Oleh: Rizka Adiatmadja, Praktisi Homeschooling
__________
RADARINDONESIANEWS.XOM, JAKARTA Perselingkuhan menjadi monster paling mengerikan, memborbardir ikatan suci pernikahan. Tak hanya laki-laki yang menggila, perempuan pun sama saja. Bahkan pasangan “gelap” menjadi sosok utama yang seakan-akan harus dipertahankan dan dijaga. Desakralisasi di dalam rumah tangga semakin kentara, sebagai sebuah bukti dari sekularisasi yang merajalela.
Fenomena perselingkuhan ini sesungguhnya harus menjadi renungan yang panjang, mengapa terus naik signifikan dan berulang?
Aplikasi Just Dating mengeluarkan hasil survei yang memosisikan Thailand sebagai urutan pertama negara di Asia yang memiliki kasus perselingkuhan. Kemudian sangat mencengangkan ketika Indonesia menempati peringkat kedua dengan kasus perselingkuhan terbanyak. Ada sekitar 40% responden di Indonesia yang mengakui pernah menyelingkuhi pasangannya. Dari hasil survei tersebut ternyata kaum hawa di Indonesia lebih banyak melakukan perselingkuhan dibanding laki-laki. (TribunNews, 18/02/2023).
Indonesia pun berada di urutan keempat–setelah India, Cina, dan Amerika–dengan kasus perselingkuhan terbanyak. Menurut laporan World Population Review, ada sekitar 277.534.122 populasi di Indonesia berdasarkan negara di dunia tahun 2023. (PikiranRakyat, 7/02/2023).
Awal mula perselingkuhan bisa karena kedekatan di tempat kerja atau persahabatan yang tak semestinya terjadi antara perempuan dan laki-laki. Akibat perselingkuhan pun beragam, ada yang berujung perceraian, rujuk meskipun bagi korban akan butuh waktu untuk memaafkan. Kerap kali jalan damai dilakukan hanya demi anak, keluarga besar, atau status sosial.
Apa yang menjadi penyebab maraknya perselingkuhan?
Jawabannya bermacam-macam, jika kita meninjau secara umum. Ketertarikan secara fisik, mencari kesenangan, tergiur dengan sensasi, kebosanan terhadapa pasangan, tersendatnya laju komunikasi yang sehat, tidak bisa dimungkiri semua itu seperti penyakit kronis yang telah begitu menahun dan menjangkiti ikatan rumah tangga, menjadi penghancur utama kebersamaan keluarga.
Perselingkuhan pun acap kali dijadikan solusi, padahal sejatinya itu semua seperti cermin besar yang memperlihatkan keroposnya bangunan rumah tangga. Kesakralan dari ikatan pernikahan pun hilang, komitmen hidup bersama dalam suka dan duka menjadi kerontang.
Jangankan punya tujuan sehidup sesurga, untuk hal-hal sederhana pun sudah tak bisa lagi saling menjaga. Sekularisme telah berhasil menghancurkan benteng suci menjadi kehilangan arti sejati. Liberalisme pun menjadi virus yang semakin gencar merusak nadi-nadi kekuatan hakiki.
Sekularisme menyuburkan perselingkuhan, mengapa demikian?Sebab, pemahaman yang memisah agama dari kehidupan akan serta-merta membuka gerbang kehancuran. Di mana peran dan kewajiban suami tidak lagi berharga, bahkan sebagian perempuan menuntut setara. Jika kaum laki-laki sudah enggan berperan sebagai pemimpin, maka ia akan kehilangan fungsi kepemimpinan. Tak akan tergerak untuk menjaga dan membahagiakan istri.
Sekularisme pun membuat kaum perempuan rentan kehilangan fitrah keibuan, keinginan khidmat terhadap suami menjadi hal yang tak lagi perlu diperjuangkan, mengurus anak dan rumah tangga tak lagi menjadi prioritas utama, sebab kebahagiaan yang dikejar hanya untuk pribadi semata.
Jika sudah begini, tentu saja kesempatan untuk pasangan suami dan istri mencari kepuasan di luar rumah semakin terbuka lebar. Anak-anak menjadi korban dan rumah tak lagi ramah, kegersangan semakin memuncak hingga perceraian tak lagi bisa ditolak.
Sekularisme menjadikan materi sebagai pijakan kebahagiaan, kesenangan duniawi menjadi sandaran dan capaian, melahirkan kehidupan yang bebas, segala aturan pun akan diterabas. Perselingkuhan tumbuh kian subur, makna kesetiaan semakin memudar dan luntur.
Islam memandang dan mengatur pernikahan dengan pola menyeluruh agar ikatan terjalin utuh, tanpa memberikan peluang menuju langkah yang rapuh. Ibadah menjadi tolok ukur dalam menjalankan segala kewajiban, termasuk tingginya konsekuensi dalam pernikahan. Standardisasi mulia atas perjanjian agung, tidak boleh dipermainkan. Sehingga peluang untuk orang-orang yang dilabeli “pelakor” atau “pebinor” itu tidak akan ada.
Mitsaqan galidza akan senantiasa terjaga karena mardatillah menjadi sandaran hakiki dan utama. Sehingga suami dan istri akan berjuang fokus dalam ketakwaan. Sakinah, mawadah, dan rahmah, tak hanya menjadi isapan jempol semata, tetapi terbukti bisa diraih dengan nyata.
Sistem kehidupan Islam akan sanggup meniadakan perselingkuhan karena bukan hanya keluarga saja yang menjaga, masyarakat pun akan otomatis memilah pola pergaulan laki-laki dan perempuan yang salah kaprah, dan negara tentu menjadi pengatur utama agar ikatan pernikahan setiap warganya terjaga dan naungan takwa.
Tidak akan ada khalwat dan ikhtilat, sistem sosial akan dijaga ketat sesuai dengan syariat. Ranah pendidikan yang berasaskan akidah akan membentuk insan yang memiliki kepribadian unggul. Tidak hanya cerdas secara pemikiran, tetapi benar-benar terhindar dari sikap yang mengarahkannya pada perilaku bebal dan tumpul.
Tak terkecuali dalam bidang ekonomi, negara yang bersistem Islam benar-benar menempatkan peran laki-laki sesuai aturan. Tidak memberikan kesempatan kepada kaum hawa untuk menjadi tulang punggung keluarga, sejatinya tujuan menyejahterakan umat terpampang nyata. Ketegasan dalam sanksi pun tak akan diragukan lagi, sehingga akan memberikan atmosfer efek jera.
Rasulullah Saw. bersabda, “Darah seorang muslim tidak halal kecuali karena salah satu dari tiga hal; seseorang yang menjadi kafir setelah memeluk Islam, atau berbuat zina setelah muhshan (sudah menikah) atau karena membunuh jiwa, maka harus dibunuh karenanya.” (HR. Ahmad No. 4478, sahih menurut Syu’aib al-Arna’uth).
Bagi pezina hukuman rajam berlaku, hingga kematian akan menghentikan dosa pelaku. Memberikan pelajaran bagi yang melihat bahwa sanksi zina tidaklah sesederhana hari ini–ketika suka sama suka tidak lagi takut dengan norma, apalagi dihukumi sesuai aturan agama. Hanyalah sistem Islam yang bisa menjaga dan melindungi kesakralan pernikahan dan menghanguskan perselingkuhan. Wallahualam bissawab.[]
Comment