Oleh: Milda Nurjanah S.Pd, Praktisi Pendidikan, Pengelola Quranikids School
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Publik belum lupa bagaimana pada akhir tahun 2021 harga minyak melambung. Kemudian diumumkan minyak satu harga pada awal 2022. Apapun merknya. Terjadilah _panic buying_ meski diumumkan minyak akan disubsidi hingga enam bulan ke depan. Pemerintah juga menjamin pasokan aman. Tidak lama dari pembelian besar-besaran publik tersebut, muncul keluhan produsen kemudian fenomena kelangkaan terjadi di mana-mana.
Setelah saling tuding atas kelangkaan minyak, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan telah terjadi kebocoran minyak goreng murah yang dijual ke luar negeri.
Adapun kebocoran minyak goreng murah itu merupakan hasil _domestic market obligation_ (DMO) di tingkat distributor. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebutkan, minyak goreng murah hasil kebijakan DMO sudah mencapai 415 juta liter sejak implementasi 14 Februari 2022 lalu. (Pikiran Rakyat-Depok.com, 10/03)
Diketahui lebih lanjut, kebocoran distribusi tersebut, menurut Mendag Lutfi, disebabkan minyak goreng berharga murah sebagian disalurkan ke industri. Selain itu, minyak goreng murah tersebut juga diselundupkan ke luar negeri, mengikuti harga internasional yang relatif tinggi daripada harga jual domestik.
Tas’ir atau pematokan harga itu salah satu bahaya dari berbagai bahaya yang menimpa umat dalam kondisi apapun. Perang ataupun damai. Sebab Tas’ir membuka pasar sembunyi-sembunyi. Orang-orang menjual komoditas yang telah dipatok harganya tersebut di bawah tangan Negara. Jauh dari pengawasannya dengan kata lain memicu pasar gelap.
Tas’ir kemudian akan memunculkan melambungnya harga-harga sehingga yang mampu membelinya hanya kalangan orang kaya saja. Membatasi harga bisa memengaruhi konsumsi maupun produksi sehingga menyebabkan krisis ekonomi.
Lantas, apa yang harus dilakukan ketika harga melambung tinggi terutama pasca perang atau karena krisis politik?
Perlu dicermati terlebih dahulu. Apa faktor yang membuat harga melambung? Karena penimbunan atau karena kelangkaan? Jika karena penimbunan, diingatkan kembali bahwa Allah Ta’ala telah mengharamkannya. Adapun jika karena kelangkaan, maka Khalifah wajib berusaha mencukupinya di pasar dari pasokan kantong-kantong pusat.
Pada masa Khalifah Umar ra pernah mengalami tahun paceklik yang menimbulkan bencana kelaparan di Hijaz sebagai akibat kelangkaan. Meskipun demikian Khalifah tidak mematok harga. Akan tetapi, beliau mengirim pasokan makanan dari Mesir dan Syam menuju Hijaz. Dengan demikian, berakhirlah bencana tersebut tanpa memerlukan kebijakan mematok harga.[]
Comment