorang hingga ke khalayak luas.
Apapun informasinya dapat dengan mudah dibagikan oleh para pengguna media sosial dan terkadang membuat kehebohan di dunia Maya. Media sosial akhirnya dijadikan sebagai wadah untuk menyalurkan pendapat juga segala keluh kesah baik itu yang berhubungan dengan persoalan pribadi, kemasyarakatan hingga kenegaraan.
Namun nampaknya warga net saat ini harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan pendapatnya, apalagi jika berhungan dengan pemerintah dan perpolitikan. Niat ingin menyalurkan aspirasi namun berujung penangkapan oleh aparat kepolisian.
Seperti yang dialami oleh komika Bintang Emon, walaupun tidak sampai di penjara, Bintang Emon menjalani tes urine setelah dituding menggunakan narkoba jenis sabu. Warga net menghubungkan tudingan ini dengan unggahan sebuah video yang viral di dunia Maya.
Sebelumnya, video berdurasi1 menit 42 detik yang di unggah Bintang Emon menjadi perbincangan warga net, video ini mengkritik tentang tuntutan hukuman satu tahun penjara bagi penyerang Novel Baswedan. Ada yang mendukung video tersebut, ada pula yang nyinyir dengan menuding Bintang menkonsumsi narkoba.
Dan akhirnya, Bintang mengklarifikasi tudingan tersebut.
“Kalo nanti masih ada berita ditangkap karena narkoboy, lucu juga sih Bintangemon negatif narkoba, positif kentang mustofa”. Tulis bintang seperti dikutip Kompas.com, Selasa, 16 Juni 2020.
Bintang Emon termasuk salah satu yang beruntung karena video kritikannya tidak berujung bui. Banyak kasus lainnya karena kritis terhadap pemerintah akhirnya berujung penangkapan oleh aparat kepolisian. Padahal kritk adalah bentuk cinta rakyat khususnya warga net kepada pemerintah semata-mata demi kemajuan bangsa.
Hal inipun dilindungi oleh Undang-undang, berdasarkan konstitusi mengumpulkan pendapat di muka umum di jamin pasal 28 Undang-undang 1945 yang berbunyi:
” Kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang “.
Jangan sampai rakyat menyimpulkan pemerintah saat ini anti kritik karena banyaknya kasus penangkapan terhadap masyarakat hanya karena cuitannya di Twitter atau unggahan video kritikan.
Dalam ajaran Islam pun, mengkritik atau memuhasabahi penguasa tidaklah dilarang, justru ajaran islam menganjurkan aktifitas ini sebagai bagian dari amal ma’ruf bagi mungkar. Karena mengoreksi penguasa yang lalai, salah dan keliru termasuk perkara yang ” ma’lum” bagian dari agama. Salah satu hadits yang mendorong untuk mengoreksi penguasa dan menasehati mereka adalah hadits Tamim al-Dari –radhiyaLlâhu ’anhu-, bahwa Nabi Muhammad –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– bersabda:
«الدِّينُ النَّصِيحَةُ»
“Agama itu adalah nasihat”
Para sahabat bertanya: “Untuk siapa?” Nabi–shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– bersabda:
«لِلّهِ، وَلِكِتَابِهِ، وَلِرَسُوْلِهِ، وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ، وَعَامَتِهِمْ»
“Untuk Allah, kitab suci-Nya, Rasul-Nya, pemimpin kaum muslimin dan kaum Muslimin pada umumnya.”(HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad. Lafal Muslim).
Dalam riwayat lain Imam Muslim menuturkan , bahwasanya Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam– bersabda:
«سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا»
“Akan datang para penguasa, lalu kalian akan mengetahui kemakrufan dan kemungkarannya, maka siapa saja yang membencinya akan bebas (dari dosa), dan siapa saja yang mengingkarinya dia akan selamat, tapi siapa saja yang rela dan mengikutinya (dia akan celaka)”. Para shahabat bertanya, “Tidaklah kita perangi mereka?” Beliau bersabda, “Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat” Jawab Rasul.” (HR. Muslim)
Tatkala berkomentar terhadap hadits ini, al-Hafizh al-Nawawi, dalam Syarah Shahih Muslim menyatakan, “Di dalam hadits ini terkandung mukjizat nyata mengenai kejadian yang akan terjadi di masa depan, dan hal ini telah terjadi sebagaimana yang telah dikabarkan oleh Rasulullah –shallaLlâhu ’alayhi wa sallam.
Sedangkan makna dari fragmen, “Tidaklah kita perangi mereka?” Beliau bersabda, “Tidak, selama mereka masih menegakkan shalat,” jawab Rasul; adalah ketidakbolehan memisahkan diri dari para Khalifah, jika mereka sekedar melakukan kezaliman dan kefasikan, dan selama mereka tidak mengubah satupun sendi-sendi dasar Islam.”
Hadits di atas menunjukkan bahwa dalam kondisi-kondisi tertentu seorang Muslim wajib mengoreksi penguasa dengan terang-terangan, bahkan dengan pedang jika para penguasanya melakukan kekufuran yang nyata.
Hadits-hadits di atas juga menjelaskan bahwa seorang Muslim wajib memisahkan diri dari penguasa-penguasa yang melakukan kekufuran yang nyata.
Sejatinya kritik adalah tanda cinta rakyat kepada penguasa agar kehidupan berbangsa dan bernegara ini tetap pada jalur yang ridhoi Allah SWT.
Mohon jangan disalahpahami bahwa ini adalah bentuk kebencian bahkan disebut aktifitas makar terhadap negara. Tidak sama sekali, karena semua yang mengkritik menginginkan kebaikan. Baik itu bagi kemajuan masyarakat maupun pemerintah. Wallahua’lam.[]
Comment