Oleh: Putri Nurbayani Silaban, A.Md, Aktivis Muslimah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sebagai antisipasi lonjakan Covid-19 selama bulan Suci Ramadhan, Pemerintah memberlakukan kebijakan larangan mudik 2021 selama 6-17 Mei. Selain itu pemerintah juga memperketat syarat bepergian atau pengetatan sebelum dan sesudah larangan mudik lebaran 2021, yakni 22 April-5 Mei 2021 dan 18-24 Mei 2021.
Kebijakan pemerintah soal mudik ini sangatlah baik, dengan tujuan meminimalisir penyebaran virus. Namun kebijakan ini menuai polemik. Pasalnya, meski larangan mudik diberlakukan, namun pasar-pasar, mal-mal dan swalayan, serta tempat-tempat pariwisata, masih dibuka.
Terdapat pula pengecualian bagi larangan mudik, yaitu bagi orang yang bekerja/perjalanan dinas, kunjungan keluarga sakit, kunjungan duka anggota keluarga yang meninggal, ibu hamil yang didampingi oleh satu orang anggota keluarga, kepentingan persalinan yang didampingi dua orang. (Pikiran-rakyat.com,25/4/21).
Ditambah lagi Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta agar ada dispensasi untuk santri bisa pulang ke rumah masing-masing dan tidak dikenai aturan-aturan ketat terkait larangan mudik. Permintaan ini diindahkan pula oleh Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang sudah membolehkan para santri mudik saat lebaran, (CNBC Indonesia).
Jika untuk alasan yang urgent, tentu masyarakat masih dapat menerimanya. Namun dengan diberikannya dispensasi bagi santri, tentu bukan merupakan satu hal yang urgent. Untuk sampai ke kampung halaman, mereka pasti akan melakukan perjalanan. Mereka memiliki kemungkinan untuk terjangkiti virus selama perjalanan dan menularkannya kepada anggota keluarga di kampung halamannya masing-masing. Tentu ini akan semakin memperparah kondisi.
Sebenarnya, adanya pelarangan mudik ini tidak akan terjadi jika sejak awal pemerintah mengambil kebijakan secara cepat dan tepat dalam menangani pandemi, bukan malah meremehkan dan membuat kebijakan yang menyulitkan masyarakat.
Kekacauan ini terjadi, tak lain dan tak bukan adalah sebab sistem Kapitalis-Sekuler yang menjauhkan agama dari kehidupan, sehingga aturan yang diterapkan sesuai dengan akal manusia yang lemah, terbatas dan serba kurang. Maka melahirkan aturan yg lemah pula. Menenggelamkan peran pemimpin sebagai pengurus rakyat, dan kepentingan sekelompok masyarakat akan mengiringi kebijakan mudik, sehingga menjadi kebijakan tebang pilih yang rentan untuk dilanggar. Tentu hal ini semakin menggerus kepatuhan publik terhadap aturan dan dapat menimbulkan persoalaln baru.
Sedangkan di dalam islam, pemimpin atau Khalifah akan bertanggung jawab penuh dan serius dalam melindungi rakyatnya. Seperti sabda Rasulullah “Imam atau Khalifah adalah pengurus dan ia akan bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusya. ” (H.R Muslim dan Ahmad)
Dalam mengatasi wabah, akan diberlakukan lockdown sesuai sabda Rasulullah “Apabila kalian mendengar wadah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu dan apabila terjadi wabah sedang kamu berada ditempat itu, maka jangan lah keluar darinya. (HR. Imam Muslim)”
Bagi yang terkena wabah, akan di isolasi dan dilakukan penanganan yang serius, dicukupi segala kebutuhannya baik sandang, pangan maupun papan. Sedang yang tidak terkena wabah, tetap dapat melakukan aktivitas perekonomian seperti biasa
Negara juga memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya wabah, menerapkan protocol kesehatan, dan menyediakan semua alat yang dibutuhkan secara gratis. Sehingga wabah covid tidak berkepanjangan dan tidak banyak memakan korban jiwa. Rakyat pun akan percaya dan taat kepada aturan yang ditetapkan Negara. Ini semua hanya bisa didapatkan dalam penerapan islam secara kaffah. Wallahu a’lam bisshawab.[]
_____
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.
Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.
Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.
Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.
Comment