Layin Syamil, S.Pd.[Dok/radarindonesianews.com] |
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Saya teringat saat duduk di bangku sekolah menengah. Saat itu ujian mata pelajaran bahasa Indonesia tengah berlangsung. Ada satu soal uraian yang perintahnya membuat kalimat untuk iklan, poster dengan menggunakan kata “kasogi”. Kebiasaan saya dengan teman-teman mengikuti ujian dengan duduk manis. Tidak ada saling kode dan diskusi di ruang ujian. Saya berpikir sesaat. Saya tidak tahu apa itu”kasogi”. Saya mencoba menjawab dengan aji-aji ngawur. Saya tulislah jawaban “Kasogi enak dan lezat. Kasogi murah harganya”.
Ketika saya melanjutkan sekolah dan mendapat tambahan informasi, saya tertawa dalam hati jika teringat hal tersebut. Saya tinggal di desa. Sepatu yang kami pakai sepatu kelas pasar tradisional. Di jaman itu iklan di TV bisa dibilang tidak ada. Stasiun TV hanya TVRI. Tidak seperti sekarang iklan, berita, informasi ada di mana-mana. Bahkan digenggam di tangan orang perorang. Wajar jika saat itu saya tidak tahu apa itu “kasogi”.
Menurut Syaikh Taqyudin An-Nabhani, berpikir melibatkan empat komponen, yakni fakta, indera, otak, dan informasi sebelumnya. Empat komponen ini harus ada ketika seseorang berpikir. Ada fakta, indera mata, dan otaknya sehat. Jika tidak ada informasi yang terkait fakta maka seseorang tidak akan bisa berpikir. Berpikir sendiri didefinisikan menghukumi fakta melalui perantara alat indera ke otak berdasar informasi sebelumnya.
Sebagai contoh, di depan anak kecil umur 3 tahun, kita taruh beberapa benda seperti spidol, penggaris, rautan dan pemotong kuku. Kita meminta anak tersebut menyebut nama masing-masing benda tadi. Dapat dipastikan anak itu akan menjawab dengan benar jika kepada anak tersebut telah diberi informasi nama-nama benda tersebut secara berulang sehingga hafal. Ini menunjukkan berpikir membutuhkan informasi sebelumnya.
Siswa-siswi di sekolah pun akan bisa berpikir jika ada empat komponen tersebut. Siswa-siswi sudah Alloh bekali panca indera dan otak. Sedangkan fakta ada di sekitar siswa, atau disiapkan oleh guru. Bapak/ibu guru bertugas memberi informasi dan atau memotivasi siswa secara mandiri agar mencari informasi tambahan. Siswa bisa dipastikan akan kesulitan menjawab pertanyaan jika dia tidak memiliki informasi yang cukup terkait pertanyaan tersebut. Ketiadaan informasi ini bisa karena belum pernah didapatkan siswa dari guru, buku sekolah atau sumber yang lain dan atau informasi tersebut hilang dari benak siswa karena lupa.
Menyikapi Soal Ujian
Dalam UNBK ada soal kategori HOTS dan LOTS. HOTS kependekan dari High Order Thinking Skilis. Sedangkan LOTS kependekan dari Lower Order Thinking Skills. HOTS adalah kegiatan berpikir yang melibatkan level kognitif tingkat tinggi dari enam tingkat taksonomi Bloom. Dalam konteks teori pendidikan, tingkatan ketrampilan berpikir (cognitive skills) merupakan domain pengetahuan. Bentuk soal HOTS tidak bisa langsung dikerjakan dengan rumus yang sudah dihafal.
Menurut balitbang Kemendikbud, sejak tiga kali UN terakhir ini, kisi-kisi dibuat umum(generic). Tidak mengarah ke suatu soal tertentu. Tujuannya agar pembelajaran di sekolah tidak terjebak pada drilling soal-soal UN. Guru wajib mengajarkan materi pembelajaran dengan mengedepankan pemahaman konsep bukan sekedar drilling soal.
Persoalan yang mungkin terjadi belum semua sekolah dan guru memahami arahan Kemendikbud. Kendala yang mungkin antara lain, keterlambatan informasi, keterbatasan kemampuan guru, kurangnya sarana pendukung dan sebagainya. Apabila ini yang terjadi maka siswa tidak mempunyai bekal informasi yang cukup untuk menghadapi soal HOTS. Pendek kata belum mempunyai informasi sebelumnya. Wajar jika soal tersebut tidak bisa dijawab. Menurut sebagian guru, siswa masih terbiasa dengan soal LOTS. Bahkan jika pertanyaan dalam soal berkaitan dengan materi yang belum dipelajari, lebih wajar lagi siswa tidak bisa menjawab.
Mendikbud mengatakan, HOTS diterapkan untuk mendorong siswa berpikir kritis. Hal itu dianggap penting unttuk pembentukan karakter siswa. “ Dan ini akan kami benahi, tetapi mohon maklum bahwa ujian nasional dari waktu ke waktu harus semakin sulit untuk mengejar ketertinggalan kita”,kata Pak Menteri.
Evaluasi
Perlunya dunia pendidikan berbenah. Melakukan evaluasi secara umum terhadap pemebelajaran di sekolah. Apakah mengejar ketertinggalan di bidang pendidikan dengan cara membuat soal UN yang HOTS? Apakah evaluasi terhadap proses pembelajaran sudah dilakasanakan? Apakah cukup melihat kesiapan guru dengan melihat RPP dan jurnal mengajar? Yang perlu dipikirkan apakah jika para siswa nilai rata UN 9,00 menjamin siswa yang berkepribadian luhur? Sehingga peningkatan mutu pendidikan hanya fokus pada UN.
Menurut Herwindo, Ph.D, dalam makalahnya menyebutkan bahwa target dari evaluasi pendidikan adalah untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang disampaikan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional sudah tercapai atau belum.
Tujuan Pendidikan Nasional dalam UU no 20 tahun 2003 adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang mandiri serta demokratis.
Dengan demikian UN tidak bisa menjadi alat ukur keberhasilan pendidikan. UN hanya menunjukan kompetensi dalam ranah kognitif dan hanya satu tujuan berilmu. Itupun kalau jujur.
Tujuan pendidikan dalam sistem pendidikan Islam adalah membentuk generasi berkepribadian Islam, menguasai ilmu kehidupan (ketrampilan dan pengetahuan) dan mempersiapkan anak didik memasuki jenjang sekolah berikutnya. Untuk mencapai tujuan pendidikan, evaluasi dalam Sitem Pendidikan Islam dilakukan secara komperhensif. Ujian umum dilakukan untuk semua mapel yang telah diajarkan. Ujian dilakukan secara tulis, lisan dan praktek. Ujian lisan merupakan teknik ujian yang paling sesuai untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa untuk memahami pengetahuan yang dipelajari. Siswa dinyatakan lulus jika betul-betul memiliki kompetensi ilmu pengetahuan yang telah dipelajari dan berkepribadian Islam. Data dalam ijazah sama dengan kondisi riel siswa.
Saatnya umat menjadikan Sitem Pendidikan Islam sebagai alternatif solusi dari permasalahan pendidikan. Wallahu a’lam.
Comment