Krisis Fungsi Perlindungan Keluarga

Opini360 Views

 

 

Penulis: Sarah Mulyani | Guru Mengaji

 

RADARINDONESIANEWS COM, JAKARTA Keluarga diharapkan menjadi tombak terakhir dalam perlindungan diri, agar mendapatkan rasa aman. Namun sayang yang terjadi justru berbalik dengan harapan ini.

Seperti yang terjadi di beberapa daerah, misalnya di Depok, seorang istri mantan Perwira Brimob berinisial MRF, RFB, mengalami penderitaan dalam rumah tangganya sejak 2020. RFB mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berulang kali oleh suaminya.

Kejadian terakhir pada 3 Juli 2023 adalah yang paling berat. Kasus KDRT ini sudah dilaporkan melalui kuasa hukum korban, Renna A. Zulhasril, ke Kepolisian Resor (Polres) Metro Depok. (megapolitan.kompas.com).

Selanjutnya di Tapanuli Utara, seorang kakek inisial BS (58 tahun) mencabuli keponakannya yang berusia 11 tahun. Kemudian di Medan, Seorang menantu laki-laki bernama Joni Sing (49 tahun) di Kecamatan Kutalimbaru, Deli Serdang Sumut, tega membacok ibu mertuanya, Sanda Kumari. Penyebabnya, ia kesal saat ditegur oleh ibu mertuanya itu lantaran melakukan KDRT kepada istrinya. (kumparan.com)

Maraknya KDRT, bahkan bukan saja terjadi pada pasangan suami istri, tapi dilakukan pula oleh seorang kakek pada keponakannya dan seorang menantu pada mertuanya.

Sungguh hal ini menunjukkan betapa rapuhnya ketahanan keluarga, betapa lemahnya fungsi perlindungan pada keluarga, sangat menghkawatirkan bukan?

Arah pandang sekularisme yakni memisahkan agama dari kehidupan begitu kental di tengah masyarakat sangat memengaruhi pola pikir dan pola sikap setiap individu terhadap keluarganya.

Sejatinya sesama anggota keluarga dipenuhi kasih dan sayang agar tercipta rasa tenteram dan saling menerima kelebihan sekaligus kekurangan satu sama lain sebagaimana tujuan dibangun keluarga adalah _sakinah, mawadah, warahmah.

Islam telah memberikan tuntunan agar para lelaki berlaku baik pada keluarganya, “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR Ibnu Majah)

Tapi apa mau dikata, pengaruh sekuler menjadikan masyarakat melupakan tuntunan agama untuk kehidupannya. Maka wajar saja yang terjadi justru hal yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Selain minimnya pemahaman ilmu dasar-dasar membangun keluarga dalam Islam, KDRT yang kerap terjadi juga menunjukkan mandulnya UU P-KDRT, padahal sudah 20 tahun disahkan.

Pada BAB III pasal 5 UU No 23 tahun 2004 disebutkan larangan kekerasan dalam rumah tangga di antaranya kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan penelantaran keluarga.

Fakta UU yang telah disahkan selama 20 tahun tidak mampu menuntaskan permasalahan KDRT memberikan bukti bahwa pemerintah tidak mampu memberikan jaminan keamanan dalam keluarga secara maksimal.

Penampakkan ini tentu akan berbeda dalam pengaturan Islam, karena Islam memandang bahwa keluarga adalah institusi terkecil yang strategis dalam menjamin perlindungan terhadap anggota keluarganya. Jaminan perlindungan ini akan mewujudkan rasa aman pada setiap anggota keluarga, dengan begitu akan terlahir generasi cemerlang pembangun peradaban masa depan.

Hal itu dapat terwujud melalui berbagai sistem kehidupan yang bersinergi. Mulai dari sistem pendidikan Islam yang unik, menempatkan keluarga pada peran penting pendidikan anak-anaknya, memotivasi para orang tua untuk memberikan pendidikan terbaik kepada anak-anaknya dengan ganjaran surga, diimbangi dengan lembaga pendidikan yang menjalankan kurikulum berbasis akidah Islam agar melahirkan individu berkepribadian Islam, yakni individu yang bertakwa kepada Allah. Individu yang takut pada siksa Allah, sehingga tidak akan sampai hati tega berbuat zalim pada anggota keluarganya bahkan pada dirinya sendiri.

Sistem ekonomi yang mengatur kepemilikan individu, umum, dan negara. Pengelolaan harta milik umum oleh negara dan pemanfaatannya kembali kepada rakyat, salah satunya untuk fasilitas pendidikan yang merata di seluruh daerah. Distribusi hasil dari pengelolaan harta umum akan dipastikan dapat dirasakan oleh setiap individu warga negara.

Pemberlakuan sistem pergaulan yang memisahkan kehidupan antara laki-laki dengan perempuan, sehingga mampu mencegah interaksi antara laki-laki dan perempuan asing yang tidak perlu atau menjurus pada kemaksiatan, misalnya perselingkuhan.

Media pun diatur sedemikian rupa agar informasi yang menyebar di masyarakat hanya berkaitan dengan edukasi dan hal-hal yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan, segala informasi atau konten yang mengakibatkan pada kemaksiatan akan diblokir.

Adapun pada bidang hukum, Islam memiliki sistem peradilan yang ketat, hukum yang berlaku berfungsi sebagai penebus dosa dan memberikan efek jera. Pada perkara kekerasan akan berlaku hukum qisas, artinya orang yang melukai orang lain akan dihukum dengan cara yang sama, bahkan jika sampai terjadi pembunuhan maka pelakunya akan dihukum dibunuh pula.

Hukuman ini tidak dapat diganti dengan bentuk hukuman lain, karena Allah langsung yang menentukan hukumannya.

Jika keluarga korban memaafkan, maka pelaku akan dimintai diyat atau denda dalam jumlah yang sangat besar. Misal untuk pelaku pembunuhan yang dimaafkan keluarganya wajib membayar diyat 100 ekor unta dan 40 di antaranya adalah unta bunting.

Demikianlah pengaturan Islam yang begitu sempurna pada semua aspek dan juga saling berhubungan. Islam menuntaskan permasalahan keluarga dengan memandangnya sebagai masalah manusia, sehingga solusi yang ditawarkan bersifat menyeluruh. [] Wallahu’alam.[]

Comment