Kurikulum Terus Berganti, Kemana Arah Pendidikan Negeri Ini?

Opini11 Views

 

 

Penulis: dr. Salma Fitri | Aktivis Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasdem) Abdul Mu’ti mengungkapkan gagasan baru mengenai Deep Learning sebagai pendekatan belajar dalam dunia pendidikan dengan menekankan pada tiga elemen dasar yakni mindful learning (pembelajaran yang mendalam melalui riset atau eksperimen dengan melibatkan akal), meaningful learning (pembelajaran yang penuh makna), serta Joyfull learning (pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga menimbulkan kesenangan dalam belajar) dikutip dari detik.com. (11/11/2024).

Mencermati hal ini, pengamat kebijakan publik Dr. Rini Syafri dalam muslimah on room sabtu lalu,15 November 2024 menuturkan:

“Sebenarnya tidak ada yang baru dari konsep ini karena hakikatnya selama ini sudah dijalankan, di mana mindfull lebih kepada metode berfikir ilmiah, sedangkan meaningfull spiritnya lebih menekankan pada terintegrasinya setiap mata pelajaran, serta joyfull lebih kepada student center learning. Semua idenya telah dilaksanakan dalam pendidikan barat yang diadopsi oleh negara kita saat ini”.

Ini menunjukan gagasan deep learning bukanlah sebuah terobosan baru, kalaupun ada kebijakan atau kurikulum yang baru maka sama-sama lahir dari paradigma yang sama yakni sekuler-kapitalisme.

Dilansir dari laman kompas.id (11/11/2024) Meski Abdul Mu’ti menegaskan bahwa deep learning bukanlah suatu bentuk kurikulum yang akan mengganti kurikulum merdeka sebelumnya.

Kemendikdasdem hingga saat ini masih melakukan kajian mendalam mengenai pengembangan kurikulum di Indonesia dan belum ada keputusan pasti untuk melanjutkan atau mengganti kurikulum yang ada.

Hal ini mengambarkan ketidak jelasan visi dan misi pendidikan negeri ini. Kalaupun ada kebijakan atau kurikulum yang baru maka sama-sama lahir dari paradigma yang sama yakni sekuler-kapitalisme.

Arah pendidikan sekuler-kapitalisme senantiasa berubah mengikuti selera pasar dan arus global. Sehingga menjadi lumrah di kalangan masyarakat “ganti menteri ganti kurikulum” keadaannya terombang-ambing pada pergantian kepemimpinan semata.

Saat ini dunia digital sedang berkembang pesat, arah kurikulum baru pun menekankan aspek digitalisasi, dengan usulan dimasukkannya _codding dan Artificial Intellegence (AI) dalam kurikulum SD dan SMP sebagaimana ditulis CNN.com, Rabu (13/11/2024).

Alhasil, pendidikan di desain khusus untuk menjawab kebutuhan pasar demi menciptakan generasi yang bisa bekerja di bawah arahan para pemilih modal. Pendidikan dipandang sebagai katalisator yang akan menunjang produksi, sehingga potensi mereka kian terbajak hanya demi mencari cuan semata.

Kurikulum yang terus berganti nyatanya tidak mampu menghasilkan generasi bertakwa dan masyarakat tidak merasakan manfaat dengan keilmuan yang mereka miliki. Justru penerapan pendidikan sekuler-kapitalisme menyebabkan degradasi pemahaman agama, kerusakan moral, terbentuknya manusia-manusia yang berpaham matrealistik, hedonis, dan individualistik.

Fenomena banyaknya siswa SMP yang tidak lancar membaca, tawuran antar remaja, kasus bullying, meningkatnya angka seks bebas dan aborsi kian menambah suram potret generasi. Hal ini terjadi karena dikotomi antara agama dengan kehidupan alias sekularisme  menjadi asas pendidikan saat ini.

Berbeda dengan Islam, kurikulumnya wajib berlandaskan pada aqidah. Islam memandang kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sehingga diperlukan kejelasan arah dan metode, serta kesinambungan di setiap tahapannya demi terbentuk mafhum yang utuh dalam menciptakan generasi gemilang.

Tujuan pendidikan islam adalah membangun SDM mumpuni dalam bidang ilmu sekaligus memahami nilai-nilai Islam, serta berkepribadian Islam yang utuh, bukan sekedar menguasai cabang ilmu yang sempit untuk menjadi tenaga buruh industri.

Telah terbukti nyata dalam 13 abad kejayaan Islam, pendidikan islam berhasil melahirkan para ilmuan hebat di berbagai bidang sekaligus berkaliber ulama. Kita mengenal Ibnu Sina sebagai bapak kedokteran, Al-Khawarizmi sebagai ahli matematika yang menemukan aljabar, Jabir Ibnu Hayyan sebagai ahli kimia dan banyak ahli lainya. Semua tergantung pada cara pandang atau ideologi negara dalam mengelola pendidikan.

Sudah saatnya kembali kepada kurikulum berbasis akidah sebagai bagian dari sistem pendidikan sebagaimana yang terjadi di era kejayaan islam. Wallahu a’lam bisshawab.[]

Comment